KUMPULAN MATERI TARBIYAH UNTUK LIQO DAN MENTORING 1


Ma’rifatullah

Makna Ma’rifatullah

• Ma’rifatullah berasal dari kala ma’rifah dan Allah. Ma’rifah berarti mengetahui, mengenal. Mengenal Allah bukan melalui zat Allah tetapi mengenal-Nya lewat tanda-tanda kebesaranNya (ayat-ayatNya).

Pentingnya Mengenal Allah

• Seseorang yang mengenal Allah pasti akan tahu tujuan hidupnya (QS 51:56) dan tidak tertipu oleh dunia .
• Ma’rifatullah merupakan ilmu yang tertinggi yang harus difahami manusia (QS 6:122). Hakikat ilmu adalah memberikan keyakinan kepada yang mendalaminya. Ma’rifatullah adalah ilmu yang tertinggi sebab jika difahami memberikan keyakinan mendalam. Memahami Ma’rifatullah juga akan mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan kepada cahaya hidayah yang terang [6:122] .
• Berilmu dengan ma’rifatullah sangat penting karena:

a) Berhubungan dengan obyeknya, yaitu Allah Sang Pencipta.
b) Berhubungan dengan manfaat yang diperoleh, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, yang dengannya akan diperoleh keberuntungan dan kemenangan.

Jalan untuk mengenal Allah

1. Lewat akal:

• Ayat Kauniyah / ayat Allah di alam ini:
– fenomena terjadinya alam (52:35)
– fenomena kehendak yang tinggi(67:3)
– fenomena kehidupan (24:45)
– fenomena petunjuk dan ilham (20:50)
– fenomena pengabulan doa (6:63)

• Ayat Qur’aniyah/ayat Allah di dalam Al-Qur’an:
– keindahan Al-Qur’ an (2:23)
– pemberitahuan tentang umat yang lampau [9:70]
– pemberitahuan tentang kejadian yang akan datang (30:1-3, 8:7, 24:55)

2. Lewat memahami Asma’ul Husna:

– Allah sebagai Al-Khaliq (40:62)
– Allah sebagai pemberi rizqi (35:3, 11:6)
– Allah sebagai pemilik (2:284)
– dll. (59:22-24)

Hal-hal yang menghalangi ma’rifatullah
• Kesombongan (QS 7:146; 25:21).
• Dzalim (QS 4:153) .
• Bersandar pada panca indera (QS 2:55) .
• Dusta (QS 7:176) .
• Membatalkan janji dengan Allah (QS 2:2&-27) .
• Berbuat kerusakan/Fasad .
• Lalai (QS 21:1-3) .
• Banyak berbuat ma’siyat .
• Ragu-ragu (QS 6:109-110)

Semua sifat diatas merupakan bibit-bibit kekafiran kepada Allah yang harus dibersihkan dari hati. Sebab kekafiranlah yang menyebabkan Allah mengunci mati, menutup mata dan telinga manusia serta menyiksa mereka di neraka. (QS 2:6-7)

Referensi
Said Hawwa, Allah Jalla Jalaluhu
Aqidah Seorang Muslim 1, Al-Ummah


 

Ihsan

Pengertian

• Ihsan dianalogikan sebagai atap bangunan Islam (Rukun iman adalah pondasi, Rukun Islam adalah bangunannya).
• Ihsan (perbuatan baik dan berkualitas) berfungsi sebagai pelindung bagi bangunan keislaman seseorang. Jika seseorang berbuat ihsan, maka amal-amal Islam lainnya akan terpelihara dan tahan lama (sesuai dengan fungsinya sebagai atap bangunan Islam)

Landasan ihsan

1. Landasan Qauliy 
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk berbuat ihsan terhadap segala sesuatu. Maka jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang ihsan, dan hendaklah menajamkan pisau dan menyenangkan (menenangkan & menen-tramkan) hewan sembelihan itu” (HR Muslim). Tuntutan untuk berbuat ihsan dalam Islam yaitu secara maksimal (terhadap segala sesuatu: manusia, hewan) dan optimal (terhadap yang hidup maupun yang akan mati)

2. Landasan Kauniy
Dengan melihat fenomena dalam kehidupan ini, secara sunatullah setiap orang suka akan perbuatan yang ihsan.

Alasan Berbuat Ihsan
Ada dua alasan mengapa kita berbual ihsan:

1. Adanya Monitoring Allah (Muraqabatullah)

Dalam HR Muslim dikisahkan jawaban Rasul ketika ditanya malaikat Jibril yang menyamar sebagai manusia, tentang definisi ihsan: “Mengabdilah kamu kepada Allah seakan-akan kamu melihat Dia. Jika kamu tidak melihatNya, sesungguhnya Dia meIihatmu”.

2. Adanya Kebaikan Allah (Ihsanullah)

Allah telah memberikan nikmatnya yang besar kepada semua makhlukNya (QS. 28:77 QS. 55, QS. 108: 1-3)
Dengan mengingat Muraqabatullah dan Ihsanullah, maka sudah selayaknya kita ber-Ihsanun Niyah (berniat yang baik). Karena niat yang baik akan mengarahkan kita kepada:

1. Ikhlasun Niyat (Niat yang Ikhlas)
2. Itqonul ‘Amal (Amal yang rapi)
3. Jaudatul Adaa’ (Penyelesalan yang baik)

Jika seseorang beramal dan memenuhi kriteria di atas, maka ia telah memiliki Ihsanul ‘Amal (Amal yang ihsan).

Ada 3 keuntungan jika sesorang meramal dengan amal yang ihsan:
1) Dicintai Allah [2:195]
2) Mendapat Pahala [33: 29]
3) Mendapat Pertolongan Allah [16:128]

Kesimpulan :
Jadi untuk beramal ihsan harus memenuhi kriteria:
1) Zhohirotul Ihsan (Menampakan Ihsan).  Artinya: Lakukan yang terbaik !
2) Qiimatul Ihsan (Nilai Ihsan).  Artinya: Ikhlaslah selalu!

Referensi
• Paket BP Nurul Fikri, Ihsan

 

     Rukun Islam

Makna dan Hakikat Rukun Islam

Islam dibangun di atas lima dasar, yaitu Rukun Islam. Ibarat sebuah rumah, Rukun Islam merupakan tiang-tiang atau penyangga bangunan keislaman seseorang. Di dalamnya tercakup hukum-hukum Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. “Sesungguhnya Islam itu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan puasa di buIan Ramadhan” (HR. Bukhari Muslim). Bagi siapa saja yang telah mengerjakan Rukun Islam yang lima, belum berarti bahwa ia telah total masuk ke dalam Islam. Ia baru membangun landasan bagi amal-amalnya yang lain. 

Rukun Islam merupakan landasan operasional dari Rukun Iman. Belum cukup dikatakan beriman hanya dengan megerjakan Rukun Islam tanpa ada upaya untuk menegakkannya. Rukun Islam merupakan training/pelatihan bagi orang mukmin menuju mardhotillah/keridhoan Allah.

• Syahadat adalah agreement (perjanjian) antara seorang muslim dengan Allah SWT [7.172]. Seseorang yang telah menyatakan Laa ilaaha ilallaah berarti telah siap untuk fight (bertarung) melawan segala bentuk ilah di luar Allah di da1am kehidupannya [29:2].

• Shalat adalah training: sebagai latihan agar setiap muslim di dalam kehidupannya adalah dalam rangka sujud (beribadah) kepada Allah [6:162]

• Zakat adalah training, yaitu sebagai latihan agar menginfakkan hartanya, karena setiap harta seorang muslim adalah milik Allah.[57:7, 59:7]. “Engkau ambil zakat itu dari orang-orang kaya mereka dan engkau kembalikan kepada orang-orang fakir mereka” (HR Mutafaqun ‘alahi).

• Shaum adalah training, yaitu sebagai latihan pengendalian kebiasaan pada jasmani, yaitu makan dan minum dan ruhani, yaitu hawa nafsu. [2:185]

• Haji adalah training, yaitu sebagai latihan dalam pengorbanan jiwa dan harta di jalan Allah, mengamalkan persatuan dan persamaan derajat dengan sesama manusia. [22:27-28]

Referensi
• Paket BP Nurul Fikri, Al-Islam,
• Sa’id Hawwa, Al-Islam

 

             Al Iman

Pendahuluan
Konsep-konsep tentang Iman, Islam dan Ihsan mungkin sudah pernah kita pelajari. Namun ternyata gambaran yang kita miliki selama ini belum cukup valid (shohih) dan integral (syamiil), karena kita melihat Iman, Islam dan Ihsan secara sektoral dan terpisah satu sama lain.

Padahal ketiga konsep tersebut adalah merupakan satu bangunan yang dapat disebut sebagai RUMAH KITA, yang secara global terdiri dari tiga bagian utama, yaitu :

1. RUKUN IMAN, yang berfungsi sebagai lapisan fondasinya.
2. RUKUN ISLAM, yang berfungsi sebagai tiang penyangganya.
3. IHSAN, yang berfungsi sebagai atapnya.

Artinya: tegaknya Islam pada diri seseorang tergantung pada kualitas pondasinya dan daya tahan Islam pada diri seseorang tergantung pada kualitas atapnya. Jadi satu sama lain saling membantu, menguatkan dan memelihara.

Hakikat Iman
Pengertian Iman menurut ahlussunah : Iman terdiri dari tiga unsur, yaitu pembenaran dengan hati, diikrarkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Jadi, Iman adalah keyakinan dan sekaligus juga amal [49:15].

Rukun Iman
Rukun Iman merupakan basis konsepsional atau landasan idiil yang mendasari pemikiran, ucapan dan tindakan seorang muslim. Artinya: seorang muslim yang beriman maka pemikiran, ucapan dan tindakannya tidak akan bertentangan dengan keimanannya kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Taqdir dan Kiamat. Orang yang beriman haruslah beriman kepada enam Rukun iman (2:285, 4:136) dan Hadits Ketika Nabi ditanya Malaikat Jibril tentang iman, maka jawab Nabi. ”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, kepada Malaikat-Nya, kepada kitab-kitabNya, kepada Utusan-utusanNya, kepada Hari Kiamat dan hendaklah engkau beriman kepada Qodar yang baik dan yang buruk” (HR Muslim), barangsiapa yang mengingkari salah satunya maka ia telah mengingkari seluruh Rukun Iman.

1. Iman kepada Allah SWT . Konsekuensinya : mencintai Allah SWT [2:165]. Tanda-tandanya: lihat QS 8:2. Akibatnya: ikh1ash dalam menjalankan perintah-perintahNya.
2. Iman kepada Malaikat [50:16-18]. Konsekuensinya: tidak mungkin Seorang mu’min berbuat ma’siat karena selalu ditongkrongi Malaikat.
3. Iman kepada Kitab-Kitab [2:2, 20:1-3] Konsekuensinya: menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
4. Iman kepada Nabi dan Rasul [33:40]. Konsekuensinya: mencintai dan mengikutinya [3:31-32].
5. Iman kepada Hari Akhir [3:185]. Konsekuensinya: mempersiapkan diri untuk menghadapiNya.
6. Iman kepada Takdir [22:7]. Konsekuensinya: berprinsip bahwa “Janganlah kita mempersoalkan apa-apa yang Allah ingin lakukan terhadap kita, tetapi kita harus melakukan apa-apa yang Allah ingin dari kita.”

Referensi
• Paket BP Nurul Fikri, Al-Iman
• DR. Muhammad Na’im, Yang Menguatkan Yang Membatalkan Iman,
• Abdul Majid Al-Zandany ,dkk, Al-Iman.

 

 Makna Alhamdulillahirobbil ‘alamin

Makna Alhamdulillah

Alhamdu = pujian terhadap suatu kebaikan yang didasari oleh ikhtiar.

Allah memiliki prestasi yang tak mungkin disamai oleh manusia. Allah SWT dipuji atas keindahan nama-namaNya dan kebaikan perbuatanNya. Dalam Qur’an pujian terhadap Allah seperti dalam QS. 14: 39, QS. 27: 15 dan 93.

Alasan Allah dipuji:
– Allah Maha Pembuat Prestasi [40:62]
– Allah Maha Indah dalam nama-namaNya [20: 8, QS 7:180]
– Allah maha baik dalam perbuatannya [32:7)
– Allah mencipta segala sesuatu berdasarkan pengetahuan iman kehendaknya [ 20: 111]

Makna Robbul’ alamin
• Rabb = Pemilik yang mengatur urusan hambaNya .
• Al-‘Alamin= apa yang diketahui, berarti alam manusia dan jin dan kelompok-kelompok mereka 17. 80 dan 3: 42] .
• Sekurang-kurangnya harus ada 4 kata sekaligus untuk dapat menterjemahkan Rabb secara tepat dan sempurna, yaitu:

1. Allah sebagai Pencipta [2: 164]
Manusia tidak mencipta, ia hanya merekayasa, membuat dan menyusun. Manusia membuat sesuatu karena diilhami oleh fenomena ciptaan Allah, contoh helikopter yang diilhami oleh capung, sistem radar yang diilhami oleh cara kelelawar terbang di gua gelap. Sekalipun ia merekayasa atau menyusun bentuk baru pasti bahan bakunya diambil dari ciptaan Allah juga. A11ah sebagai pencipta menantang manusia untuk menciptakan lalat, dalam QS.15:73.

2. Allah sebagai Pemilik [14:2] Siapa yang mencipta pasti memiliki. Aksioma ini tidak berlaku bagi manusia, tapi berlaku mutlak bagi Allah SWT, karena Allah SWT mencipta atas iradat dan kehendakNya sendiri. Allah Pencipta dan otomatis Allah sebagai Pemiliknya.

3. Allah sebagai Pemelihara [15:9]
Allah memiliki sesuatu yang ia ciptakan sendiri, oleh karena itu Ia tidak akan lalai untuk menjaga dan memeliharanya.

4. Allah sebagai Penguasa [15:16-27]
Allah adalah sebagai Pencipta, Pemilik dan sekaligus Pemelihara atas alam semesta ini, tentu saja Dia adalah Penguasa mutlak atas semua yang ada di dalamnya. Apabila ada satu saja urusan atau aturan yang dilakukan atau diberlakukan oleh manusia secara nyata-nyata bertentangan dengan aturanNya, berarti manusia telah subversif kepadanya. Nauzu billaahi min dzalik!

Referensi
• Paket BP NurulFikri, Setetes Basmalah dan Hamdalah dalam Lautan Al-Fatihah
• Allamah, Thabathaba’i Tafsir AI- Mizan, Mengupas Surat Al-Fatihah, CV Firdaus

 

 

 

 

 

Ikhlas

I. Pendahuluan

Ikhlas berkaitan dengan niat. Ikhlas identik dengan kegiatan membersihkan dan memisahkan dari sesuatu yang kotor menjadi bersih. Seorang muslim dalam beramal dimulai dari niatnya. Niat itu pulalah yang akan menghantarkan ia pada pahala yang melimpah atau tidak sama sekali.

Dalam sebuah hadits disebutkan, Rasulullah SAW bersabda, “sesungguhnya amal itu tergantung dengan niatnya dan sesungguhnya bagi seseorang itu apa yang diniatkannya. Barang siapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu menuju Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa berhijrah karena harta yang ingin diraihnya atau karena perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu untuk sesuatu yang menjadi tujuan hijrahnya.” (HR. Bukhari-Muslim)

II. Hakikat Ikhlas

Ikhlas berada dalam hati demikian pula dengan lawannya yaitu syirik, keduanya senantiasa berebut tempat di hati manusia. Oleh sebab itu tempat ikhlas ada di dalam hati dan hal itu berkaitan dengan tujuan dan niat seseorang.
Disebutkan bahwa hakikat niat itu mengacu kepada respon berbagai hal yang membangkitkannya. Bila faktor pembangkitnya hanya satu maka perbuatan itu disebut ikhlas dalam kaitannya dengan apa yang diniatkan. Istilah ikhlas itu khusus berkenaan dengan tujuan semata-mata mencari taqarrub kepada Allah dan pelakunya disebut mukhlis.

III. Cara Untuk Mengenali Ikhlas

Motivasi seseorang untuk beramal banyak sekali. Oleh karena itu kita perlu mengenali tujuan dari amal kita agar motivasinya tidak tercampur dengan yang lain, seperti riya’ atau kepentingan-kepentingan nafsu lainnya.

Salah satu contoh motivasi yang telah tercampur dengan motivasi yang lain misalnya orang yang berpuasa untuk memanfaatkan perlindungan yang dapat dicapai melalui puasa tersebut disamping niat taqarrub. Contohnya antara lain: orang yang pergi haji untuk memperoleh kesegaran suasana untuk bepergian.

Oleh karena itu, para penempuh jalan akhirat harus mencermati amal perbuatan mereka dan memperbaharui niat mereka. Tidak setiap tujuan dalam suatu amal dapat membatalkan amal. Karena itu, siapa yang berpuasa dengan tujuan bertaqarrub kepada Allah dan mencapai kesehatan maka tidak merusak keikhlasannya. Bahkan jika kesehatannya itu diniatkan untuk memperkuat diri dalam mengamalkan kebaikan maka pahalanya semakin bertambah. Jika ia memaksudkan untuk hak dirinya maka pahala keikhlasan kepada Allah lebih banyak.

Singkatnya, setiap kepentingan duniawi yang disenangi nafsu dan dicenderungi hati sedikit ataupun banyak, apabila merambah ke dalam amal maka dapat mengeruhkan kejernihannya. Manusia senantiasa terikat dalam kepentingan-kepentingan dirinya dan tenggelam dalam berbagai syahwatnya sehingga jarang sekali amal perbuatan atau ibadahnya dapat terlepas dari kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan sejenis itu.

Akan tetapi hal yang menjadi perhatian adalah apabila tujuan asalnya berupa taqarrub lalu terkontaminasi oleh hal-hal di atas, kemudian kotoran-kotoran ini berada pada tingkat mu’awanah (mendukung).

Jadi, pengetahuan tentang hakikat ikhlas dan pengamalannya merupakan lautan yang dalam, semua orang tenggelam di dalamnya kecuali sedikit, yaitu orang-orang yang dikecualikan dalam firman-Nya: “Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka” (QS. Al Hijr : 40). Maka hendaklah seorang hamba sangat memperhatikan dan mengawasi hal-hal yang sangat mendetil ini. Jika tidak, maka akan tergolong kepada pengikut syaithan tanpa menyadarinya.

IV. Manfaat Ikhlas

1. Hidup akan tenang karena hati selalu berjaga-jaga untuk mengevaluasi dan meluruskan niat dalam beramal
2. Selalu dimudahkan dalam segala urusannya
3. Memiliki orientasi hidup yang mampu menjangkau jangka panjang yaitu akhirat
4. Pemberat/penambah pahala dalam beramal
5. Mendapat posisi sebaik-baiknya Hamba di sisi Allah dan juga manusia.

V. Penutup

Apabila keikhlasan telah bersemayam di dalam diri, maka setiap amal akan diberkahi oleh Allah SWT. Setiap orang akan berlomba-lomba untuk memberikan amalan terbaiknya karena ia menyadari buah dari ilmu dan keikhlasan adalah amal shaleh.

Referensi :

1. Tadzkiyatun Nafs, Said Hawwa
2. Membina Angkatan Mujahid, Said Hawwa

 

 

Mengembangkan Potensi Diri

 

Salah satu anugerah terbesar yang Allah SWT berikan kepada kita adalah diciptakan-Nya kita menjadi manusia (QS. At Tiin (95) : 4). Sebagai makhluk yang dimuliakan Allah, manusia diciptakan secara sempurna. Potensi-potensi yang dimilkikinya dapat membawa kemuliaan dan keutamaan serta dapat menjalankan amanah. Berbagai macam kelebihan ini menyebabkan manusia memperoleh satu kehormatan sebagai manusia.

Terkadang anugerah sebagai manusia inilah yang sering kali dilupakan. Kita sibuk memikirkan dan menghitung kelebihan orang lain. Kita merasa menjadi orang yang tidak beruntung. Sering kali kita menghitung kekurangan dan ketidakberuntungan kita dibandingkan dengan orang lain. Padahal setiap insan memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak ada satu manusia pun yang sama karakternya, walau pun mereka kembar identik. Oleh karena itu, masing-masing kita pada dasarnya memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain, tinggal bagaimana kita menggalinya dan mengasahnya.

Sebagai makhluk ciptaan yang mendapat posisi mulia, kita wajib mensyukuri nikmat itu dengan cara mengenali dan mengembangkan potensi diri untuk kemaslahatan dan kebaikan. Oleh karena Allah yang telah menciptakan kita berarti syukur manusia dilakukan dengan cara beribadah dan beramal sholeh.

I. Mengenal Potensi Diri

Pernahkah terlintas dalam benak kita untuk apa Allah SWT menciptakan kita dalam bentuk tubuh yang sebaik-baiknya? Apa maksud dan tujuannya? Bilakah kita perhatikan sekeliling kita dan diri kita. Bersyukurlah bila keadaan fisik kita terlahir secara lengkap dan berfungsi dengan baik. Fisik manusia yang telah Allah ciptakan ini bertujuan untuk menunjang pelaksanaan tugas-tugas kekhalifahan yang telah diamanahkan oleh Allah SWT kepada manusia sejak awal penciptaannya (QS Al Baqarah (2) : 30)

Fisik kita adalah sarana penunjang utama dalam beraktivitas. Sebagai makhluk Allah, kita diperintahkan untuk beribadah kepada-Nya. Pelaksanaan itu membutuhkan fisik yang kuat dan sehat. Salah satu cara untuk mensyukurinya adalah dengan merawat fisik kita agar tetap sehat dan prima. Upaya dari hal-hal yang dapat membuat fisik kita rusak fungsinya harus kita hindari.

Kita perlu sadari bahwa sukses atau gagalnya seseorang, beruntung atau meruginya seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh keterampilan atau keahlian fisiknya. Akan tetapi tingkah laku sehari-hari turut menentukan berhasil tidaknya seseorang.

Setiap individu memiliki kelebihan sendiri seperti bakat, keterampilan, kecenderungan sehingga dengan semua itu, ia menjadi manusia yang syukur nikmat dan berdaya guna. Penggalian minat, bakat, keterampilan dan kecenderungan perlu diasah sedini mungkin, yakinlah bahwa Allah telah menciptakan kita di dunia dengan spesialis dan bawaan yang hanya dimiliki oleh kita saja. Allah tidak membuat kopiannya lagi. Masing-masing kita adalah ciptaan yang berkategori “Master Piece”, tidak ada yang sama, jika kita tidak mengenali dan mengasah potensi diri kita, sama saja kita tidak bersyukur atas karunia-Nya.

Allah berfirman: “Katakanlah : tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (QS. Al Israa’ (17) : 84). Hamka menjelaskan, bahwa kata syaakilah yang terdapat pada ayat di atas diartikan ‘bawaan’ atau ‘bakat’. Beliau menjelaskan lebih lanjut, bahwa tiap-tiap manusia itu ada pembawaannya masing-masing yang telah ditentukan oleh Allah SWT sejak masih dalam rahim ibu. Pembawaan/bakat, Allah ciptakan bermacam-macam, sehingga yang satu tidak serupa dengan yang lain. Maka menurut ayat tersebut, manusia diperintahkan bekerja selama hidup di dunia ini, menurut bawaannya masing-masing.
Fenomena yang sekarang ini terjadi tidak setiap orang dapat melakukan sesuatu yang sangat baik, atau menjadi seseorang yang menjadi sangat mampu pada bidang tertentu. Sebab pada dasarnya setiap orang memiliki kemampuan yang istimewa pada diri sendiri untuk bisa mengasah dan mengembangkannya. Selain itu juga, tidak setiap orang bisa melakukan segalanya, karena masing-masing orang memiliki kemampuan khusus pada bidang tertentu, tetapi lemah pada bidang lain. Disinilah letak manusia untuk saling mengisi satu dengan yang lain. Oleh karena itulah jangan menyia-nyiakan setiap pemberian Allah berupa fisik dan kemampuan lainnya sekecil apapun. Mungkin saja dari sekian kemampuan kita, salah satunya menghantarkan kita pada kesuksesan dalam hidup ini.

II. Membangun Harga Diri dan Mengembangkan Potensi

Seorang muslim harus menyadari posisinya di sisi Allah dan bagaimana kita memaksimalkan apa yang Allah berikan pada diri kita dalam rangka memaksimalkan ibadah kita kepada-Nya sebagai tanda syukur.

Ketahuilah, Allah SWT telah menciptakan manusia mempunyai kelebihan dan keutamaan dibandingkan makhluk lainnya. Oleh karena itu manusia mendapatkan posisi yang mulia dan mendapat keutamaan sehingga diperuntukan seluruh alam beserta isinya untuk dikelola, dengan demikian manusia memiliki amanah untuk menjaga itu semua. (QS. Al Israa’ (17) : 70, Luqman (31) : 20, Al Ahzab (33) : 72)

Seorang muslim harus bangga pada aqidah yang dimilikinya serta bersedia menjalankan ibadah dengan penampilannya, karena hal tersebut maka akan menghasilkan ketaqwaan. Umat Islam akan mendaptkan izzah apabila mempunyai iman, kejujuran, kepercayaan, keloyalan, ketaatan, komitmen, pergerakan.

Membangun harga diri perlu dijelaskan melalui pendekatan bahwa manusia secara kemanusiaannya memiliki beberapa kelebihan, kemudian kewajiban untuk beribadah dan beberapa karakter umat Islam seperti yang telah disebutkan di atas akan menghantarkan kepada kebanggaan Islam.

Kunci usaha membangun harga diri adalah melalui da’wah Islam. Da’wah Islam menyeru manusia untuk menjalankan kewajibannya sebagai muslim dan mengajak umat Islam untuk memiliki karakter yang mulia. Jadi harga diri yang dimaksudkan adalah citra dan izzah sebagai seorang muslim yang memiliki tugas Rahmatan lil’alamin dan sebagai hamba Allah SWT. Ia tidak akan pernah merasa besar karena bagaimanapun ia mengakui dan menyadari bahwa Allah-lah pemilik segala sesuatu termasuk dirinya.

Izzah yang dihasilkan dari membangun harga diri seorang muslim akan melahirkan sikap dan tingkah laku yang mandiri, tidak tergantung, tidak mau diperintah untuk berbuat kerusakan, serta mempunyai kreativitas, keyakinan diri dan agresif dalam mengembangkan diri.

Membangun harga diri dan mengembangkan potensi bagi seorang muslim harus diarahkan kepada peningkatan keimanan dan ketaqwaan. (QS. Ali Imran (3) : 139)

Selain itu harga diri dan mengembangkan potensi akan melahirkan kebersamaan dan persatuan karena adanya penyadaran bahwa setiap kita saling mengisi. Janganlah kita menjadi orang yang paling baik dan paling benar, bukankah setiap kita saling membutuhkan (QS. Ash Shaff (61) : 4)

Referensi :

1. Ma’rifatul Insan, DR. Irwan Prayitno
2. Menjadi Remaja Sukses, KH. M. Rusli Amin, MA
3. Takwinul Ummah, DR. Irwan Prayitno

 

 

Simbol Sukses

I. Pengertian Simbol Sukses

Simbol berarti abstraksi atau representasi dari suatu hal yang konkrit. Sukses dapat berarti berhasil mencapai sesuatu yang dikehendaki atau diinginkan. Sukses bersifat relatif bergantung dari pengetahuan tentang hakikat sukses yang sebenarnya.

Oleh karena itu yang dimaksud dengan simbol sukses adalah representasi untuk mencapai sesuatu yang dikehendaki dan diinginkan.

II. Langkah Hidup

Langkah-langkah untuk mencapai sukses dalam kehidupan disebut langkah hidup.

1. Pikiran adalah langkah hidup

Pikiran manusia bukan saja sebagai alat, tetapi juga merupakan suatu kontrol/kendali. Karena pikiran juga merupakan suatu kendali berarti ikut menentukan apa-apa yang kita lakukan. Itulah sebabnya kita harus hati-hati dalam memberi masukan ke dalam otak kita. Kita harus selalu memeriksa isi pikiran kita dan mengisinya dengan pikiran kita.

2. Ucapan adalah langkah hidup

Ucapan adalah nilai dan isi yang terkandung di dalamnya. Ucapan yang memiliki nilai dan isi yang baik akan menyelamatkan kita, sebaliknya ucapan yang buruk akan membinasakan kita. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah berkata yang benar atau diam.” (HR. Bukhari Muslim)

3. Tindakan adalah langkah hidup

Seseorang membutuhkan tindakan untuk mencapai sukses. Jika tindakan (amal) yang dilakukan itu kebajikan, maka berlakulah barang siapa yang menanam dia akan memetik hasilnya. Sebaliknya tindakannya berupa kemaksiatan, maka berlakulah barang siapa menggali lubang maka ia akan terperosok ke dalamnya. Kedua prinsip tersebut berlaku di dunia dan di akhirat, atau kedua-duanya. Bukankah manusia hanya berusaha sedangkan Allah yang menentukan? (QS. Ar Rad (13) : 11)

III. Simbol Sukses dan Simbol Gagal

Pikiran, ucapan dan tindakan adalah faktor internal manusia. Ketiganya merupakan langkah hidup. Setiap langkah hidup yang makin mendekatkan seseorang ke tujuan yang dikehendaki disebut sebagai simbol sukses. Sedangkan sebaliknya adalah simbol gagal.

Faktor eksternal yang juga menentukan langkah hidup diantaranya adalah lingkungan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya bergaul dengan teman yang baik dan orang yang jahat adalah seperti bergaul dengan minyak wangi dan pandai besi. Teman penjual minyak ewangi itu boleh jadi akan memberi minyak wangi kepadamu atau kamu dapat membelinya atau paling tidak kamu akan mendapat bau harum darinya. Sedangkan teman pandai besi boleh jadi akan membuat pakaianmu berlubang (terbakar) atau paling tidak kamu ikut hangus dengannya.” (HR. Bukhari-Muslim)

IV. Peranan Niat dalam Mencapai Sukses

Kita harus yakin bahwa sukses yang kita kejar di dunia ini semata-mata karena mengharap ridha-Nya. Bukan karena mengharapkan ridha manusia.

V. Sukses di atas Sukses

Menurut Al Qur’an yang dimaksud orang yang sukses adalah orang yang masuk ke dalam surga dimana Allah ridha kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah. Dengan demikian tujuan hidupnya adalah mencapai ridha Allah. (QS. Ali Imran (3) : 185, Al Bayyinah (98) : 8)

VI. Tiga Tipe Manusia

1. Tipe manusia yang memiliki simbol gagal. Gagal di dunia dan di akhirat.
2. Tipe manusia yang memiliki simbol sukses, tapi tidak memiliki niat ikhlas. Sukses di dunia, gagal di akhirat.
3. Tipe manusia yang memiliki simbol sukses dan didasari oleh niat yang ikhlas. Sukses di dunia dan di akhirat.
Referensi : 

1. Simbol Sukses, Paket BP NF
2. Materi Tutoring Agama Islam, SMUN 1 Bogor

 

Belajar dan Etikanya

I. Pendahuluan

Manusia dilahirkan dalam keadaan tak berilmu, lemah dan tidak memiliki apa-apa. Allah kemudian menganugerahi akal sehingga manusia memiliki fitrah untuk mencintai pengetahuan. Pengetahuan inilah yang akan mengajarkan manusia untuk menyingkap apa-apa yang tidak diketahuinya dan menjadikan dirinya mampu mengenal diri dan segala sesuatu di sekelilingnya. (QS. An Nahl (16) : 78 – 81)

Melalui pendengaran, penglihatan, pengamatan hati dan pemikiran, manusia mampu mempelajari dan menyingkap kode etik dan hakikat semua ciptaan Allah SWT. Dengan kemampuannya, manusia menggali ilmu dunia dan menggapai ilmu diniyah, dengan satu catatan manusia tersebut mempunyai keinginan yang kuat dan tekad yang bulat untuk menuntut ilmu serta mampu menyingkap gemerlapnya dunia. Tujuan penyingkapan tersebut adalah tidak lain dan tidak bukan demi mengutamakan keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Bagi seorang muslim, tidak dibenarkan hidup dalam keadaan terlepas dari ilmu. Ilmu akan mengajak orang yang beriman memiliki kualitas dalam ibadah dan prioritas amal yang terarah. Seorang ulama pernah berkata, “Hendaklah bagi yang belum mampu menjadi seorang alim (pakar) agar selalu belajar. Bagi yang belum sempat belajar, hendaklah menjadi pendengar yang baik. Jika tidak sempat juga, maka jadilah orang yang mempunyai ilmu dan orang-orang yang berilmu.

II. Pentingnya Ilmu

Ilmu begitu penting bagi kehidupan manusia. Ilmu merupakan sarana untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa menghendaki (kebahagiaan) dunia, maka hendaklah dengan ilmu, barang siapa menghendaki (kebahagiaan dunia dan akhirat) maka hendaklah dengan ilmu.” (HR. Muslim)

Allah SWT menegaskan bahwa dengan berilmu manusia akan mendapat karunia yang banyak. Firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah (2) : 269, “Allah memberi hikmah (ilmu) kepada siapa yang Dia kehendaki dan barang siapa yang dianugerahi hikmah (ilmu) tersebut maka ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.”

Majelis untuk menuntut ilmu pun diibaratkan sebagai taman surga di dunia. Ibnu Umar ra. berkata, Nabi SAW bersabda: “Jika kalian melewati taman surga maka perbanyaklah berdzikir .”Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah apa yang dimaksud dengan taman surga?” Rasulullah SAW menjawab, “Yaitu kelompok-kelompok dzikir, sesungguhnya Allah mempunyai utusan dari malaikat yang mencari kelompok-kelompok dzikir. Jika mereka datang ke kelompok-kelompok dzikir tersebut maka mereka mengelilinginya sambil mendo’akan anggota kelompok tersebut hingga berakhir majelis dzikir.” (HR. Bukhari)

III. Membetulkan Niat

Hal yang dibutuhkan dari seorang penuntut ilmu adalah membetulkan niat, berusaha untuk ikhlas dan membersihkan dirinya dari tujuan-tujuan lain. Ia bertekad untuk mengamalkan ilmunya demi mencari keridhoan Allah SWT dan kebaikan akhirat kelak. Ia tidak menjadikan tujuan dan niatnya untuk membodohi orang-orang awam, memeras orang kaya, menjilat penguasa, mengejar kekayaan, mengharapkan pangkat dan tujuan-tujuan sebatas itu.

IV. Kesinambungan Belajar

Ilmu pengetahuan laksana hamparan laut yang tak bertepi. Laut yang sangat luas dan dalam. Setiap kali orang mendalaminya setiap kali itu pula terbuka pintu-pintu baru. Dalam suatu kisah diceritakan bagaimana orang-orang terdahulu haus akan ilmu dan berusaha mencarinya. Suatu hari Hasan pernah ditanya oleh seorang laki-laki yang telah berusia 80 tahunan, “Apakah ia masih baik untuk mencari ilmu?”, Hasan lalu menjawab, “jika ia masih baik untuk hidup, mengapa tidak?”

Istilah belajar tidak mengenal kata berhenti. Ketika kita berhenti maka kita telah membatasi diri kita untuk memperoleh karunia yang banyak dari Allah SWT. Ilmu tidak hanya didapat dari bangku sekolah saja. Akan tetapi dimanapun kita berada kita dapat mengambil pelajaran dari setiap kejadian dan peristiwa yang ada baik dari diri kita maupun sekitar kita. Dengan demikian kita akan menjadi orang yang mensyukuri nikmat Allah SWT.

V. Memahami Gaya Belajar

Sebagaimana penciptaan manusia yang memiliki perbedaan ciri antara satu dengan yang lainnya, belajar juga memiliki gaya yang berbeda antara manusia yang satu dengan yang lain. Perbedaan ini seringkali salah dipahami oleh kita atau orang lain. Ketika ada seseorang yang tidak mampu menghapal dengan cepat ketika ia harus duduk dengan manis disuasana yang hening, kadang dianggap memiliki tingkat daya tangkap yang rendah.

Di sisi lain kata belajar mengandung makna keterpaksaan, kegiatan yang melelahkan dan menjemukan. Kita harus berhadapan dengan buku selama beberapa jam. Namun ketika kita sedang melakukan aktivitas membaca yang lain seperti komik misalnya, perasaan dan sikap kita langsung berbeda. Kita akan menikmatinya bahkan ikut hanyut bersama alur cerita. Tanpa terasa kita tak akan berhenti sebelum selesai membacanya. Seringkali komik/majalah yang kita baca kita ceritakan pada orang lain, karena kita menganggap isi ceritanya menarik. Kita menceritakan isi cerita tersebut dengan mudahnya tanpa harus bersusah payah menghapalnya.

Itulah belajar, seringkali kita menganggapnya beban sehingga kita menjadi sulit mencerna isinya. Selain itu sering kali kita merasa terganggu oleh gaya belajar teman/adik kita. Seluruh isi rumah mendengar suaranya. Ia berjalan hilir mudik tak tentu arah. Kita terganggu olehnya.

Setiap kita perlu memperhatikan kebiasaan dan kecenderungan dalam belajar. Kita harus mampu mengubah suasana belajar yang menjemukan menjadi kegiatan yang menyenangkan sama ketika kita membaca komik dan sejenisnya. Oleh karena itu yang terpenting yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana menyadari bahwa belajar itu sama mengasyikannya dengan membaca komik. Kita perlu memahami bahwa setiap individu mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar. Kita harus mengenalinya dan membuat suasana yang nyaman untuk kita belajar sambil beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

Ada pepatah yang mengatakan “Banyak jalan menuju Roma”, seperti itulah gaya belajar, banyak cara untuk belajar. Hal terpenting yang perlu kita ketahui adalah memahami tercapainya tujuan belajar yaitu cepat menyerap, mengatur dan mengolah informasi yang kita peroleh. Menurut Porter secara umum gaya belajar ada tiga macam, yaitu:

1. Visual

Sesuai dengan namanya visual berarti kita memiliki kecenderungan belajar ala sekolahan, duduk dengan tenang, memperhatikan apabila guru menerangkan dan memnghapal di tempat yang hening, selain itu point di bawah ini akan menggambarkan gaya belajar visual:

a. Berbicara dengan cepat
b. Mengingat apa yang dilihatnya daripada apa yang didengarnya
c. Lebih suka mencoret-coret ketika berbicara di telepon
d. Sering menjawab dengan jawaban singkat
e. Sering lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain
f. Pembaca cepat dan tekun
g. Seringkali bingung memilih kata untuk diucapkan padahal tahu apa yang harus diungkapkan

2. Auditorial

Biasanya orang yang memiliki gaya auditorial adalah orang yang lebih menggunakan alat pendengarannya. Ia pendengar dan pembicara yang baik. Hal di bawah ini akan menggambarkannya:

a. Biasanya suka berbicara sendiri
b. Lebih suka mengikuti seminar daripada membaca buku lebih suka mengobrol dibandingkan dengan membaca
c. Lebih suka mengobrol dibandingkan dengan membaca
d. Lebih suka bercerita daripada menulis
e. Mudah terganggu oleh keributan
f. Berbicara dengan irama yang berpola
g. Biasanya pembicara fasih
h. Lebih suka berdiskusi dan menjelaskan panjang lebar
i. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama dan warna suara
j. Senang membaca dengan keras dan mendengarkannya

3. Kinestetik

Orang yang memiliki gaya kinestetik biasanya adalah tipe yang tidak bisa diam, agak lambat dalam berbicara bila dibandingkan dengan kedua gaya di atas. Hal di bawah ini akan melengkapi gambarannya:

a. Merasa dapat berpikir lebih baik ketika bergerak atau berjalan
b. Ketika berbicara banyak menggerakkan anggota tubuh
c. Sulit untuk duduk diam
d. Menanggapi perhatian fisik
e. Lebih suka mempraktekkan daripada membaca instruksi
f. Menghapal dengan berjalan dan melihat (Lebih lanjut baca Quantum Learning, Bobby de Porter)

Setelah mengetahui gaya belajar ini kita dapat menyesuaikan metode pengajaran apa yang telah diadakan, di sekolah sehingga kita dapat beradaptasi dan tidak akan tertinggal dalam pelajaran. Pada bangku sekolah dari SD-SLTA, kegiatan belajar dan mengajar lebih sering menggunakan gaya visual sehingga bagi siswa yang bergaya belajar visual mudah untuk belajar, sedangkan bagi siswa auditorial apalagi kinestetik, seringkali dianggap guru sebagai siswa yang lambat dalam menangkap pelajaran. Di luar sekolah bagi siswa yang memiliki gaya belajar selain visual harus mengejar ketertinggalan dengan memaksimalkan gayanya sehingga ia dapat mengikuti pelajaran dengan baik.

Begitu pula ketika ia telah lulus dari SLTA, kondisi belajar di kampus tentu berbeda dari sekolah. Oleh karena itu setiap siswa harus segera beradaptasi dalam menyesuaikan gaya belajar di kampus. Bagi siswa visual yang biasanya mendapat nilai baik di SLTA nya belum tentu dapat memiliki nilai sama baiknya ketika ia melanjutkan ke perguruan tinggi.
 Di kampus mereka mulai merasakan bahwa kemampuan menyerap pelajaran di kampus mulai berkurang. Mereka mulai tertatih-tatih dalam menyesuaikan belajar di kampus. Terkadang bagi teman-teman visual merasa daya ingat dan kemampuan belajarnya sudah menurun, padahal kondisi belajar di kampus mengharuskan para siswa mendengarkan dosennya menerangkan selama berjam-jam.

Bagi siswa visual yang lebih senang menulis tentu bila harus mendengrkan pelajaran akan kesulitan dalam belajar karena ada perbedaan dari gaya belajar di kampus dengan gaya belajar dirinya.

Oleh karena itu kegagalan seseorang dalam belajar belum tentu karena ia tidak mampu, namun mungkin saja karena ia tidak menyadari ada perbedaan dalam belajar sehingga dirinya tidak beradaptasi melainkan menyalahkan dirinya yang merasa sudah berkurang daya ingatnya. Ketidakmengertian penyebab dari kelambatan daya tangkap inilah yang sebenarnya harus disadari. Ketidaksesuaian antara gaya pribadi dengan gaya di tempat belajar inilah yang harus dipahami yang kemudian dicari solusinya, sehingga ia akan mengetahui bahwa sesungguhnya ia tidak berkurang daya ingatnya tetapi hanya perlu beradaptasi dalam belajar di tempat yang baru.

Bagi pelajar visual ketika mereka memasuki dunia kampus maka mereka harus membawa catatan dan menulis hal-hal yang penting untuk membantu mereka mengurangi sifat lupanya bila mendapat penjelasan secara verbak dari dosen.
Bagi pelajar auditorial biasanya mereka merasa lebih mudah mengakap pelajaran karena sesuai dengan gaya dan kebiasaan mereka yang malas menulis, oleh karena itu sebaiknya mereka membawa alat rekam untuk merekam suara dosennya ketika menerangkan agar lebih mudah dalam belajar. Bagi pelajar kinestetik, sebaiknya ia membawa alat tulis untuk menggambar sesuatu kala ia jenuh dan duduk di barisan depan agar ia dapat melihat sentuhan fisik berupa gerakan dosen ketika ia memperhatikan pelajaran.

Dengan memahami gaya belajar kita masing-masing yang ternyata berbeda-beda, akan membantu kita menyadari bahwa ketika kita tidak dapat memahami kondisi belajar di suatu tempat, bukan berati kita tidak mampu namun mungkin ada ketidakcocokan antara gaya belajar kita dengan tempat tersebut. selain itu juga akan membantu kita untuk percaya pada kemampuan diri bahwa kita mampu menyerap pelajaran sehingga kegiatan belajar menjadi suatu yang menyenangkan dan kita tidak perlu lagi menyontek karena hanya akan menipu diri sendiri dan merugikan kita sendiri.
Referensi : 

1. Buah Ilmu, Ibnu Qoyyim al Jauziyah
2. Belajar dan Etikanya, DR. Yusuf Qordhowi
3. Quantum Learning, Bobby de Porter dan Mike Hemacki

 

 

 

HAK DAN KEWAJIBAN DALAM KELUARGA

I. Pendahuluan
Keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat. Potret kondisi masyarakat tercermin dari keadaan yang muncul dari keluarga. Semakin baik kondisi keluarga semakin baik juga masyarakatnya.

Awal mula manusia berinteraksi dan bersosialisasi adalah dari rumah. Dari rumahlah diajarkan segala aturan, hak dan juga kewajiban setiap individu. Segala proses pendidikan juga berawal dari sini. Tidaklah mengherankan bila keluarga memegang peranan penting dalam pondasi masyarakat.

Permasalahan sosial yang terjadi pada saat ini salah satu penyebabnya adalah akibat merenggang dan hancurnya sistem dalam keluarga baik sistem nilai maupun sistem aturan hak dan kewajiban.

Mengetahui hak dan kewajiban di dalam keluarga merupakan bagian dari realisasi keimanan dan adab kita sebagai seorang muslim. Perhatian yang besar ini merupakan aplikasi dari nilai-nilai Islam yang telah kita serap dan kita pahami bersama. Dengan mengetahui tugas dan tanggung jawab masing-masing di dalam rumah, pertikaian dan ketidakharmonisan akan hilang dengan sendirinya.

Hak kerabat dan sanak saudara merupakan hal yang ditegaskan secara tegas oleh Rasulullah SAW. Sabdanya: “Berbuat baiklah kepada ibumu, bapakmu, saudara perempuanmu dan saudara laki-lakimu, kemudian orang yang paling dekat denganmu kemudian seterusnya.” (HR. Nasa’i, Ahmad dan Al Hakim)

Rasulullah SAW bersabda: “Allah berfirman Aku adalah Tuhan Yang maha Rahman dan ini adalah rahim (sanak keluarga), Aku ambilkan namanya dari nama-Ku; Barang siapa yang menyambungnya maka Aku pasti menyambungnya dan barang siapa memutuskannya maka Aku akan menghancurkannya”. (Hadits qudsi, HR. Bukhari Muslim)

Ditanyakan kepada Rasulullah SAW: “Siapakah orang yang paling utama?” Nabi SAW bersabda, “Orang yang paling bertaqwa kepada Allah, paling banyak menyambung kerabatnya, paling banyak memerintahkan yang ma’ruf dan paling banyak mencegah yang munkar” (HR. Ahmad dan Thabrani).

II. Hak Orang Tua (Kewajiban Anak terhadap Orang Tua)

1. Hak Orang Tua yang Masih Hidup

a. Mendapat perlakuan yang baik
Dalil hadits: “Berbuat baiklah kepada kedua orang tua lebih utama ketimbang shalat, shadaqah, puasa, haji, umrah dan jihad di jalan Allah.” (HR. Abu Ya’la dan Thabrani)
b. Mendapat perawatan yang baik dari anak-anaknya hingga maut menjemputnya, terlebih lagi bila ia telah lanjut usia. “Anak tidak dapat membalas kedua orang tuanya hingga ia mendapati sebagai budak lalu membelinya dan memerdekakannya.” (HR. Muslim)

2. Hak Orang Tua yang telah wafat
Ada seorang laki-laki menghadap Rasulullah SAW dan bertanya, “Wahai Rasulullah masih adakah kewajiban untuk berbuat baik kepada orang tuanya yang telah wafat?” Rasulullah SAW bersabda: “Ya, mendo’akannya, memintakan ampun untuknya, menunaikan janjinya, menghormati temannya, menyambungkan kerabat yang tidak dapat disambung oleh orang tua.” (HR. Abu Daud, Ibnu Hibban dan Al Hakim)

III. Hak Anak (Kewajiban Orang Tua terhadap Anak)

1. Mendapat nama yang baik dan mengaqiqahkannya. Untuk perempuan satu ekor kambing dan untuk laki-laki dua ekor kambing.
Dalil hadits: “Setiap bayi tergadaikan oleh aqiqahnya, disembelihkan kambing untuknya pada hari ke tujuh dan dicukur rambutnya.” (HR. Muslim)

2. Bersikap lemah lembut dan sayang pada anak, tidak berbeda apakah itu anak perempuan ataupun anak laki-laki.
Dalil hadits: Aqra bin Habis melihat melihat Rasulullah SAW mencium cucunya Hasan, lalu Aqra berkata: “Sesungguhnya aku punya sepuluh anak, tetapi aku belum pernah mencium seorang pun diantara mereka” Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang tidak menyayangi tidak akan disayangi.” (HR. Bukhari)

3. Mendapat pendidikan dan pengajaran yang baik.

4. Mendapat makanan dan pakaian yang layak.

5. Dipisahkan ruang tidur anak laki-laki dengan anak perempuan bila sudah beranjak besar (Aqil Baligh).
Bagi sesama anak yang lebih tua menyayangi yang lebih muda dan yang lebih muda menghormati yang lebih tua. Saling menolong diantara mereka. Menjaga aib saudaranya dan juga menasihatinya bila melakukan kekhilafan.

IV. Hak Kerabat dan Sanak Keluarga

1. Dikunjungi/silaturahim
Dalil hadits: “Siapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizkinya maka hendaklah dia takut kepada Allah dan bersilaturahim kepada kerabat.”  (HR. Ahmad dan Al Hakim)
2. Selamat dari tangan dan lisannya. Maksudnya adalah tidak digunjingkan dan dianiaya.
3. Bersedekah/memberi hadiah
“Shadaqah yang paling utama adalah kepada kerabat yang memutuskan kekerabatan.” (HR. Ahmad, Thabrani dan Baihaqi)

V. Penutup

Demikianlah, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk saling memperhatikan dan menjaga hubungan sosial, khususnya dalam keluarga. Setiap anak akan menghornati dan menyayangi orang tua yang telah mendidik dan merawatnya, demikian pula sebaliknya.

Masing-masing individu akan menghargai satu dengan yang lainnya sebagai wujud syukur kepada Allah SWT.
Referensi : 
1. Tazkiyatun Nafs, Said Hawwa
2. Pribadi Muslim Tangguh, Musthafa Muhammad Thahan

 

 

Hukum Dalam Islam

 

I. Memahami Hukum Syariah

Memahami Islam tidak akan lengkap bila kita tidak mengetahui hukum-hukumnya. Melalui hukumlah aturan yang berasal dari nilai-nilai Islam dapat dilaksanakan. Dalam Islam ada dua macam: hukum taklifi dan hukum wadh’I.

Hukum taklifi adalah hukum yang menjelaskan tentang perintah, larangan dan pilihan untuk menjalankan atau meninggalkan suatu kegiatan/pekerjaan. Sebagai contoh: hukum yang menyangkut perintah seperti shalat, membayar zakat dll. Hukum wadh’I adalah hukum yang menyangkut sebab terjadinya sesuatu, syarat dan penghalang. Sebagai contoh: hukum waris.

II. Tujuan Hukum Syariah

Tujuan hukum syariah ada tiga macam, yaitu:
1. Pensucian jiwa, menjadikan muslim penyebar kebaikan bukan penyebab keburukan.
2. Menegakkan keadilan dalam masyarakat baik dengan sesama muslim maupun non muslim.
3. Bermanfaat bagi seluruh alam semesta tidak hanya manusia.

 

 

III. Sumber Hukum

Sumber hukum dalam Islam ada lima, yaitu:

1. Al Qur’an
2. As Sunnah
3. Ijma’ yaitu kesepakatan para mujahid dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW.
4. Fatwa sahabat
5. Qiyas

IV. Pembagian Hukum Taklifi

Berdasarkan jumhur ulama (pendapat mayoritas ulama), hukum terbagi menjadi lima macam, yaitu:

1. Wajib yaitu suatu perintah yang apabila tidak dilaksanakan berdosa. Wajib terbagi menjadi dua macam:

a. Wajib yang memiliki waktu yang luas disebut wajib muwassa. Keluasaan waktu itu memungkinkan kita untuk melaksanakan ibadah yang lain.
b. Wajib memiliki waktu yang terbatas disebut wajib mudhayyaq. Ibadah itu hanya dapat dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan dan tak dapat dilakukan diluar waktu tersebut. sebagai contoh puasa di bulan Ramadhan, ibadah haji di bulan Dzulhijah.

2. Sunnah yaitu perbuatan yang apabila dilaksanakan berpahala dan bila tidak dilaksanakan ia akan merugi walaupun tidak berdosa. Sunnah terbagi menjadi tiga macam:

a. Sunnah Muakkad, yaitu sunnah yang dijalankan oleh Rasulullah SAW secara kontinyu, contoh shalat dua rakaat setelah shubuh.
b. Sunnah Ghairu Muakkad, yaitu sunnah yang dilakukan tidak secara kontinyu, contoh: shalat empat rakaat sebelum zhuhur.
c. Sunnah di bawah keduanya, yaitu kebiasaan yang dilakukan Rasulullah SAW seperti bersiwak (sikat gigi).

3. Mubah yaitu kebebasan bagi muslim untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau meninggalkannya. Contoh makan, minum, dsb.

4. Makruh yaitu suatu larangan secara syara terhadap suatu perbuatan namun tidak bersifat pasti karena tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan tersebut, meninggalkan perbuatan tersebut terpuji dan mengerjakannya tercela.

5. Haram yaitu larangan untuk melakukan suatu pekerjaan baik yang ditetapkan berdasarkan dalil qath’i dan zhonni.

Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bila ditinggalkan perbuatan itu pelakunya akan mendapat pahala dan bila dilaksanakan berdosa. Haram ada dua macam, yaitu:

a.       Haram li-dzatihi, yaitu perbuatan yang diharamkan oleh Allah, karena bahaya tersebut terdapat pada perbuatan itu sendiri. Sebagai contoh makan bangkai, minum khamr, berzina, dll.
b. Haram li-ghairi/aridhi, yaitu perbuatan yang dilarang oleh syariat dimana adanya larangan tersebut bukan terletak pada perbuatan itu sendiri, tetapi perbuatan tersebut dapat menimbulkan haram li-dzatihi. Sebagai contoh jual beli memakai riba, melihat aurat wanita, dll.
Referensi : 
1. Ushul Fiqih, Prof. Muhammad Abu Zahrah

 

 

IQROBOOKSTORE /  IQROHERBAL     

PRODUK LENGKAP, DISKON SETIAP HARI, SETIAP HARI DISKON

TELP : (021)  84598427  HP/SMS/WA : 0812-8091926   

MENYEDIAKAN : BUKU BUKU ISLAM DARI BERBAGAI PENERBIT

Buku Buku Referensi Kuliah, Buku Cerita Anak, Komik Islam, Novel, Buku Kado Pernikahan, Buku Buku Best Seller Dll

ANEKA AL QURAN INDONESIA & TIMUR TENGAH ( MUSHAF UTSMANI )

Al Quran Mushaf  Utsmani, Quran  Hafalan, Quran Waqob Ibtida, Quran Terjemah Perkata, Quran Tajwid Warna, Quran Wanita, Quran Lansia, Quran Anak, Quran Per Juz, Dll

FILM FILM ISLAM, VCD & DVD BACAAN MURATTAL AL QURAN ANEKA IMAM TIMUR TENGAH, ANEKA SPEAKER AL QURAN

ANEKA HERBAL

Madu, Kurma, Habbatussauda, Minyak Zaitun, Sari Kurma, Air Zam Zam, Propolis, Qusthul Hindi, Sambiloto  Dll

 

Jl.Transad 4 No.7 Ujung Aspal Pondok Gede, Jatiranggon, Jatisampurna Bekasi

 




 



 

 

 


Komentar