PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN DALAM GERAKAN DA'WAH ISLAM
OLEH UST. ABU RIDHO
Alhamdulillah, menjelang weekend
ini mailbox saya kedatangan sebuah email dari seorang akh yang saya kenal baik,
berisikan lampiran sebuah dokumen transkrip taujih al fadhil ustadz Abu Ridho.
Taujih ini diberikan oleh ustadz Abu Ridho baru-baru ini dalam sebuah acara
muhasabah di Bogor. Ustadz Abu Ridho adalah salah seorang ustadz paling senior
di jamaah ini, dan juga salah satu perintis/pembawa manhaj ikhwan di Indonesia.
Isi taujih ini begitu lengkap, sehingga nyaris seluruh tema tulisan-tulisan di
blog ini sudah tercover olehnya. Hal pertama yang diulas ustadz dalam taujihnya
adalah prioritas dakwah. Apa yang paling penting bagi dakwah? Apakah kemenangan
pemilu/pilkadal? Apakah persentase perolehan suara? Apakah gedung DPP yang
megah? atau peningkatan ekonomi qiyadah? Bukan, bukan itu semua prioritas utama
dalam dakwah Islam melainkan penanaman akidah tauhid dengan memerintahkan
keikhlasan dalam beribadah dan berhukum pada hukum Allah.
Ustadz menjelaskan tujuan dakwah adalah menegakkan syariat Allah di muka bumi
ini, di mana sistem kehidupan yang mengarahkan manusia pada suatu penghambaan
hanya kepada Allah semata (tauhid uluhiyah). Apabila syariat Allah belum tegak,
maka beragam prosesi penghambaan kepada selain Allah akan marak dan terus
tumbuh subur, dan itu hanya bisa tegak dengan jalan dakwah pula.
Al-'Allamah Syaikh Yusuf al-Qaradhawi hafidzahullah menjelaskan di dalam kitab
Fiqih Prioritasnya, bahwa di antara ukuran yang patut dipedomani untuk
menjelaskan mana yang lebih patut dan utama untuk dipelihara, dan mana yang
didahulukan terhadap yang lainnya adalah perhatian terhadap urusan yang menjadi
perhatian Al Quran.
Apa urusan penting yang menjadi perhatian Al Quran, salah satunya seperti
firman Allah berikut ini:
Dan sungguhnya Kami telah
mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah Thaghut itu" (An Nahl: 36)
Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku." (Al Anbiyaa': 25)
"...Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama" (Az Zumar: 11)
Demikian pula pesan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam kepada Muadz bin
Jabal radhiyallahu 'anhu ketika diperintahkan untuk berdakwah ke Yaman, sbb:
"Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari ahli kitab. Maka
jadikanlah hal pertama yang engkau seru kepada mereka adalah persaksian tiada
ilah (sesembahan untuk diibadahi) selain Allah. Jika mereka sudah melaksanakan
itu, ajarkanlah mereka bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu..."
(Hadits Riwayat Imam Muslim, Kitab Al-Iman)
Satu-satunya jalan untuk itu semua adalah dakwah. Bagaimana dengan politik
praktis? Politik praktis atau mendirikan parpol itu hanya salah satu wasilah
dakwah, dari kacamata dakwah parpol sama saja dengan penggunaan mikrofon di
masjid, intinya tetap untuk dakwah. Sayangnya ada di antara dai hari ini saya
lihat sudah terbalik dalam hal ini, dakwahlah yang menjadi wasilah politik.
Jumlah perolehan suara pemilu, persentase kemenangan pilkadal, dst bukanlah hal
yang penting di dalam Islam, melainkan dakwah untuk menegakkan kalimat Allah di
muka bumi. Kekuasaan dan daulah sudah dijanjikan oleh Allah di dalam Quran
kepada orang-orang yang beriman, sbb:
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku... (An
Nuur: 55)
Perhatikan ayat di atas, janji Allah yang tidak akan tercederai sedikitpun.
Perhatikan kalimat terakhir dalam penggalan ayat di atas, sebuah esensi tauhid
uluhiyah, penyembahan semata hanya kepada Allah. Kurang shahih apa lagi semua
itu wahai ikhwah? Tidakkah ini semuanya bukti yang cukup mengenai prioritas
dakwah?
Masalahnya memang, jalan dakwah itu tidak mulus. Mursyid 'Amm kelima Al Ikhwan
Al Muslimun Syaikh Mushthafa Masyhur rahimahullah menjelaskan bahwa jalan
dakwah tidak ditaburi bunga-bunga harum, tetapi merupakan jalan sukar dan
panjang. Sebab antara yang haq dan batil ada pertentangan nyata. Dakwah
memerlukan kemurahan hati, pemberian dan pengorbanan tanpa mengharapkan hasil
yang segera, tanpa putus asa dan putus harapan. (buku Fiqh Dakwah, jilid 1, bab
"Penjelasan Umum Sekitar Jalan Dakwah")
Hal ini sudah diperingatkan oleh Allah di dalam Quran, di antaranya sbb:
"Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu..."
(Al An'aam: 10)
"Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan
tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan)
terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka..." (Al
An'aam: 34)
Dakwah juga harus dilakukan dengan keikhlasan, tanpa embel-embel upah atau
ketenaran. Sebagaimana perkataan para Nabi yang diabadikan oleh Allah di dalam
Quran, sbb:
"....Aku tidak meminta upah kepadamu..." (Al An'aam: 90)
"Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi
seruanku..." (Huud:
29)
Meskipun dakwah sudah memasuki
orbit politik dengan segala kilau godaan, tetap tidak boleh kehilangan fitur
keikhlasan ini, tidak boleh politik dijadikan sarana untuk mengumpulkan harta
dengan segala dalih, entah mengqiyaskan itu dengan ganimah, jizyah, mahar
politik, atau alasan menyesuaikan diri dengan lingkungan pergaulan yang juga
borju.
Ketika keikhlasan mulai "terganggu", biasanya mulai muncul berbagai
penyimpangan dalam dakwah. Syaikh Mushthafa Masyhur rahimahullah menjelaskan, demikian
penting keikhlasan dalam berdakwah sehingga Imam Hasan Al Banna rahimahullah
menjadikannya salah satu bagian dari arkanul bai'ah. Menurut beliau, pengertian
ikhlas ialah menunjukkan semua ucapan, amal dan jihadnya hanya kepada Allah
semata. Karena mencari ridha dan kebaikan pahalaNya tanpa mengharapkan
keuntungan, popularitas, kehormatan dan reputasi. Dengan keikhlasan ini
seseorang akan menjadi pengawal fikrah dan aqidah, bukan menjadi pengawal
kepentingan dan keuntungan. (Fiqh Dakwah, bab "Bentuk-Bentuk Penyimpangan
Dakwah")
Penyimpangan dakwah dapat berbentuk penyimpangan tujuah (ghayah), sasaran
(ahdaf), iltizam atau komitmen jamaah, pemahaman (fahm), sarana (wasilah),
langkah (khiththah), dll. Ustadz Abu Ridho menjelaskan berbagai jenis penyimpangan
ini terutama dalam konteks kondisi terkini yang saat ini terjadi di PKS,
mudah-mudahan bisa menjadi bahan renungan untuk kita semua demi perbaikan dan
kebaikan jamaah dan umat ini. Amin.
Semoga Allah melimpahkan kebaikan
kepada ustadz Abu Ridho, tetap istiqomah untuk menjaga kelurusan dakwah ini. –
DOS
Alhamdulillah gerakan da'wah ini
di Indonesia ini telah mencapai usia seperempat abad. Suatu usia yang tidak
bisa lagi dipandang kanak-kanak. Ia telah dewasa dan melebihi usia baligh. Oleh
karenanya, setiap muncul permasalahan yang menyangkut kehidupan gerakan ini
mestilah diselesaikan secara mandiri dengan pendekatan yang bijak dan arif.
Berbagai peristiwa yang menghiasi perjalanan pergerakan ini, dari yang
menyenangkan hingga yang menegangkan, dari masalah da'wah hingga daulah, tentu
akan menjadi modal bagi proses pendewasaan gerakan da'wah ini. Beragam problema
yang menggeluti pergerakan ini, niscaya akan menjadi suplemen yang akan
mempercepat proses pembesaran tubuh gerakan ini, apabila disikapi secara
positif.
Apabila gerakan ini istiqamah memegang prinsip-prinsip Islam dan setia
mengikuti manhaj da'wah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, saya yakin,
gerakan ini akan selamat mencapai tujuannya, walaupun dalam perjalanannya kerap
ditimpa badai yang dahsyat. Tetapi sebaliknya, apabila gerakan ini menyimpang
dari prinsip dan manhaj yang diajarkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam,
maka yakinlah bahwa gerakan ini tidak akan berumur panjang. Dia akan mudah
jatuh terjerembab, walaupun hanya terantuk kerikil kecil.
Dalam kesempatan ini saya akan mengungkapkan beberapa bentuk
penyimpangan-penyimpangan dalam gerakan Islam yang dapat menjadi batu sandungan
bagi keberlangsungan gerakan da'wah Islam. Pembahasan ini sengaja saya
sampaikan agar para aktifis da'wah dapat terhindar dari sandungan-sandungan
yang membahayakan ini.
Jalan Da'wah adalah Jalan Satu-satunya
Tujuan da'wah Islam adalah li i'laa-i kalimatillah, untuk menegakkan syari'at
Allah di muka bumi ini. Yaitu tegaknya suatu system kehidupan yang mengarahkan
manusia pada suatu prosesi penghambaan hanya kepada Allah saja. Apabila
syari'at Allah belum tegak, maka beragam prosesi penghambaan kepada selain
Allah akan marak dan terus tumbuh subur.
Untuk mencapai tujuan tersebut, hanya ada satu jalan, yaitu: jalan da'wah.
Inilah jalan yang telah ditempuh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan
Rasul-Rasul sebelumnya, juga para shiddiqin, syuhada dan shalihin, sebagaimana
wasiat Allah swt kepada Rasul-Nya:
"Dan inilah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah engkau
ikuti jalan-jalan lain, karena itu semua akan menyesatkanmu dari jalan-Nya.
Itulah yang telah diwasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa." (QS.
Al-An'am:153)
Di atas jalan inilah Rasulullah beserta pengikut-pengikutnya melangkah,
walaupun jalan tersebut berliku, terjal, penuh onak duri bahkan
binatang-binatang buas yang siap menerkam. Beliau dan pengikutnya tidak akan
berhenti hingga tidak ada lagi fitnah dan sistem Allah (Dienullah) tegak di
muka bumi ini secara total.
"...hingga tidak ada lagi fitnah, dan Dien seluruhnya adalah milik
Allah." (QS. Al-Anfal:39).
Sehubungan dengan ini Imam Hasan Al-Banna rahimahullah menyatakan, "Jalan
da'wah adalah jalan satu-satunya. Jalan yang dilalui Rasulullah Shallallahu
'alaihi wasallam dan para sahabatnya.Jalan yang juga dilalui para da'i yang
mendapat taufiq Allah. Bagi kita, jalan ini adalah jalan iman dan amal, cinta
dan persaudaraan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengajak para sahabat
kepada iman dan amal. Menyatukan hati mereka dengan jalinan cinta dan
persaudaraan. Maka, terhimpunlah kekuatan aqidah yang menjadi kekuatan wahdah
(persatuan). Jadilah mereka jama'ah yang ideal. Kalimatnya pasti tegak dan
da'wahnya pasti menang, walaupun seluruh penduduk bumi memusuhinya."
Beliau memilih jalan yang telah
dilalui Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam ini dengan berlandaskan pada
tiga kekuatan: kekuatan aqidah dan iman, kekuatan wahdah dan irtibath (jalinan
yang kohesif), serta kekuatan senjata dan militer.
Beliau juga menentukan tahapan-tahapan perjuangan da'wah dan aktivitas gerakan,
yaitu marhalah ta'rif (tahap pengenalan), marhalah takwin (tahap pengkaderan)
dan marhalah tanfidz (tahap operasional). Disamping juga menetapkan target dan
sasaran yang berjenjang melalui proses tarbiyah, yaitu:
*Terbentuknya pribadi muslim yang ideal
*Terwujudnya keluarga muslim yang bertaqwa
*Terbinanya masyarakat muslim yang responsif terhadap seruan Allah
*Tegaknya pemerintahan Islam yang berlandaskan syari'at Allah.
* Tegaknya Daulah Islamiyah di bawah koordinasi Khilafah Islamiyah, hingga
menjadi tauladan dunia, dengan idzin Allah.
Demikianlah beliau dengan para ikhwan lainnya memahami dan mengamalkan Islam
dalam seluruh aspek kehidupan. Dan dalam mengorganisir gerakan da'wahnya,
beliau tentukan rukun bai'at yang sepuluh (arkaul bai'at al-‘asyarah), dan
menjadikan faham (pemahaman) sebagai rukun bai'at yang pertama dan utama.
Kemudian meletakkan prinsip-prinsip yang dua puluh, sebagai kerangka yang
menjelaskan pemahaman ini.
Gerakan Ikhwanul Muslimin yang beliau dirikan inilah yang menginspirasi
munculnya gerakan-gerakan Islam lain di seluruh penjuru dunia. Termasuk
gerakan-gerakan Islam di Indonesia sebagian besar merujuk pada manhaj da'wah
yang dirumuskan oleh para ulama Ikhwan.
Penyimpangan Dalam Gerakan Da'wah
Setelah mengalami berbagai kendala, ujian dan cobaan, alhamdulillah gerakan
da'wah kita semakin diperhitungkan oleh banyak kalangan, terutama setelah
gerakan ini memasuki mihwar siyasi (orbit politik) dengan memunculkan sebuah
partai da'wah. Tentu banyak nilai positif yang dapat kita petik dari kehadiran
partai da'wah ini, disamping ada pula ekses-ekses negatifnya, bagi da'wah itu
sendiri.
Semakin besar dukungan masyarakat
terhadap partai ini, tentu semakin besar pula beban tanggung jawab yang harus
dipikul. Adalah manusiawi apabila dalam proses perjalanan gerakan da'wah di
ranah politik ini ada oknum-oknum aktifis da'wah (da'i) yang tergelincir dari
jalan da'wah ini. Apalagi apabila partai ini semakin besar, maka kans
terjadinya penyimpangan di kalangan pengurus partai pun akan semakin besar.
Oleh karenanya mengetahui bentuk-bentuk penyimpangan da'wah menjadi keharusan,
agar kita semua terhindar darinya.
Diantara bentuk-bentuk
penyimpangan dalam gerakan da'wah ini adalah:
1. Penyimpangan dalam Ghayah (Tujuan)
Penyimpangan ini termasuk penyelewengan yang paling berbahaya. Tujuan da'wah
secara moral adalah semata-mata karena Allah Ta'ala. Apabila ada motif selain
itu, seperti motif-motif duniawi atau kepentingan pribadi yang tersembunyi,
adalah penyimpangan.
Setiap penyimpangan tujuan, meskipun ringan atau kecil, tetap akan menyebabkan
amal tersebut tertolak. Penyimpangan ini tidak harus berarti mengarahkan motif
secara total ke tujuan duniawi. Tetapi sedikit saja niat yang ada di dalam hati
bergeser dari Allah, maka sudah termasuk penyimpangan. Allah tidak akan pernah
menerima amal seseorang kecuali yang ikhlas karena-Nya. (QS. Az-Zumar:3, 11-14,
Al-Bayyinah:5)
Riya', ghurur (lupa diri), sombong, egois, gila popularitas, merasa lebih
cerdas, lebih pengalaman, lebih luas wawasannya, lebih mengerti syari'ah dan
da'wah, terobsesi asesoris duniawi, seperti: jabatan, kehormatan, kekuasaan,
kekayaan; adalah penyakit-penyakit hati yang menyimpangkan para da'i dari
tujuan da'wah yang sebenarnya.
Berda'wah itu harus bebas dari kebusukan. Barangsiapa yang berniat baik dan
ikhlas, Allah akan menjadikannya sebagai pengemban da'wah. Barangsiapa
menyimpan kebusukan di dalam hatinya, Allah sekali-kali tidak akan menyerahkan
da'wah ini kepadanya.
Demikian pentingnya ikhlas ini hingga Imam Hasan Al-Banna rahimahullah
menjadikannya salah satu dari rukun bai'at. Seluruh kader wajib berkomitmen
dengannya. Menepati dan menjaganya dari segala noda, agar gerakan da'wah ini
tetap bersih dan suci.
Menurut Imam Hasan Al-Banna rahimahullah, pengertian ikhlas adalah menujukan
semua ucapan, perbuatan, perilaku dan jihadnya hanya kepada Allah semata; demi
mencari ridha dan pahala-Nya, tanpa mengharapkan keuntungan, popularitas,
reputasi, kehormatan, atau karir. Dengan keikhlasan ini seorang kader da'wah
akan menjadi pengawal fikrah dan aqidah; bukan pengawal kepentingan dan
keuntungan.
2. Penyimpangan dalam Ahdaf (Sasaran
Utama)
Imam Hasan Al-Banna rahimahullah menjelaskan sasaran yang hendak dituju, yakni
menegakkan syari'at Allah di muka bumi dengan mendirikan Daulah Islamiyah, dan
mengembalikan kejayaan Khilafah Islamiyah, sembari menyerukan Islam kepada
seluruh manusia.
Dalam risalahnya yang berjudul "Bayna al-Ams wa al-Yaum"
("Antara Kemarin dan Hari ini"), Imam Al-Banna rahimahullah
mengatakan:
"Ingatlah! Kalian mempunyai dua sasaran utama yang harus diraih: Pertama,
membebaskan bumi Islam dari semua bentuk penjajahan asing. Kemerdekaan, adalah
hak asasi manusia. Tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang zhalim, durhaka
dan tiran.
Kedua, menegakkan di Negara yang dimerdekakan itu, berupa Negara Islam Merdeka,
yang bebas melaksanakan hukum-hukum Islam, menerapkan sistem sosial, politik,
ekonominya, memproklamirkan Undang-Undang Dasarnya yang lurus, dan menyampaikan
da'wah dengan hikmah. Selama Negara Islam belum tegak, maka selama itu pula
seluruh umat Islam berdosa, dan akan dimintai tanggung jawabnya di hadapan
Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Besar. Disebabkan keengganan mereka menegakkan
syari'at dan Negara Islam, serta ketidakseriusan mereka dalam upaya
mewujudkannya."
Dalam risalah Al-Ikhwan Al-Muslimun "Di bawah bendera Al-Qur'an",
beliau menjelaskan tugas dan target gerakan da'wah ini:
"Tugas besar kita adalah membendung arus materialisme, menghancurkan
budaya konsumerisme dan budaya-budaya negatif yang merusak umat Islam.
Materialisme dan konsumerisme menjauhkan kita dari kepemimpinan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wasallam dan petunjuk Al-Qur'an, menghalangi dunia dari
pancaran hidayah-Nya, dan menunda kemajuan Islam ratusan tahun. Seluruh faham
dan budaya tersebut harus dienyahkan dari bumi kita, sehingga umat Islam
selamat dari fitnahnya.
Kita tidak berhenti sampai di sini. Kita akan terus mengejarnya sampai tempat
asalnya, dan menyerbu ke markasnya, hingga seluruh dunia menyambut seruan
baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian dunia ini terselimuti
ajaran-ajaran Al-Qur'an, dan nilai-nilai Islam yang teduh menaungi seisi bumi.
Pada saat itulah sasaran dan target kaum Muslimin tercapai."
Dalam menyoroti keadaan negeri-negeri Muslim sekarang ini beliau menyatakan
dengan gamblang:
"Sungguh ini merupakan kenyataan yang dapat kita saksikan. Idealitas
Undang-Undang Dasar Islam berada di satu sisi, sedangkan realitas objektifnya
berada di sisi lain. Karena itu ketidakseriusan para aktifis da'wah untuk
memperjuangkan diberlakukannya hukum Islam adalah suatu tindakan kriminal; yang
menurut Islam tidak dapat diampuni dosanya kecuali dengan upaya membebaskan
sistem pemerintahan dari tangan pemerintah yang tidak memberlakukan hukum-hukum
Islam secara murni dan konsekuen."
Demikianlah ahdaf (sasaran utama) dari gerakan da'wah ini dirumuskan oleh tokoh
utama dan pemimpin gerakan da'wah kotemporer, Imam Hasan Al-Banna rahimahullah.
Jadi, apabila ada aktifis da'wah (da'i) yang menyatakan bahwa partai da'wah ini
tidak akan memperjuangkan syari'at Islam, dengan alasan apapun (politis maupun
diplomatis), jelas telah menyimpang dan menyeleweng dari sasaran gerakan da'wah
yang utama. Mestinya mereka justru menyebarkan opini tentang kewajiban
menegakkan syari'ah bagi setiap muslim, secara massif, bukan malah
menyembunyikanya. Apalagi di era reformasi yang setiap orang bebas bicara apa
saja karena dilindungi Undang-Undang.
Kemudian, apabila partai da'wah berkoalisi dengan partai, organisasi, atau
komunitas lain yang berbasis ideologi asing, juga telah menyimpang. Karena
tugas gerakan da'wah Islam adalah membebaskan umat dari penjajahan atau
dominasi asing, baik itu ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial. Bukan malah
bekerjasama dalam ketidakjelasan maksud dan tujuan.
Para kader da'wah atau da'i yang terpengaruh kemudian menganut paham
materialisme dan gaya hidup konsumerisme juga telah menyimpang dan menyeleweng
dari sasaran gerakan da'wah ini. Mereka seharusnya memberi contoh berupa
keteladanan hidup yang diajarkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam,
sederhana dan santun dalam keinginan dan kebutuhan.
Kesalahan dan dosa mereka hanya bisa ditebus dengan menyosialisasi kewajiban menegakkan
syari'at kepada seluruh elemen umat, dan memperjuangkannya dengan
sungguh-sungguh; serta menghindari diri dari sikap dan perilaku materialistis
dan konsumtif.
3. Penyimpangan dalam Pemahaman
Salah satu persoalan mendasar dalam gerakan da'wah adalah: Pemahaman. Pemahaman
yang benar dan utuh tentang Islam dan manhaj da'wah Islam menjadi krusial,
sebab kekeliruan pemahaman akan Islam dan manhaj da'wahnya menjadikan gerakan
ini berbelok arah, sehingga tidak akan pernah sampai ke tujuan.
Imam Al-Banna rahimahullah memberikan perhatian yang serius terhadap persoalan
pemahaman ini. Ia curahkan segenap kemampuannya untuk menyuguhkan Islam
sebagaimana yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dalam wujudnya
yang bersih dari segala bentuk penyimpangan, baik dalam hal aqidah, ibadah dan
syari'ah. Terhindar dari pertentangan yang dapat memecah belah umat, dan
distorsi hakikat Islam yang dilakukan para musuh Islam di masa lalu maupun
kini. Dan beliau menjadikan pemahaman ini rukun bai'at yang pertama dan utama.
Bentuk-bentuk penyimpangan dalam
pemahaman ini, antara lain:
1. Mengadopsi pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan pemahaman yang benar
tentang Islam, Al-Qur'an dan Sunnah shahih, melontarkan dan menyosialisasikan
pemikiran aneh tersebut sehingga membuat bingung umat
2. Menolak hadits-hadits shahih dan hanya menerima Al-Qur'an saja. Mengutamakan
rasionalitas ketimbang hadits-hadits shahih, dan menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur'an secara tendensius tanpa kaidah-kaidah yang benar.
3. Memaksakan semua kader da'wah untuk mengikuti satu pendapat ijtihadiyah
dalam masalah furu' yang memiliki beberapa penafsiran pendapat. Pemaksaan
seperti ini akan mengubah gerakan/jama'ah da'wah menjadi firqah, atau madzhab
tertentu; yang bukannya tidak mungkin akan dengan mudahnya mengeluarkan
statement: "Siapa yang sependapat dengan kami maka dia adalah golongan
kami. Yang tidak sependapat, dia bukan golongan kami, maka pergilah menjauh
dari kami."
Perlu diingat bahwa gerakan da'wah ini didirikan bukan atas dasar madzhab
tertentu dalam masalah furu'. Gerakan ini harus dapat merekut semua umat Islam
untuk mempersatukan mereka dalam bingkai aqidah.
Dalam menghadapi masalah-masalah furu' ini, hendaknya diambil yang lebih kuat
dalil dan argumentasinya, dan tidak mengecilkan atau menyepelekan pendapat
orang lain, meskipun ia berada di luar orbit gerakan da'wah ini. Islam
mengajarkan kita melihat content (esensi) pendapatnya, bukan siapa yang
berpendapat.
4. Memperbesar masalah-masalah juz'iyah dan far'iyah, dengan mengenyampingkan
masalah kulliyat (prinsip).
Imam Hasan Al-Banna rahimahullah telah menghimbau kita agar kembali kepada
kaidah bijaksana: "Hendaknya kita bekerjasama dalam hal yang disepakati,
dan saling tenggang rasa dalam masalah yang masih diperselisihkan."
5. Membatasi gerakan da'wah ini membicarakan Islam dalam hal-hal tertentu yang
tidak menyinggung para penguasa pemerintahan maupun para pemimpin gerakan
da'wah Islam. Padahal kita diwajibkan menyuguhkan Islam secara utuh, mengajak
dan mengamalkannya secara utuh pula.
4. Penyimpangan dalam Khiththah
(Langkah-Langkah Strategis)
1. Mengikuti Pola Partai Politik Sekuler.
Dalam hal ini menjadikan politik sebagai panglima, bukan lagi da'wah. Menitik
beratkan pada faktor kuantitas pendukung (bukan kualitas), dengan tujuan
mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya dalam pemilu.
Ini merupakan penyimpangan yang membahayakan bangunan da'wah. Sasaran kita
bukan sekedar mencari orang yang mau memberkan suaranya di pemilu, tetapi kita
membutuhkan orang yang siap mengorbankan harta dan jiwanya di jalan Allah.
Kita membutuhkan orang yang sabar, mau berkorban, tabah, bersedia menanggung
beban-beban da'wah, memahami kepentingannya dan bertanggung jawab terhadap
amanah yang dibebankan kepadanya.
Kita menginginkan orang-orang yang mencari akhirat, bukan mereka yang memburu
pangkat. Kita mencari orang-orang yang rindu kampung surgawi, bukan orang-orang
yang memburu kekuasaan duniawi. Kita menginginkan orang-orang yang kommit
dengan nilai-nilai syar'i, bukan orang-orang yang terobsesi kursi. Kita
menginginkan orang-orang yang selalu ingat akan janji Allah, bukan orang yang
cepat lupa dengan janji-janji yang dia lontarkan pada waktu kampanye.
Kita tidak menginginkan gerakan da'wah ini dikuasai oleh orang-orang yang berambisi
kekuasaan dan harta semata, dengan segala kewenangan dan fasilitasnya. Kita
juga tidak butuh orang-orang yang gemar melakukan lompatan-lompatan yang tidak
syar'i untuk meraih ambisi-ambisi pribadinya. Tetapi kita butuh orang-orang
yang akan bekerja menegakkan Dienullah, dan beriltizam pada syari'at serta
menjauhi cara-cara pencapaian tujuan yang tidak syar'i.
2. Mengabaikan Faktor Tarbiyah
Tiadanya perhatian yang layak terhadap tarbiyah akan menyebabkan rendahnya
tingkat pemahaman setiap individu, yang pada gilirannya tidak akan melahirkan
kader yang mampu membantu meringankan beban jama'ah. Tarbiyah berpengaruh
terhadap ketahanan kader dalam menghadapi tantangan dan tuntutan amal di jalan
da'wah, baik pada saat-saat kritis yang membutuhkan pengorbanan, maupun ketika
panggilan jihad telah dikumandangkan.
Penyebab terabaikannya faktor
tarbiyah:
1. Aktifitas politik mendominasi seluruh amal da'wah, sehingga waktu, tenaga,
fikiran dan dana tersedot ke aktifitas tersebut.
2. Tidak terpenuhinya kebutuhan akan murabbi, dan naqib, sehingga menyebabkan
rendahnya kualitas pembinaan kader yang berujung pada stagnasi pertumbuhan
kader.
3. Usrah atau halaqah berubah menjadi forum sosialisasi qadhaya, bukan solusi
qadhaya. Usrah hanya menjadi forum mencari info dan pengumuman, padahal
semestinya sebagai wadah pembinaan, pembentukan serta perbaikan akhlak, ruhani
dan intelektualitas.
4. Usrah atau halaqah hanya menjadi wadah untuk membentuk kader-kader da'wah
yang tak siap berdialog secara kritis dan analistis, karena lebih ditekankan
metode indoktrinasi, ketimbang diskusi.
3. Mengabaikan Prinsip "The Right Man on The Right Place" dalam
penyusunan struktur jama'ah da'wah.
Penyimpangan lain yang berbahaya adalah menempatkan kader pada struktur jama'ah
yang tidak sesuai potensi dan kemampuannya, tetapi berdasarkan "like and
dislike". Juga memberi amanah atau tugas kepada kader yang tidak sesuai
dengan kompetensinya. Hal ini dapat merusak efektifitas gerakan serta menyeret
pada ekses-ekses yang dapat melemahkan eksistensi jama'ah dan mempermudah
timbulnya berbagai penyakit lain.
4. Menerima Prinsip dan Ideologi Sekuler
Rabbaniyah adalah prinsip dasar da'wah setiap gerakan Islam. Da'wah pada
hakikatnya memperjuangkan nilai-nilai Rubbubiyah, Uluhiyah, Mulkiyah dengan
cara-cara yang diizinkan Rabb dan dicontohkan oleh Rasul-Nya, oleh kader-kader
Rabbani (para Murabbi dan mutarabbi), demi mencari ridha Allah. Dengan demikian
kita tidak boleh menerima prinsip dan ideologi Sekularisme, Nasionalisme,
Pluralisme, Liberalisme, Komunisme, Kapitalisme juga Sosialisme, walaupun
diberi embel-embel Islam di belakangnya.
5. Membiarkan Jama'ah Dipimpin dan Dikuasai Orang yang Tidak Jelas
Gerakan Islam harus memiliki kepribadian Islam yang jelas, dalam pemahaman,
tujuan, langkah dan keputusan-keputusannya. Ia tidak boleh tunduk kepada
penguasa. Tidak boleh tergiur oleh harta dan tahta. Musuh-musuh gerakan Islam
memiliki cara tertentu untuk menghancurkan gerakan da'wah. Apabila cara-cara
fisik dianggap tidak efektif meredam laju gerakan da'wah, maka adakalanya
mereka menggunakan cara yang lebih halus tetapi daya rusaknya hebat. Seperti
misal, menyusupkan agen intelijen ke dalam saf gerakan Islam. Agen ini berusaha
untuk diterima seluruh elemen jama'ah, menempel pada qiyadah jama'ah,
mempengaruhinya dalam setiap pengambilan keputusan, dan secara licin dan lihai
membelokkan arah gerakan ini menuju lembah kebinasaan. Sejarah keruntuhan
kekhalifahan Utsmaniyah di Turki, karena disusupi intelijen Yahudi, mestinya
menjadi pelajaran berharga bagi setiap gerakan Islam.
6. Berpartisipasi dalam Pemerintahan yang Tidak Menjalankan hukum Allah
Pada dasarnya kita tengah berupaya menjalankan hukum Allah dan tidak akan
menyetujui hukum atau aturan apapun yang bertentangan dengan syari'at Allah.
Tidak dapat dibenarkan kader gerakan Islam ikut masuk dan berpartisipasi dalam
pemerintahan yang tidak menjalankan syari'at Islam, apalagi apabila dia tidak
mampu mempengaruhi pemerintahan tersebut, dan bahkan menjadi terpengaruh oleh
sistem yang tidak islami. Sikap ini termasuk penyimpangan dari tujuan gerakan
Islam ini.
Mungkin dalam situasi kondisi tertentu, atas izin jama'ah, setelah melalui
pertimbangan syari'ah dan politik yang matang, diperlukan ikut serta dalam
pertimbangan. Dengan pengertian pemerintahan tersebut dalam transisi menuju
terbentuknya sistem pemerintahan Islam yang sempurna. Hal ini dapat dibenarkan
dengan syarat ada kontrak politik tertulis berupa jaminan bahwa pemerintah
setuju untuk mewujudkan hal tersebut. Hal ini tidak boleh diserahkan kepada
ijtihad pribadi. Apabila kesepakatan itu dilanggar, maka kita harus segera
melepaskan diri dari partisipasi tersebut, agar tidak tertipu dan tergelincir
dari tujuan gerakan da'wah yang mulia ini.
7. Berkoalisi dengan Pihak Lain dengan Mengorbankan Prinsip dan Tujuan Da'wah
Dengan sebab dan alasan apapun, tidak dibenarkan mengadakan koalisi dengan
pihak-pihak yang tidak memiliki kesamaan ideologi, visi dan misi dalam
memperjuangkan tegaknya syari'at Allah. Apalagi jika koalisi tersebut harus
mengorbankan prinsip-prinsip Islam yang akan diwujudkan melalui perjuangan kita
selama ini.
"Mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak, maka mereka pun bersikap
lunak pula kepadamu." (QS. Al-Qalam:9)
Begitu pula, tidak dibenarkan melakukan koalisi sdengan mengorbankan sasaran
dan target yang selama ini kita berusaha mencapainya. Kalau hal ini dilakukan,
berarti kita telah menjurus kepada penyimpangan dan pergeseran dari prinsip,
serta menyeret semua amal dan pengorbanan ke arah yang tidak benar. Bahkan
meratakan jalan bagi musuh untuk menguasai dan menentukan arah dan langkah
pergerakan kita.
Karena itu, menjadi kewajiban kita semua untuk mengingatkan agar jangan
mengangkat orang-orang yang tidak jelas ideologi perjuangannya menjadi
pemimpin. Jangan memberi dukungan kepada orang-orang yang zhalim dan korup.
Jangan tunduk kepada mereka karena iming-iming harta dan posisi. Jangan
mengadakan perjanjian yang akan membahayakan eksistensi gerakan Islam. Mari
kita berhati-hati, dan tidak memberikan kepercayaan, dukungan dan loyalitas
kepada musuh-musuh Allah. Allah telah mengingatkan:
"Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
RasulNya, walaupun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
atau kerabat mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan ke
dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang
dari-Nya. Mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka
pu ridha terhadap Allah. Mereka itulah Hizbullah (Partainya Allah). Ketahuilah
bahwa sesungguhnya Partai Allah itulah yang akan memperoleh kemenangan."
(QS. Al-Mujadalah:22)
8. Mengabaikan Prinsip dan Keputusan Syura
Allah mewajibkan syura kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, meskipun
beliau telah mendapat wahyu. Beliau selalu melaksanakan syura bersama para
sahabatnya karena perintah Allah dan sebagai tasyri' bagi umat Islam. Untuk
itulah, beliau mengikuti pendapat Habbab dalam perang Badar, dan mengikuti
usulan Salman dalam perang Khandaq.
Syura penting kedudukannya dalam gerakan Islam dan "amal jama'i".
Dengan syura akan diperoleh pendapat yang lebih matang dan benar. Ia memberi
kesadaran akan dasar-dasar keikutsertaan dalam tanggung jawab. Syura juga
menumbuhkan suasana saling percaya dan kerjasama antara semua anggota jama'ah.
Setiap individu dalam gerakan Islam dituntut agar bersifat positif dan aktif
dalam da'wah. Ia harus ikut memikirkan, memberikan pandangan-pandangan dalam
mewujudkan kemanfaatan, menghindari kemuidharatan, serta membantu qiyadahnya
dengan pemikiran, ide, gagasan, serta nasihat, sesuai dengan adab da'wah.
Kepada para qiyadah, apapun jabatannya, harus bermusyawarah dengan para
kadernya. Memanfaatkan pandangan dan pemikiran mereka dalam menghadapi
persoalan dan kemelut. Berlapang dada dalam menerima nasihat yang diberikan
kader, walaupun dirasa pahit dan caranya kurang berkenan, agar da'wah tidak
kehilangan kebaikan yang terkandung di dalam nasihat tersebut.
Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kedua amirul mukminin Abu Bakar
radhiyallahu 'anhu dan Umar radhiyallahu 'anhu yang ketika memberi sambutan di
hari pelantikannya sebagai Khalifah, keduanya meminta teguran rakyat atas
segala bentuk penyelewengan.
Amirul mukminin Umar radhiyallahu 'anhu bersikap lapang dada terhadap seorang
rakyat yang berkata lantang kepadanya di hadapan masyarakat banyak: "Kalau
kami melihat Anda melakukan penyimpangan, maka kami akan meluruskannya dengan
pedang kami!"
Pelanggaran terhadap prinsip dan keputusan syura yang dilakukan qiyadah, apapun
jabatannya, ilmu dan keahliannya, disamping menyimpang dari khiththah
perjuangan, juga berarti pengkhianatan terhadap misi da'wah.
Begitu pula bagi para kader yang bersikap pasif, tidak memberikan pendapat,
masukan dan nasihat kepada qiyadah, serta merasa tidak bertanggung jawab atas
masalah tertentu yang strategis, adalah bentuk penyimpangan dan pelanggaran
atas prinsip syura dalam da'wah.
Di antara bentuk penyimpangan lain dari prinsip syura yang berbahaya adalah
menjadikan syura sebagai formalitas belaka yang kering dari esensi. Ada Majelis
Syura, namun pembentukannya diintervensi dan keputusannya direkayasa oleh
pihak-pihak tertentu. Islam menolak segala bentuk manipulasi dan penipuan.
Sangat ketat dalam proses pemilihan anggota Majelis Syura, karena mereka bukan
saja bertanggung jawab kepada jama'ah; tetapi juga kepada rakyat dan yang
paling penting kepada Allah Yang Maha Tahu. Pemilihan anggota majelis syura
harus melibatkan semua kader dan elemen jama'ah, dengan mempertimbangkan
kebenaran, keadilan dan keridhaan Allah, bukan keridhaan qiyadah. Barangsiapa
melanggar hal ini, berarti telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan orang-orang
beriman.
Demikianlah sebagian dari bentuk-bentuk penyimpangan dalam gerakan Islam yang
dapat menggelincirkan kita dari tujuan da'wah yang mulia dan suci.
Mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla melindungi kita dari hal-hal tersebut di
atas. Hasbunallahu wani'mal wakil, ni'mal mawla wa ni'man-nashir.
Wallahu a'lam bish-shawwab.
Komentar
Posting Komentar