Dikisahkan, Abdullah bin al-Mubarak, laki-laki asal Bashrah, berniat menuju Masjidil Haram untuk menunaikan ibadah haji. Saat itu, matahari bulan Syawal bersinar terik. Dalam kondisi kepayahan, tiba-tiba ia melihat sebuah titik hitam dari kejauhan yang semakin lama menjadi jelas bahwa titik hitam itu ternyata adalah seorang wanita.
“Assalaamualaikum,”
sapa Abdullah dengan hati-hati. “Salaamun qaulan min rabbir rahiim”
(“Salam”, sebagai ucapan selamat dari Tuhan yang Maha Penyayang), jawab wanita
itu. Abdullah pun terkejut sekaligus heran karena salamnya dijawab dengan
“Hendak ke manakah engkau?” tanya Abdullah lagi.
“Subhaanalladzii
asraa bi’abdihii lailan minal masjidil haraami ilal masjidil aqshal ladzii
baaraknaa haulahuu linuriyahuu min aayaatinaa innahu huwas samii’ul bashiir.”
(Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar
Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui), ujar wanita itu.
Abdullah semakin takjub. Ia pun mulai mengerti bahwa wanita itu hanya mau menjawab setiap pertanyaan dengan Alquran. Rupanya, wanita itu baru saja selesai menunaikan perjalanan dari Tanah Suci dan hendak kembali ke kampung halamannya di Baitul Maqdis, Palestina.
Kemudian, Abdullah bertanya lagi, “Berapa
lama engkau tersesat di tempat ini?”
“Tsalaatsa
layaalin sawiyya” (Selama tiga malam, padahal kamu sehat), jawab wanita itu
mengutip surah Maryam. Abdullah semakin bertambah takjub dengan kemampuan
wanita itu menggambarkan keadaan dirinya dengan menukil ayat-ayat Alquran.
“Mengapa engkau tidak berbekal sedikit pun
makanan dan air?” tanya Abdullah mengemukakan keheranannya melihat wanita itu
tanpa membawa bekal sedikit pun.
“Walladzii huwa yuth’imunii wayasqiin” (Dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku), jawabnya.
Begitu seterusnya, setiap pertanyaan Abdullah selalu dijawab dengan ayat-ayat Alquran. Wanita tersebut tidak pernah mengeluarkan kata-katanya sendiri, semua diambilnya dari Alquran. Abdullah pun semakin ingin mengetahui alasannya. Ia bertekad mengantarkan wanita tersebut ke kafilahnya dan mencari tahu.
Setelah bertemu rombongan wanita itu dan ketiga orang putranya, Abdullah segera mengajukan pertanyaan yang menggelitik pikirannya sejak bertemu dengan wanita berlisan suci tersebut. “Tuan Abdullah, ini memang sudah merupakan tekad kami untuk hanya berbicara menurut Alquran minimal 40 tahun,” ungkap salah satu putra wanita itu. Abdullah pun bertakbir dan bertasbih.
Allahuakbar. Kisah tersebut memberikan inspirasi bagi setiap kita yang merindukan memiliki keluarga penghafal Alquran. Keluarga yang diistimewakan dan dimuliakan di dunia dan dimuliakan di akhirat.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
Allah mempunyai keluarga dari golongan manusia.” Kemudian para sahabat
bertanya, “Siapa mereka, wahai Rasulullah?”
Jawab beliau, “Ahli Alquran adalah keluarga Allah dan yang diistimewakan” (HR Nasai).
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita
kaum Muslimin keluarga penghafal Alquran. Amin.
Oleh Imam
Nur Suharno
Komentar
Posting Komentar