Tidak ada pahlawan sejati yang besar yang tidak mempunyai struktur filosofi yang solid dan kuat. Filosofi adalah sebuah ruang kecil dalam kepribadian kita darimana seluruh tindakan diarahkan dan dikontrol. Tindakan-tindakan kepahlawanan. Orang-orang yang tidak mempunyai pikiran-pikiran kepahlawanan. Orang-orang yang tidak mempunyai pikiran-pikiran besar tidak akan terarahkan untuk melakukan tindakan-tindakan kepahlawanan.
Filosofi adalah kerangka pikiran yang terbentuk sedemikian rupa dalam diri kita dan berfungsi memberi kita ruang bagi semua tindakan yang "mungkin" kita lakukan. Semakin luas "kerangka berfikir" itu, semakin luas "wilayah tindakan" yang mungkin kita lakukan. Saya menyebutnya "wilayah kemungkinan". Setiap tindkan yang mempunyai wujud dalam pikiran kita akan segera masuk dalam wilayah kemungkinan. Pada saat sebuah tindakan masuk dalam wilayah kemungkinan itu, kita akan segera merasakan sesuatu yang ingin saya sebut sebagai "perasaan berdaya". Yaitu semacam keyakinan yang menguasai jiwa kita bahwa kita "mampu" melakukannya. Keyakinan itu saja sudah memadai untuk merangsang dorongan dari dalam jiwa kita untuk melakukannya. Begitulah akhirnya "tekad" terbentuk. Dan tekad seperti ini adalah "power" karena ia lahir dari perasaan berdaya.
Filosofi terbentuk dalam diri kita sebagai kumulasi dari kerja-kerja imajinatif. Adapun imajinasi itu sendiri merupakan bagian dari fungsi pikiran dan emosi sekaligus. Itu merupakan proses yang paling sublim dalam diri kita, tetapi sekaligus merupakan tahapan kreativitas yang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian kita. Seperti ketika kita menyusun kata menjadi kalimat, atau memadaukan warna menjadi gambar, atau menyerap selera ke dalam desain, seperti itulah imajinasi mempertautkan anak-anak pikiran menjadi sebuah filosofi.
Sebagian dari yang terekam dalam filosofi itu adalah cara memaknai suatu sisi kepahlawanan. Misalnya, cara Khalid bin Walid memaknai Jihad atau peperangan yang menjadi sisi kepahlawanannya. Ia pernah mengatakan, "Berada pada suatu malam yang sangat dingin untuk berjihad di jalan Allah lebih aku senangi daripada mendapatkan hadiah seorang pengantin perempuan cantik di malam pengantin".
Atau misalnya, cara Amr bin Ash memaknai keterampilan politik seorang pemimpin: "Jika sesorang pemimpin tahu bagaimana memasuki suatu urusan, maka ia harus tahu juga bagaimana keluar dari urusan itu. Sesempit apapun jalan keluar yang tersedia."
Atau misalnya, cara Umar bin Khathab memaknai akseptabilitas seorang pemimpin di mata Allah dalam sebuah pesannya kepada para pejabat di masa kekhilafahannya, "Ketahuilah kedudukan Anda di mata Allah dengan cara melihat tingkat penerimaan masyarakat kepada anda."
Akan tetapi, filosofi juga membicarakan harapan-harapan kita, arti kehormatan, sumber motivasi, apa-apa yang kita suka dan kita benci, proses pemaknaan terhadap sesuatu, fungsi keterampilan kepribadian, dan seterusnya. Pada akhirnya apa digambarkan oleh filosofi itu adalah keseluruhan kepribadian kita. Dan itulah kunci kepribadian kita.
Anis Matta
Komentar
Posting Komentar