85 KATA KATA MUTIARA INDAH IBNU ATHAILLAH AL-ISKANDARI DALAM KITABNYA AL HIKAM



000). Hati Tidak Mungkin Bersinar manakala keduniaan Menutupinya. 
Bagaimana mungkin kalbu akan bersinar, sedangkan bayang-bayang dunia terpampang di cerminnya? Bagaimana mungkin akan pergi menyongsong Ilahi, sedangkan ia masih terbelenggu nafsunya? Bagaimana mungkin akan bertamu ke hadirat-Nya, sedangkan ia belum bersuci dari kotoran kelalainya? Bagaimana mungkin diharapkan dapat menyingkap berbagai rahasia, sedangkan ia belum bertobat dari kekeliruannya? - Ibnu Atha’illah al-Iskandari

001). Ibnu Athaillah: “Pendamlah wujudmu dalam “tanah” tak dikenal, krn sesuatu yg tumbuh dari benih yg tak ditanam (terlebih dahulu), buahnya tiada sempurna”. Syarah (Keterangan): Hanya amal yg didasarkan pada penghambaan yg rendah hati dan persembahan di jalan Allah lah yg dapat menghasilkan buah dan keterbebaskan dari kepalsuan dan bayang2 makhluk. Bila seseorg menginginkan nama baik atau penghargaan, maka buahnya akan masam dan busuk kerana watak dunia yg selalu berubah. Salik yg berhasil tidak memperdulikan hasil akhir amal kerana ia merasakan rahmat-Nya sejak awal penyerahan dirinya kpd Allah.

 

002) Ibnu Atha'illah As Sakandari: “Apa yang disembunyikan hati akan terlihat jejaknya di wajah. Apa yang tersimpan di kedalaman batin akan nampak pada penampilan lahir”. MAKRIFAT dan CAHAYA ILAHI yang ditetapkan Allah di dalam hati seseorang pasti akan muncul pada penampilan lahirnya, pada wajah dan anggota tubuh lainnya. Ini adalah tanda untuk mengenali keadaan seorang murid menuju Allah, kerana tampilan lahir adalah cermin dari keadaan batin. Bagi orang-orang yang ingin berteman dan berkumpul dengan seorang murid, penampilan lahirnya ini menjadi petanda.

 

003). Ibnu Atha'illah As Sakandari: “Diantara tanda matinya hati adalah tidak adanya perasaan sedih atas ketaatan yg kau lewatkan dan tidak adanya perasaan menyesal atas kesalahan yang kau lakukan”. TANDA HIDUPNYA HATI ialah memancarnya Cahaya Ilahi dari hatimu meskipun kau belum mendapatkan cahaya itu kerana tebalnya hijabmu. Kesedihanmu atas ketaatan yang terlewatkan dan penyesalanmu atas kesalahan yang telah kau lakukan, atau kebahagiaanmu atas amal-amal baikmu dan kesedihanmu atas amal-amal burukmu membuktikan bahwa kau termasuk Ahli Iradah (orang yang dikehendaki dan dicintai Allah). Oleh kerana itu, giatlah dalam beramal soleh dan jangan malas.

 

004). Ibnu Atha'illah As Sakandari: “Org yg banyak berbicara tentang Tauhid tetapi tidak mempedulikan Syariat berarti telah mencampakkan dirinya dalam samudera kekufuran. Jadi, org yg betul2l alim adalah yg didukung oleh Takikat dan terikat oleh Syariat. Demikian pula dengan ahli Hakikat, ia tidak boleh hanya berjalan bersama Hakikat atau berhenti hanya pada lahiriah Syariat. Namun ia harus berada di antara keduanya. Berhenti pada sisi lahiriah saja adalah syirik, sementara berjalan bersama Hakikat saja tanpa terikat dgn Syariat merupakan bentuk penyimpangan. Petunjuk dan hidayah terletak di antara keduanya.”

 

005). Ibnu Atha’illah: “Zikir adalah membebaskan diri dari sikap lalai dan lupa dengan menghadirkan hati secara terus menerus bersama Allah swt”. 

 

006). Ibnu Atha'illah As Sakandari: Tampilkanlah dgn sesungguhnya sifat2 kekuranganmu, nescaya Allah menolongmu dgn sifat sifat kesempurnaanNya. Bersungguh2lah dgn kehinaanmu, nescaya Allah menolong dan kemuliaanNya. Bersungguh2lah dlm ketidakberdayaanmu, nescaya Allah menolongmu dgn daya dan kekuatanNya.

 

007). Ibnu Atha'illah As Sakandari: Antara hak Allah s.w.t. yang paling sukar untuk ditunaikan oleh seseorang hamba adalah 'syukur kepadaNya’. Sesungguhnya, syukur itu ada zahir dan batinnya. Zahir kesyukuran itu adalah dgn melaksanakan syariat Allah s.w.t.. Adapun batin kesyukuran itu adalah dgn menyaksikan semua kebaikan itu datang daripada Allah s.w.t. (Syuhud an-Ni’mah). Seseorang tidaklah bersyukur jika tidak menunaikan perintah2Nya dan tidaklah menjaga kehambaannya kepadaNya jika ia mengabaikan perjanjian taat setianya kepadaNya.

 

008). Ibnu Atha'illah As Sakandari: “Istirehatkan dirimu dari kesibukan duniamu. Urusan yang telah diatur Allah tak perlu kau sibuk ikut campur”. 

 

009). Ibnu Atha’illah al-Iskandari: “Menunda amal karena menunggu waktu yang luang termasuk tanda kebodohan”. Jika seorang murid menunda-nunda amal yang bisa mendekatkannya kepada Tuhannya karena merasa tidak memiliki waktu luang di sela-sela kesibukan dunianya, tindakan itu merupakan tanda kebodohan jiwanya. Disebut bodoh karena ia telah menunda amalnya dengan menunggu waktu luang. Padahal, boleh jadi, alih-alih mendapatkan waktu luang utk beramal ibadah, justru kesibukannya semakin bertambah karena kesibukan dunia pasti akan terus bertumpuk sebab satu sama lain saling berkaitan. Bahkan, andai kata ia mendapatkan waktu luang, tentu tekad dan niatnya pun sudah melemah. Oleh karena itu, sepatutnya ia segera bangkit melakukan amal-amal yg mendekatkan dirinya kpd Tuhannya sebelum terlambat. Pepatah mengatakan, “Waktu ibarat pedang. Jika kau tidak dapat menggunakannya, niscaya ia akan menebasmu.”

 

010). Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi: “Al-Haqq (Allah) tidak terhijab. Engkaulah yang terhijab dari melihat-Nya. Seandainya ada sesuatu yang menghalangi Allah, tentu sesuatu itu akan menutupi-Nya. Dan, seandainya ada tutup bagi-Nya, tentu ada batasan bagi wujud-Nya. Sesuatu yang membatasi tentu menguasai yang dibatasi, padahal, “Allah Maha Berkuasa atas semua hamba-Nya”. Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa terhijab itu bukan sifat Allah, yang terhijab hanyalah dirimu sendiri. Jika engkau ingin sampai kpdNya, kau harus mencari dan mengobati semua kekuranganmu, niscaya kau akan sampai kepada-Nya dan melihat-Nya dgn mata batinmu. Hikmah di atas menepis anggapan yg menyatakan bahwa tidak mustahil Allah terhalang oleh hijab, karena hijab biasa digunakan oleh para pembesar atau raja untuk memperlihatkan keagungan dan kemuliaannya. Jawaban atas anggapan ini adalah, seandainya Allah terhijab oleh sesuatu, seperti halnya para raja, niscaya Allah terkurung di dalam hijab itu, terpenjara dan terbatas ruang geraknya. Maka, tentu saja hal itu mustahil terjadi pada Allah. Hal ini berdasarkan firman-Nya, “Dan Dialah yg berkuasa atas sekalian hamba2Nya dan Dialah yg Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui,” (QS Al-An’am [6]: 18)

 

011). Syeikh Ibnu ‘Atha’illah mengatakan: “Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membantu menuju ketaatan, mendatangkan rasa takut pada Allah dan menjaga rambu2Nya. Ilmu yang paling bermanfaat adalah ilmu tentang Allah. Orang yang banyak berbicara tentang tauhid, tetapi mengabaikan syariat berarti telah mencampakkan dirinya dalam samudera kekufuran. Maka, orang yang benar-benar alim adalah yang didukung oleh hakikat dan terikat oleh syariat. Karena itu, seorang ahli hakikat tidak boleh hanya berada pada tingkat hakikat atau berhenti pada tataran syariat lahiriah semata. Tapi, ia harus berada pada posisi keduanya. Berhenti pada syariat lahiriah saja adalah syirik, sedangkan hanya menetap pada hakikat tanpa terikat oleh syariat adalah sesat. Petunjuk dan hidayah terletak pada keduanya.”

 

012). Syeikh Ibn Atha'illah As-Sakandari: “Hidup ini menjadi sempit dan semakin sempit kerana kamu menjalani hidup ini untuk meraih perhatian dan redha manusia di sekelilingmu. Apa yang kamu ingin lakukan, kamu ukur dengan redha manusia atau kebencian mereka. Ia membuatkan kamu menjalani sebuah kehidupan yang penuh dengan pendustaan”. Hikmah yang dipetik dari Kitab klasik Al-Hikam tulisan Ulama Sufi terkenal Syeikh Ibn Atha'illah As-Sakandari. Hikmah ini mengingatkan kita kepada sebuah hadith “Ihfazillah ha yahfazuka” terjemahannya “Jagalah Allah nescaya Allah akan menjagamu”. Dari Ibnu Abbas ra, berkata: Pada suatu hari aku berada di belakang Rasulullah saw lalu baginda bersabda: “Wahai anak, peliharalah Allah nescaya (Dia) akan memelihara kamu, peliharalah Allah nescaya (Dia) akan berada di hadapan kamu, dan jika engkau memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah, dan ketahuilah bahawa sekiranya umat berkumpul (bersepakat) untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, nescaya mereka tidak akan mampu berbuat demikian melainkan dengan sesuatu yang telah ditetapkan (ditakdirkan) oleh Allah, dan sekiranya umat berkumpul (bersepakat) untuk mendatangkan mudarat ke atas kamu, nescaya mereka tidak akan mampu melakukan melainkan dengan sesuatu yang telah ditetapkan (ditakdirkan) oleh Allah”.

 

013). Ibnu Atha’illah: Nafsu dalam kemaksiatan itu jelas nyata. Sedangkan nafsu di dalam ta’at, itu tersembunyi dan tidak nyata. Mengubati yang tersembunyi itu sangat sulit terapinya.

 

014). Ibnu Atha 'illah As-Saqandari: “Siapa yang tidak mensyukuri nikmat, akan kehilangan nikmat itu. Siapa yang mensyukurinya, berarti ia telah mengikat nikmat itu dengan tali yang kuat”. Syukur nikmat akan membuat nikmat itu abadi dan semakin bertambah. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim 14:7). Sementara itu, kufur nikmat akan menyebabkan nikmat itu hilang. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar-Ra'd 13:11). Artinya, jika mereka mengubah ketaatan mereka, yaitu dengan tidak mensyukuri nikmat yang diberikan-Nya, Allah tidak akan memberi mereka kebaikan dan kemurahanNya. Syukur nikmat dapat diwujudkan dengan hati, yaitu kau sadar bahwa semua nikmat berasal dari Allah. Allah swt. berfirman, “dan apa saja nikmat yang ada pada kamu maka dari Allahlah (datangnya)”. (QS. An-Nahl 16:53). Dapat pula diwujudkan dengan lisan, yaitu dengan membicarakan nikmat tersebut. Allah swt. berfirman,"Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu siarkan (bicarakan)”. (QS. Adh-Dhuha 93:11).

 

015). Telah berkata Ibnu Atha'illah As Sakandari, sekiranya engkau tahu bahawa syaitan tidak pernah lupa padamu walau sejenak, maka janganlah sedetik pun engkau lupa kepada Allah Taala yang nasibmu berada di dalam kekuasaannya.

 

016). Ibnu Atha’illah al-Iskandari: “Engkaulah Tuhan yang tiada tuhan, kecuali Engkau telah mengenalkan diri-Mu kepada segala sesuatu sehingga tiada sesuatu yang tidak mengenal-Mu. Engkau pula yang mengenalkan Diri kepadaku dalam segala sesuatu sehingga melihat-Mu jelas pada tiap segala sesuatu maka Engkaulah yang lahir pada tiap sesuatu”.

 

017). Ibnu Atha'illah As Sakandari: Kesungguhanmu mengejar apa yang sudah dijamin untukmu oleh Allah dan kelalaianmu melaksanakan apa yang dibebankan kepadamu, itu merupakan tanda butanya basyirah (mata batin).

 

018). Ibnu Atha'illah As Sakandari: Allah menerangi Alam Lahir dengan cahaya makhluk makhluknya, dan menerangi Alam Batin dengan Sifat2Nya. Cahaya Alam Lahir pasti terbenam dan cahaya hati tak akan pernah padam, kerana itu seorang Penyair berkata: “Matahari siang terbenam dengan datangnya malam, matahari hati tak akan pernah sekali pun menghilang”.

 

019). Syekh Ibnu Atha’illah dlm kitab Taj Al-‘Arus: Hati yg baik tidak akan dilalaikan dari Allah oleh sesuatu yang baik. Jika ingin sembuhkan hatimu, keluarlah menuju medan taubat. Ubahlah keadaanmu dari yg sebelumnya jauh dari Allah menjadi dekat kpd hadrat-Nya. Gunakan pakaian kerendahan dan kehinaan. Ketahuilah, hati sesungguhnya dapat disembuhkan dari segala penyakitnya. Namun, engkau terus menerus memenuhi perutmu dan membanggakan kegemukanmu. Engkau tak ubahnya seperti keledai yg digemukkan utk disembelih. Tidak sedarkah sebenarnya engkau telah menyembelih dirimu sendiri?!”

 

020). Ibnu Atha'illah As Sakandari: “Zikir adalah membebaskan diri dari sikap lalai dan lupa dgn menghadir kan hati secara terus menerus bersama Allah. Sebahagian kalangan mengatakan bahawa Zikir adalah menyebut secara berulang2 dgn hati dan lisan nama Allah, salah satu SifatNya, salah satu HukumNya, atau lainnya, yg dengannya seseorang rapat mendekatkan dirinya kepada Allah”.

 

021). Ibnu Atha'illah As Sakandari: Jika engkau merasa berat untuk taat dan beribadah serta tidak menemukan kenikmatan dalam hati, sementara engkau merasa ringan bermaksiat dan menemukan kenikmatan di dalamnya, ketahuilah bahawa engkau belum jujur dalam taubatmu. Andai pangkalnya benar, pasti cabangnya juga benar.

 

022). Ibnu Atha'illah As Sakandari berkata di dlm Al Hikam: Allah swt menganugerahkan 3 kemuliaan, iaitu: Pertama Dia membuat kamu ingat padaNya, jika bukan kerana kurniaNya, maka engkau tidak layak atas limpahnya zikir kpdNya dlm diri. Kedua Dia membuatmu ingat olehNya, kerana Dia menguatkan hubungan Nya dgnmu. Ketiga Dia membuatmu ingat di sisiNya, maka Allah sempurnakan nikmatNya kpdmu.

 

 

023). Ibnu Athaillah: Makrifat itu artinya dapat diperluas menjadi cara mengetahui dan mengenal Allah melalui tanda kekuasaan-Nya yang berupa makhluk ciptaan-Nya. Sebab dengan hanya memperhatikan tanda-tanda kekuasaan-Nya kita dapat mengetahui akan Keberadaan dan Kekuasaan Allah Taala.

 

024). Ibnu Atha'illah rah ditanya bila beliau mendapatkan kedamaian hati atau dengan apa beliau dapat meraih kedamaian hati. Beliau menjawab: “Iaitu dengan memahami Haqul-Yaqin, iaitu Al-Quran, kemudian beliau diberi Ilmul-Yaqin dan setelah itu beliau melihat Ainul-Yaqin”. Pada saat itu hatinya akan merasa tenteram. Sedangkan ciri-cirinya adalah redha atas takdir yang telah ditentukan-Nya dengan perasaan penuh wibawa dan cinta serta menganggap-Nya sebagai Pelindung dan Zat yang diserahi tanpa ada perasaan curiga yang mengganjal.

 

025). Syeikh Ibnu Athaillah berkata di dlm kitab Tajul Arus: “Jangan mengira bahwa orang yang sial adalah yang tertawan dan ditahan. Namun, orang yang sial adalah yang bermaksiat kepada Allah dan mengotori Kerajaan-Nya Yang Suci dengan najis dosa. Sungguh kau bodoh jika diperlakukan dgn baik oleh Tuanmu, tetapi kau membalasnya dgn penentangan”. Inilah salah satu akibat lain yg diderita  oleh pelaku maksiat. Allah swt menciptakan dan kemudian menghidupkan kita di muka bumi, serta memerintahkan kita untuk mentaati-Nya. Namun, manusia justru mengotori kehidupannya dgn najis maksiat, dosa, penyelewengan, dan pembangkangan kepada Allah dan segala Perintah-Nya.

 

026). Ibnu Athaillah: “Engkau hendaknya berfikir untuk melakukan amal sebaik mungkin, bukan sebanyak mungkin. Banyak amal jika tidak dilakukan dengan baik adalah seperti pakaian yang banyak jumlahnya, tetapi murah harganya. Sedangkan sedikit amal tetapi berkualiti  (dikerjakan dengan baik) adalah seperti sedikit pakaian tetapi mahal harganya. Amal yang berkualiti (dikerjakan dgn baik) adalah seperti sebuah intan berlian, kecil bentuknya tetapi mahal harganya. Orang yang menjadikan hatinya selalu ingat kepada Allah swt dan berjuang utk melindungi hatinya dari pengaruh hawa nafsu, maka itu lebih utama daripada banyak melakukan Solat dan Puasa Sunat (tetapi hatinya dikuasai hawa nafsu). Orang yang melakukan Solat dengan hati lalai adalah seperti seseorang yg menghadiahkan seratus peti kosong kepada seorang Raja, tentunya Sang Raja akan marah dan selalu mengingat perbuatan buruknya ini. Sedangkan org yg Solat dgn hati yg hadir (khusyuk), adalah seperti seorang yang menghadiahkan sebutir intan berlian seratus dinar kepada seorang Raja, Sang Raja pun akan mengingat dan memujinya selalu.”

 

027). lbnu Athaillah berkata: “Perumpamaan dosa bagi pemilik mata hati adalah seperti bangkai yang dimakan anjing. Bagaimana menurutmu jika ada org yg memasukkan bangkai ke mulutnya? Bukankah kau akan mencelanya?! Apabila Allah Swt. telah menghadirkan neraca jual beli, bukankah Dia juga menghadirkan neraca bagi berbagai kebenaran?! Orang yang kakinya kotor tentu tidak layak menghadap, apalagi orang yang mulutnya kotor”. Dosa bagi orang mukmin merupakan najis. Dosa itu akan menjadi pakaian yang dikenakan pelakunya. Perumpamaannya seperti najis yang melekat pada pakaian putih. Dosa dapat dibersihkan dgn taubat kepada Allah. Namun, org yg terus bergelimang dosa, org kafir, dan munafik tidak merasakan dan tidak menyadari bahaya dosa. Sebab, hati mereka laksana pakaian hitam yg membuat najis tidak tampak. Mereka terbiasa dgn dosa dan lalai dari mengingat Allah azza wajalla. Inilah neraca hakikat yg harus menjadi landasan hamba dlm berinteraksi dgn Tuhan dan penciptanya.

 

028). Ibn ‘Ata’illah membahagi Sabar kepada 3 jenis: 1. Sabar terhadap perkara haram, 2. Sabar terhadap kewajiban, 3. Sabar terhadap segala perencanaan (angan2) dan usaha. Sabar terhadap perkara haram adalah sabar terhadap hak-hak manusia. Sedangkan Sabar terhadap kewajiban adalah sabar terhadap kewajiban dan keharusan untuk menyembah kpd Allah. Segala sesuatu yg menjadi kewajiban ibadah kpd Allah akan melahirkan bentuk Sabar yg ke 3 iaitu Sabar yg menuntut Salik utk meninggalkan segala bentuk angan2 kpdNya. “Sabar atas keharaman adalah sabar atas hak-hak kemanusiaan. Dan Sabar atas kewajiban adalah sabar atas kewajiban ibadah. Dan semua hal yg termasuk dalam kewajiban ibadah kpd Allah mewajibkan pula atas Salik utk meniadakan segala angan2nya bersama Allah”. Sabar bukanlah suatu Maqam yg diperoleh melalui usaha Salik sendiri. Namun, Sabar adalah suatu Anugerah yg diberikan Allah kpd Salik dan org2 yg dipilih-Nya. Maqam Sabar itu dilandasi oleh keimanan yg sempurna terhadap kepastian dan ketentuan Allah, serta menanggalkan segala bentuk perencanaan (angan2) dan usaha.

 

029). Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandariy berkata: Di antara tanda seseorang mengikuti hawa nafsu adalah bersegera melakukan amal ibadah yg Sunnah namun malas utk menegakkan yg bersifat Wajib” 

 

030). Ibnu Atha' illah al-Iskandari: Usahamu untuk mencari-cari kekurangan yang tersembunyi di dalam dirimu lebih baik daripada usahamu untuk menyelak tirai ghaib yang terhijab bagimu.

 

031). Ibnu Athaillah: “Tampilkanlah dgn sesungguhnya sifat-2 kekuranganmu, niscaya Allah menolongmu dgn sifat2 Kesempurnaan-Nya. Bersungguh2lah dgn kehinaanmu, niscaya Dia menolongmu dgn Kemuliaan-Nya. Bersungguh2lah dlm ketidakberdayaanmu, niscaya Dia menolongmu dgn Daya dan Kekuatan-Nya.”

 

032). Ibnu Atha'illah as Sakandari: “Jika engkau berteman dengan para pencinta dunia, mereka akan menyeretmu untuk mencintai dunia. Jika engkau berteman dengan para pencinta akhirat, mereka akan membawamu untuk mencintai Allah swt”. 

 

033). Syeikh Ibnu Athaillah: “Tidak ada yang lebih memikat Iblis daripada hati yang gelap, hitam, padam dan diselimuti karat.Tidak ada yang lebih berat bagi Iblis daripada hati yang bercahaya, bersih, murni dan bening. Tempat Iblis adalah kegelapan. Ketika hati dipenuhi cahaya, tidak ada tempat yg tersisa bagi Iblis.”

 

034). Ibnu Atha’illah: “Antara hak Allah s.w.t. yg paling sukar utk ditunaikan oleh seseorg hamba adalah “syukur kpdNya”. Sesungguhnya, syukur itu ada zahir dan batinnya. Zahir kesyukuran itu adalah dgn melaksanakan syariat Allah s.w.t. Adapun batin kesyukuran itu adalah dgn menyaksikan semua kebaikan itu dtg dpd Allah s.w.t. (syuhud an-ni’mah). Seseorg tidaklah bersyukur jika tidak menunaikan perintah2 Nya dan tidaklah menjaga kehambaannya kpdNya jika ia mengabaikan perjanjian taat setianya kpdNya.

 

035). Orang yang sempurna akalnya adalah orang yang lebih suka pada apa-apa yang kekal (bi maa huwa abqa’) daripada pada apa-apa yang akan rosak (bi maa huwa yafna’). Sungguh telah bersinar terang nur di hatinya, dan tampaklah buktinya pada akhlaknya. (Syekh Ibnu Atha'illah as-Sakandari Rahimahullah Ta’ala).

 

036). ”Tatkala Allah membukakan mulut anda dengan bermohon kepada-Nya, maka ketahuilah sesungguhnya Allah berkehendakkan doa anda diperkenankan”. (Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari Rahimahullah Ta’ala).

 

037). “Perumpamaan dosa bagi pemilik mata hati adalah seperti bangkai yang dimakan anjing. Bagaimana menurutmu jika ada orang yang memasukkan bangkai ke mulutnya? Bukankah kau akan mencelanya?! Apabila Allah s.w.t. telah menghadirkan neraca jual beli, bukankah Dia juga menghadirkan neraca bagi berbagai kebenaran?! Orang yang kakinya kotor tentu tidak layak menghadap, apalagi orang yang mulutnya kotor.” Dosa bagi orang mukmin merupakan najis. Dosa itu akan menjadi pakaian yang dikenakan pelakunya. Perumpamaannya seperti najis yang melekat pada pakaian putih. Dosa dapat dibersihkan dengan taubat kepada Allah. Namun, orang yang terus bergelimang dosa, orang kafir, dan munafik tidak merasakan dan tidak menyadari bahaya dosa. Sebab, hati mereka laksana pakaian hitam yang membuat najis tidak tampak. Mereka terbiasa dengan dosa dan lalai dari mengingat Allah s.w.t. Inilah neraca hakikat yang harus menjadi landasan hamba dalam berinteraksi dengan Tuhan dan penciptanya. (Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari Rahimahullah Ta’ala).

 

038). ”Bagaimana hati dapat bersinar, sementara gambar-gambar duniawi tetap terlukis dalam cermin hati itu? Atau bagaimana hati dapat berangkat menuju Allah, kalau masih terbelenggu oleh syahwatnya? Atau, bagaimana mungkin seseorang akan masuk menghadap ke hadirat Allah, apabila hatinya belum suci dari ‘junub' kelalaiannya? Atau, bagaimana mungkin seorang hamba dapat memahami kedalaman berbagai rahsia, sementara ia belum bertaubat dari kesalahannya?” Ini lah belenggu yang menghalangi jalan menuju Allah s.w.t. (Syeikh Ibn Athaillah as-Sakandari Rahimahullah Ta’ala).

 

039). Perumpamaan orang yang menuntut ilmu untuk mendapat dunia dan kedudukan ialah seperti orang yang mengangkat kotoran dengan sendok permata. Alatnya sungguh mulia, sementara isinya teramat hina. Perumpamaan orang yang belajar selama 40 atau 50 tahun tetapi tidak pernah mengamalkannya adalah seperti orang yang duduk selama itu untuk berwudhu dan berwudhu lagi ketika batal namun ia tidak pernah sholat. (Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam Latha'iful Minan)

 

040). Lihatlah keEsaanNya pada setiap martabar wujud ini. Allah s.w.t. membolehkan anda melihat (merenung) ke arah sesuatu yang ada ini (alam sekitar anda), tetapi Dia tidak mengizinkan anda berhenti bersama dengan zat alam benda yang ada ini, kerana kesemuanya itu adalah hijab. Sebagaimana firman Allah s.w.t dalam surah Yunus ayat: 101, ”Katakanlah (wahai Muhammad): Perhatikan dan fikirkanlah apa yang ada di langit dan dibumi…" Allah s.w.t. akan membukakan pintu fahaman untuk anda. Dan dia tidak berfirman: "Lihatlah langit!" supaya anda mengerti bahawa Allah s.w.t. tidak menunjukkan kepada anda akan adanya benda-benda itu. (Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari Rahimahullah Ta’ala).

 

041). Banyak orang mengeluarkan dinar dan dirham. Namun, sangat sedikit yang mengeluarkan air mata. Manusia saling berbangga dan bersaing dalam kenikmatan dunia dan dalam mengeluarkan harta. Namun, mereka tidak pernah bersaing dalam perjalanan menuju Allah dan dalam menangis kerana takut dan rindu kepada-Nya. Mereka sibuk dengan dunia, padahal dunia itu terlaknat sebagaimana sabda Nabi s.a.w. "Dunia ini terlaknat dan terlaknat pula apa yang berada di dalamnya kecuali dzikrullah." (HR al-Tirmizi), (Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari Rahimahullah Ta’ala).

 

042). Jika engkau merasa berat untuk taat dan beribadah serta tidak menemukan kenikmatan dalam hati, sementara engkau merasa ringan bermaksiat dan menemukan kenikmatan di dalamnya, ketahuilah bahawa engkau belum jujur dalam taubatmu. Andai pangkalnya benar, pasti cabangnya juga benar. (Syeikh Ibnu Atha'illah as-Sakandari Rahimahullah Ta’ala).

 

043). Tiada suatu nafas berhembus darimu, kecuali di situ takdir Allah berlaku padamu. (Sheikh Ibn Athaillah As Sakandari dalam Kitab al-Hikam).  Dalam setiap kandungan nafas manusia itu biasa terjadi sesuatu yang berkaitan dengan ketaatan mahupun kemaksiatan kepada-Nya. Demikian pula dengan kejadian yang berkaitan dengan pemberian nikmat dan ujian. Dengan kata lain, setiap helaan nafas yang keluar sebagai sarana (wadah) bagi suatu peristiwa, maka jangan ia digunakan untuk berbuat kemaksiatan dan perbuatan terkutuk lainnya kepada Allah s.w.t. Demikianlah pesanan Syeikh.

 

044). Kemuliaan yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Allah menjadikanmu berada di alam pertengahan antara alam materi(alam nyata) dan malakut agar kau mengenali kedudukanmu yang tinggi di antara makhluk. Kau adalah mutiara yang tersembunyi dalam kulit ciptaan-Nya. Kau tunduk kepada alam selama tidak menyaksikan Sang Pencipta. Namun, jika kau telah melihat-Nya, alam akan tunduk kepadamu. (Syeikh Ibnu Atha'illah as-Sakandari rah).

 

045). Dialah tuhanmu yang memberi dan menguji. "Agar pedihnya ujian terasa ringan, hendaklah engkau tahu bahawa Allah-lah yang mengujimu. Yang menimpakan takdir-Nya kepadamu dan adalah juga Yang biasa Memberimu sebagus-bagus pilihan”. (Syekh Ibnu Atha'illah dalam kitab Al-Hikam).  Tiada Tuhan selain Allah,  yang mentajallikan bentangan sifat-sifat Jalal-Nya baik Jamal-Nya bagi menampakkan kekuasaan dan kesempurnaan-Nya bahawa hanya Dialah Tuhan yang Maha Qahar... yang segalanya perlu berharap hanya kepada-Nya dan segalanya perlu takut akan kemurkaan-Nya. (Tn Syeikh Haji Alias asy-Syattari). 

 

046). Barangsiapa yang menyangka dirinya tawaduk, maka sebenarnya dialah orang yang takabbur. Kerana, anggapan bahawa diri tawaduk tidak akan muncul melainkan dari sikap merasa diri itu tinggi dan besar. Maka, bilamana kamu merasakan bahawa dirimu adalah seorang yang tawaduk, bererti kamu benar-benar tergolong dalam kalangan orang yang sombong. (Syeikh Ibn At'thoillah as-Sakandari rah). 

 

047). Syeikh Abu al-Hasan al-Syadzili r.a berujar, 'Seseorang berkata kepadaku, "Hai Ali, bersihkan bajumu dari kotoran, pasti pada setiap tarikan nafas kau akan dijaga dengan pertolongan Allah s.w.t”. “Baju apakah?” Ia menjawab, "Allah telah memberimu pakaian makrifat, kemudian pakaian tauhid, pakaian cinta, pakaian iman, dan pakaian Islam. Barang siapa mengenal Allah, segala sesuatu menjadi kecil dalam pandangannya. Barang siapa mencintai Allah, segala sesuatu menjadi remeh baginya. Barang siapa yang mengesakan Allah, ia tidak akan menyengutukan-Nya dengan sesuatu. Barang siapa beriman kepada Allah, ia akan selamat dari segala sesuatu. Barang siapa yang patuh kepada Allah, ia akan sukar bermaksiat. Kalaupun bermaksiat, pasti ia segera memohon ampunan. Dan kalau meminta ampunan, nescaya diterima." Dari sana aku memahami firman Allah yang berbunyi, “Bersihkan bajumu! (QS Al-Muddatstsir 74:4)”. (Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari rah). 

 

048). Hati bagaikan sebatang pohon yang disirami air ketaatan. Keadaan hati memengaruhi buah yang dihasilkan anggota tubuh badan. Buah dari mata adalah perhatian untuk mengambil pelajaran. Buah dari telinga adalah perhatian/pendengaran terhadap al-Quran. Buah dari lidah adalah dzikir. Kedua tangan dan kaki membuahkan amal-amal kebajikan. Sementara, bila hati dalam keadaan kering, buah-buahnya pun akan rosak dan manfaatnya hilang. Kerana itu, ketika hatimu kering, siramilah dengan memperbanyakkan zikir. (Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari rah). 

 

049). Cintailah Rasulullah s.a.w. Allah s.w.t mengumpulkan seluruh kebaikan pada sebuah rumah. Kunci rumah itu berupa mengikuti Nabi s.a.w. Ikutilah baginda s.a.w dengan selalu merasa cukup terhadap segala kurniaan Allah s.w.t, bersikap zuhud terhadap milik orang, tidak rakus kepada dunia, serta meninggalkan ucapan dan perbuatan tak berguna. Siapa yang dibukakan pintu oleh Allah s.w.t untuk mengikuti Nabi s.a.w bererti ia telah dicintai-Nya, 'Katakanlah (wahai Muhammad), "Jika kalian benar-benar mencintai Allah s.w.t, ikutilah aku, nescaya Allah s.w.t mencintai kalian”. (QS Ali-Imran 3:31). (Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari rah). 

 

050). Suatu kali aku berada bersama Syeikh Abu al-Abbas al-Mursi r.a. Aku berkata, 'Dalam nafsuku ada sesuatu.' Syeikh menjawab, 'Jika nafsu adalah milikmu, berbuatlah sesuka hatimu. Namun, itu tidak mungkin kau lakukan’. Kemudian ia berkata, 'Nafsu laksana cermin. Semakin kau musuhi, ia akan semakin memusuhimu. Kerana itu, serahkanlah kepada Tuhannya agar Dia memperlakukan nafsumu sesuai kehendak-Nya. Mungkin kau telah penat mendidik nafsumu, tetapi ia tidak juga tunduk dan taat. Seorang muslim adalah yang menyerahkan nafsunya kepada Allah s.w.t sesuai dengan firman-Nya: “Allah telah membeli dari orang beriman, nafsu (diri) dan harta mereka untuk dibalas dengan syurga”. (QS At-Taubah 9:111).(Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari).

 

051). “Sesungguhnya yang menyebabkan kerisauan/kesusahan hati para ‘Ubbad (orang-orang Ahli Ibadah) dan Zuhhad (orang-orang Ahli Zuhud) dari segala sesuatu itu kerana mereka masih terhijab/tidak melihat Allah dalam apa yang mereka lihat itu, tetapi andaikan mereka melihat Allah dalam segala sesuatu (makhluk), pasti dia tidak akan risau dari/terhadap segala sesuatu”.

(Ibnu Atha'illah)

 

052). Andaikan nur keyakinan itu terbit dengan terang dalam hatimu, pasti engkau dapat melihat akhirat itu dengan lebih dekat kepadamu daripada perjalananmu ke sana. Engkau pasti dapat melihat segala keindahan dunia ini diliputi oleh kehancuran yang bakal menimpanya kelak. (Ibnu Atha’illah). 

 

053). “Jangan sampai tertundanya kurniaan Tuhan kepadamu, setelah engkau mengulang ulang doamu, membuatmu putus asa. Kerana Dia menjamin pengabulan doa sesuai dengan pilihanNya, bukan sesuai dengan pilihanmu; pada waktu yang diinginkanNya, bukan pada waktu yang engkau inginkan”. (Ibnu Atha’illah). 

 

054). Sedarilah sifat sifatmu, maka Allah membantumu dengan Sifat SifatNya. Akui sajalah kehinaanmu, maka Allah membantumu dengan KemuliaanNya. Akui saja ketidakberdayaanmu, maka Allah akan membantumu dengan KekuasaanNya. Akui saja kelemahanmu, nescaya Allah akan membantumu dengan KekuatanNya. (Ibnu Atha’illah). 

 

055). “Ketika taat, kau lebih memerlukankan belas kasih-Nya daripada ketika melakukan maksiat”. (Ibnu Atha’illah, Al Hikam). Seorang yang taat biasa mengalami berbagai keadaan, seperti sombong, 'ujub, meremehkan orang lain, menganggap dirinya layak mendapat pahala dan keadaan lainnya yang mencerminkan kesombongan. Lain halnya dengan seorang ahli maksiat, boleh jadi maksiatnya akan mendorongnya untuk berhati-hati, takut kepada Tuhannya, berlindung kepada-Nya, tunduk dan memerlukan-Nya. Oleh sebab itu, seorang hamba lebih memerlukan belas kasih Allah saat ia taat, melebihi keperluannya terhadap belas kasih-Nya saat ia bermaksiat kepada-Nya. Hikmah ini merupakan peringatan tambahan bagi orang yang merasa mampu sampai kepada Allah dengan amalan-amalannya. Sikap ini adalah kesalahan dan kebodohan.

 

056). Ibnu Atha'illah As-Syakandary dalam  bukunya, Al-Hikam mengatakan: “Andaikan 'nur keyakinan' itu terbit dengan terang dalam hatimu, pasti engkau dapat melihat akhirat itu lebih dekat kepadamu daripada perjalananmu kesana. Engkau pasti dapat melihat segala keindahan dunia ini diliputi oleh kehancuran yang bakal menimpanya kelak”. 

 

057). Cahaya yang masuk dan cahaya yang sampai: Ibnu Atha'illah berkata: “Ada cahaya yang diperkenankan masuk, dan ada cahaya yang diperkenankan sampai. Kadang-kadang cahaya mendatangimu, tetapi hatimu dipenuhi gambaran makhluk sehingga cahaya itu pergi lagi. Kosongkan hatimu dari segala sesuatu selain Allah, nescaya Dia akan mengisinya dengan segala Makrifat dan Rahsia.” (Ibnu Atha'illah: Tajul Arus). 

 

058). Ketika engkau melakukan ibadah, tetapi tidak merasakan takut dan tidak berfikir, berarti penyakit batin telah merasuki dirimu. (Ibnu Atha’illah).

 

059). “Istirehatkan diri mu atau fikiran mu dari kerisauan mengatur hajat keperluan dunia mu, sebab apa yang sudah dijamin atau diselesaikan oleh lain mu, tidak usah kau sibuk memikirkannya”. (Ibnu Atha’illah). 

 

060). “Menunda/menangguh amal perbuatan (kebaikan) kerana menantikan kesempatan yang lebih baik merupakan suatu tanda kebodohan yang mempengaruhi jiwa”. (Ibnu Atha'illah As Sakandari). 

 

061). “Pada setiap tarikan nafas terdapat takdir Allah yang berlaku atas dirimu”. (Ibnu Atha'illah As Sakandari). 

 

062). “Jika dilontarkan pujian kepada kamu, dan kamu bukanlah pemiliknya, maka kembalikanlah pujian itu kepada Maha Empunya”. (Kalam Ibnu Atha'illah As Sakandari). 

 

063). “Zikir biasanya dilakukan dengan lisan, kalbu, anggota badan ataupun dengan ucapan yang didengar orang. Orang yang berzikir dengan menggabungkan semua cara tersebut berarti telah melakukan zikir secara sempurna”. (Ibnu Atha’illah).

 

064). “Tiada sesuatu yang sangat berguna bagi hati (jiwa) sebagaimana menyendiri untuk masuk ke medan berfikir (tafakur)”. (Al Hikam, Ibnu Atha’illah). 

 

065). “Ada cahaya yang hanya diizinkan Allah untuk sampai ke hati. Dan ada pula cahaya yang diizinkan Allah masuk ke dalam hati”. (Ibnu Atha'illah As Sakandri). 

 

066). “Siapa yang bersinar di awal, akan bersinar pula di akhir”. (Kalam Ibnu Atha'illah As Sakandari). 

 

067). Ibnu Atha’illah ditanya, "Bila ia mendapatkan kedamaian hati? atau dengan apa ia dapat meraih kedamaian hati?” la menjawab, "Iaitu dengan memahami haqul-yaqin, iaitu Al-Qur'an, kemudian ia diberi ilmul-yaqin dan setelah itu la melihat ainul-yaqin. Pada saat itu hatinya akan merasa tenteram. Sedangkan ciri-cirinya adalah redha atas takdir yang telah ditentukan-Nya dengan perasaan penuh wibawa dan cinta serta menganggap-Nya sebagai Pelindung dan Dzat yang diserahi tanpa ada perasaan curiga yang mengganjal.”

 

068). Menurut Ibnu Atha'illah, Allah s.w.t akan limpahkan 5 rahmat yang penting dalam solat yang khusyuk, iaitu:

 

• Hati dibersihkan dari kekotoran pelbagai dosa dan sifat sifat kahat.

• Pandangan matahati (basirah) diperlihatkan berbagai ayat ayat Allah di Alam Malakut.

• Hati merasa hampir dengan Allah hingga dapat munajat kepadaNya.

• Sirr terasa dilimpahi berbagai hikmahillahiyah oleh Allah SWT.

• Cahaya dalam hati kian terang benderang.

 

069). “Terbukanya matahati (celik basirah) akan memperlihatkan kepada kamu akan hampirnya Allah SWT. Penyaksian matahati (syuhud/musyahadah) memperlihatkan kepada kamu akan ketiadaan kamu di samping wujud Allah SWT. Penyaksian hakiki (hakikat basirah) matahati memperlihat kepada kamu hanya Allah SWT yang wujud, tidak terlihat lagi ketiadaan kamu dan wujud kamu”. (Al Hikam, Ibnu Atha'illah As Sakandari). 

 

070). “Datangnya pertolongan Allah itu sesuai dengan persiapan, sedangkan turunnya cahaya Allah itu sesuai dengan kejernihan relung relung batin”. (Al Hikam, Ibnu Atha’illah)

 

071). Al-Hikam: Salik, orang yang sedang menuju kepada Allah telah mendapat hidayah dengan nur ibadat yang merupakan amalan untuk taqarub kepada Allah (tawajjuh), sedang orang-orang yang telah sampai kepada Allah tertarik oleh nur yang langsung dari-Nya, bukan sebagai hasil ibadat tetapi semata-mata kerana kurnian Allah (muwajahah). Maka, orang-orang salik menuju ke alam nur, sedangkan mereka yang telah sampai berkecimpung di dalamnya, sebab mereka ini telah bersih dari segala sesuatu selain Allah. Firman-Nya, “Katakanlah : Allah, .... Kemudian tinggalkan yang lain-lain di dalam kesibukan mereka berkecimpung (bermain-main). (Qs. Al-An’aam :92)

 

Cahaya ibadat (tawajjuh) adalah cahaya yang  berkaitan dengan tingkatan Islam (“berserah”) dan tingkatan Iman (“percaya”), sementara cahaya ma’rifat (muawajahah) adalah cahaya yang berkaitan dengan tingkatan ihsan (“kebajikan spiritual”). Tingkatan yang disebut terakhir ini berkaitan penyatuan dengan Tuhan di dalam Diri-Nya, sehingga segala sesuatu yang lain menjadi tak berguna untuk dibicarakan.

 

072). Syeikh Ibnu Athaillah: “Engkau hendaknya berfikir untuk melakukan amal sebaik mungkin, bukan sebanyak mungkin. Banyak amal jika tidak dilakukan dengan baik adalah seperti pakaian yang banyak jumlahnya, tetapi murah harganya. Sedangkan sedikit amal tetapi berkualiti (dikerjakan dengan baik) adalah seperti sedikit pakaian tetapi mahal harganya. Amal yang berkualiti (dikerjakan dengan baik) adalah seperti sebuah intan berlian, kecil bentuknya tetapi mahal harganya. Orang yang menjadikan hatinya selalu ingat kepada Allah swt dan berjuang untuk melindungi hatinya dari pengaruh hawa nafsu, maka itu lebih utama daripada banyak melakukan shalat dan puasa sunat (tetapi hatinya dikuasai hawa nafsu).”

 

073). Tuhanku, puaskanlah aku dengan aturan-Mu daripada aturanku sendiri dengan pilihan-Mu daripada pilihanku sendiri. Dudukkanlah aku ditempat-tempat kebutuhanku yang sesungguhnya .

(Doa, Ibn 'Athaillah Al-Iskandari QS).

 

074). “Ketika Allah menganugerahimu ketaatan dan engkau merasa cukup dengan-Nya, berarti Dia mencurahkan nikmat-Nya, lahir dan batin" (Ibnu Atha 'illah al-Iskandari).  "Ketaatan" ialah melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan secara lahir. adapun makna "merasa cukup dengan-Nya" adalah kau tidak tergantung pada ketaatan itu dalam mendapatkan keinginanmu, tetapi hanya bergantung kepada Tuhanmu dan menyisihkan segala hal selain-Nya. Jika demikian, ketahuilah bahwa Allah telah menganugerahkan segala karunia-Nya, baik yang lahir, seperti ketaatan, maupun yang batin, seperti makrifat yang mewajibkanmu untuk mengabaikan dan tidak melihat selain-Nya.

 

075). Al-Hikam: “Sinar mata hati (Al Basyirah) itu dapat memperlihatkan dekatnya Allah kepadamu. Dan Mata Hati itu sendiri ('Ainul Basyirah) dapat memperlihatkan kepadamu ketiadaanmu kerana wujud (adanya) Allah dan Hakikat Mata Hati (Haqqul Basyirah) itulah yang menunjukkan kepadamu, hanya adanya Allah, bukan ketiadaanmu ('adam) dan bukan pula wujudmu”.  Syu'aa 'Ul Basyirah iaitu Cahaya Akal. Ainul Bashirah iaitu Cahaya Ilmu. Dan Haqqul Basyirah iaitu Cahaya Ilahi. Maka org2 yg menggunakan akal mereka, masih merasa adanya dirinya dan dekatnya kepada Tuhan (yakni, Allah selalu meliputi dan mengurung mereka). Sedang org2 yg menggunakan Nurul Ilmu merasa dirinya tidak ada jika dibanding dengan adanya Allah. Sedang Ahli Hakikat hanya melihat kepada Allah dan tidak melihat apapun di samping-Nya. Bukannya mereka tidak melihat adanya alam sekitarnya, tetapi kerana alam sekitarnya itu tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhajat kepada Allah, maka adanya alam ini tidak menarik perhatian mereka, kerana itu mereka menganggap bagaikan tidak ada.

 

076). Al-Hikam: Wahai orang yang menghadapkan hatinya kepada pengaruh cengkaman alam benda yang palsu ini (aghyar)! Sucikanlah hatimu dengan air istighfar. Campurkanlah ia pada kali yang ketujuh untuk menyucikan najis ini dengan tanah tazallul (tunduk patuh) dan inkisar (lebur hati / rasa rendah diri). Janganlah kamu menghadapkan hatimu kepada yang lain melainkan kepada Dia saja. Janganlah kamu jatuhkan kehinaan dan inkisarmu (rasa rendah dirimu) itu kecuali di hadapan-Nya saja.

 

077). Al-Hikam: Aduhai, betapa celakanya engkau jika kau sangka dunia ini telah menjadi segala-galanya. Tidak, sahabat. Di sini, di tempat bernama dunia ini, tidak ada yang segala-galanya. Hanya manusia yang tak percaya keabadian akhirat yang akan menjadikan dunia ini segala-galanya. Ingatlah, dunia yang kau lihat gemerlap ini hanya sekadar bayangan wujud. Hanya setitis air. Hanya senafas kehidupan. Hanya beberapa tahun. Dan setelah itu, engkau akan memasuki gerbang keabadian. 

 

078). Sedutan Al Hikam: Di awal perjalanan menuju Allah swt, seseorang itu kuat beramal menurut tuntutan Syariat. Dia melihat amalan itu sebagai kenderaan yang boleh membawanya hampir dengan Allah swt. Semakin kuat dia beramal semakin besarlah harapannya untuk berjaya dalam perjalanannya. Apabila dia mencapai satu tahap, pandangan mata hatinya terhadap amal mula berubah. Dia tidak lagi melihat amalan sebagai alat atau penyebab. Pandangannya beralih kepada kurniaan Allah swt. Dia melihat semua amalannya adalah kurniaan Allah swt kepadanya dan kehampirannya dengan Allah swt juga kurniaan-Nya. Seterusnya terbuka hijab yang menutupi dirinya dan dia mengenali dirinya dan mengenali Tuhannya. Dia melihat dirinya sangat lemah, hina, jahil, serba kekurangan dan faqir. Tuhan adalah Maha Kaya, Berkuasa, Mulia, Bijaksana dan Sempurna dalam segala segi. Bila dia sudah mengenali dirinya dan Tuhannya, pandangan mata hatinya tertuju kepada Kudrat dan Iradat Allah swt yg menerajui segala sesuatu dalam alam maya ini. Jadilah dia seorang Arif yang sentiasa memandang kpd Allah swt, berserah diri kpdNya, bergantung dan berhajat kpdNya. Dia hanyalah hamba Allah swt yg faqir.

 

079). Al-Hikam: Alam ini kesemuanya berupa kegelapan, sedang yang meneranginya hanya kerana nampaknya Hak (Allah) padanya.  Maka siapa yang melihat alam kemudian tidak melihat Allah di dalamnya, atau padanya atau sebelumnya, atau sesudahnya, maka benar-benar dia telah disilaukan ole Nur Cahaya, dan tertutup baginya Nur Makrifat oleh tebalnya awan benda-benda alam ini”.

 

080). Seorang sufi adalah ibnul waqti iaitu tiada melihat pada masa akan datang atau menoleh pada masa lalu kerana bagi mereka masa itu ialah apa yang ia berada padanya. (PakChu Dazze, dalam Syarah Hikam). 

 

081). Sampaimu kepada Allah adalah sampaimu kepada pengetahuan tentangNya, kerana mustahil Allah disentuh atau menyentuh sesuatu. (Al Hikam). 

 

082). “Bagaimana akan dapat terhijab oleh sesuatu, sedangkan Dia (Allah) lebih dekat kepada mu dari segala sesuatu”. (Al Hikam). 

 

083). Maksiat (dosa) yang menjadikan rendah diri dan mengharapkan rahmat dari Allah itu lebih baik dari perbuatan taat yang membangkitkan rasa sombong, 'ujub dan merendahkan orang lain. (Al Hikam). 

 

084). Alam ini kesemuanya berupa kegelapan, sedang yang meneranginya hanya kerana nampaknya hak (Allah) padanya, maka siapa yang melihat alam kemudian tidak melihat Allah di dalamnya, atau padanya atau sebelumnya, atau sesudahnya, maka benar-benar dia telah disilaukan oleh Nur Cahaya, dan tertutup baginya Nur Makrifat oleh tebalnya awan benda-benda alam ini”. (Al Hikam). 

 

 


Komentar