000). Hati Tidak Mungkin Bersinar manakala
keduniaan Menutupinya.
Bagaimana mungkin kalbu akan bersinar, sedangkan
bayang-bayang dunia terpampang di cerminnya? Bagaimana mungkin akan pergi
menyongsong Ilahi, sedangkan ia masih terbelenggu nafsunya? Bagaimana mungkin
akan bertamu ke hadirat-Nya, sedangkan ia belum bersuci dari kotoran
kelalainya? Bagaimana mungkin diharapkan dapat menyingkap berbagai rahasia,
sedangkan ia belum bertobat dari kekeliruannya? - Ibnu Atha’illah al-Iskandari
001). Ibnu Athaillah: “Pendamlah wujudmu dalam “tanah” tak
dikenal, krn sesuatu yg tumbuh dari benih yg tak ditanam (terlebih dahulu),
buahnya tiada sempurna”. Syarah (Keterangan): Hanya amal yg didasarkan pada
penghambaan yg rendah hati dan persembahan di jalan Allah lah yg dapat
menghasilkan buah dan keterbebaskan dari kepalsuan dan bayang2 makhluk. Bila
seseorg menginginkan nama baik atau penghargaan, maka buahnya akan masam dan
busuk kerana watak dunia yg selalu berubah. Salik yg berhasil tidak
memperdulikan hasil akhir amal kerana ia merasakan rahmat-Nya sejak awal
penyerahan dirinya kpd Allah.
002) Ibnu Atha'illah As Sakandari: “Apa yang disembunyikan
hati akan terlihat jejaknya di wajah. Apa yang tersimpan di kedalaman batin
akan nampak pada penampilan lahir”. MAKRIFAT dan CAHAYA ILAHI yang ditetapkan
Allah di dalam hati seseorang pasti akan muncul pada penampilan lahirnya, pada
wajah dan anggota tubuh lainnya. Ini adalah tanda untuk mengenali keadaan
seorang murid menuju Allah, kerana tampilan lahir adalah cermin dari keadaan
batin. Bagi orang-orang yang ingin berteman dan berkumpul dengan seorang murid,
penampilan lahirnya ini menjadi petanda.
003). Ibnu Atha'illah As Sakandari: “Diantara tanda matinya
hati adalah tidak adanya perasaan sedih atas ketaatan yg kau lewatkan dan tidak
adanya perasaan menyesal atas kesalahan yang kau lakukan”. TANDA HIDUPNYA HATI
ialah memancarnya Cahaya Ilahi dari hatimu meskipun kau belum mendapatkan cahaya
itu kerana tebalnya hijabmu. Kesedihanmu atas ketaatan yang terlewatkan dan
penyesalanmu atas kesalahan yang telah kau lakukan, atau kebahagiaanmu atas
amal-amal baikmu dan kesedihanmu atas amal-amal burukmu membuktikan bahwa kau
termasuk Ahli Iradah (orang yang dikehendaki dan dicintai Allah). Oleh kerana
itu, giatlah dalam beramal soleh dan jangan malas.
004). Ibnu Atha'illah As Sakandari: “Org yg banyak berbicara
tentang Tauhid tetapi tidak mempedulikan Syariat berarti telah mencampakkan
dirinya dalam samudera kekufuran. Jadi, org yg betul2l alim adalah yg didukung
oleh Takikat dan terikat oleh Syariat. Demikian pula dengan ahli Hakikat, ia
tidak boleh hanya berjalan bersama Hakikat atau berhenti hanya pada lahiriah
Syariat. Namun ia harus berada di antara keduanya. Berhenti pada sisi lahiriah
saja adalah syirik, sementara berjalan bersama Hakikat saja tanpa terikat dgn
Syariat merupakan bentuk penyimpangan. Petunjuk dan hidayah terletak di antara
keduanya.”
005). Ibnu Atha’illah: “Zikir adalah membebaskan diri dari
sikap lalai dan lupa dengan menghadirkan hati secara terus menerus bersama
Allah swt”.
006). Ibnu Atha'illah As Sakandari: Tampilkanlah dgn
sesungguhnya sifat2 kekuranganmu, nescaya Allah menolongmu dgn sifat sifat
kesempurnaanNya. Bersungguh2lah dgn kehinaanmu, nescaya Allah menolong dan
kemuliaanNya. Bersungguh2lah dlm ketidakberdayaanmu, nescaya Allah menolongmu
dgn daya dan kekuatanNya.
007). Ibnu Atha'illah As Sakandari: Antara hak Allah s.w.t.
yang paling sukar untuk ditunaikan oleh seseorang hamba adalah 'syukur
kepadaNya’. Sesungguhnya, syukur itu ada zahir dan batinnya. Zahir kesyukuran
itu adalah dgn melaksanakan syariat Allah s.w.t.. Adapun batin kesyukuran itu
adalah dgn menyaksikan semua kebaikan itu datang daripada Allah s.w.t. (Syuhud
an-Ni’mah). Seseorang tidaklah bersyukur jika tidak menunaikan perintah2Nya dan
tidaklah menjaga kehambaannya kepadaNya jika ia mengabaikan perjanjian taat
setianya kepadaNya.
008). Ibnu Atha'illah As Sakandari: “Istirehatkan dirimu
dari kesibukan duniamu. Urusan yang telah diatur Allah tak perlu kau sibuk ikut
campur”.
009). Ibnu Atha’illah al-Iskandari: “Menunda amal karena
menunggu waktu yang luang termasuk tanda kebodohan”. Jika seorang murid
menunda-nunda amal yang bisa mendekatkannya kepada Tuhannya karena merasa tidak
memiliki waktu luang di sela-sela kesibukan dunianya, tindakan itu merupakan
tanda kebodohan jiwanya. Disebut bodoh karena ia telah menunda amalnya dengan
menunggu waktu luang. Padahal, boleh jadi, alih-alih mendapatkan waktu luang
utk beramal ibadah, justru kesibukannya semakin bertambah karena kesibukan
dunia pasti akan terus bertumpuk sebab satu sama lain saling berkaitan. Bahkan,
andai kata ia mendapatkan waktu luang, tentu tekad dan niatnya pun sudah
melemah. Oleh karena itu, sepatutnya ia segera bangkit melakukan amal-amal yg
mendekatkan dirinya kpd Tuhannya sebelum terlambat. Pepatah mengatakan, “Waktu
ibarat pedang. Jika kau tidak dapat menggunakannya, niscaya ia akan menebasmu.”
010). Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan
syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi: “Al-Haqq (Allah) tidak terhijab.
Engkaulah yang terhijab dari melihat-Nya. Seandainya ada sesuatu yang
menghalangi Allah, tentu sesuatu itu akan menutupi-Nya. Dan, seandainya ada
tutup bagi-Nya, tentu ada batasan bagi wujud-Nya. Sesuatu yang membatasi tentu
menguasai yang dibatasi, padahal, “Allah Maha Berkuasa atas semua hamba-Nya”.
Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa terhijab itu bukan sifat Allah,
yang terhijab hanyalah dirimu sendiri. Jika engkau ingin sampai kpdNya, kau
harus mencari dan mengobati semua kekuranganmu, niscaya kau akan sampai
kepada-Nya dan melihat-Nya dgn mata batinmu. Hikmah di atas menepis anggapan yg
menyatakan bahwa tidak mustahil Allah terhalang oleh hijab, karena hijab biasa
digunakan oleh para pembesar atau raja untuk memperlihatkan keagungan dan
kemuliaannya. Jawaban atas anggapan ini adalah, seandainya Allah terhijab oleh
sesuatu, seperti halnya para raja, niscaya Allah terkurung di dalam hijab itu,
terpenjara dan terbatas ruang geraknya. Maka, tentu saja hal itu mustahil
terjadi pada Allah. Hal ini berdasarkan firman-Nya, “Dan Dialah yg berkuasa
atas sekalian hamba2Nya dan Dialah yg Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui,” (QS
Al-An’am [6]: 18)
011). Syeikh Ibnu ‘Atha’illah mengatakan: “Ilmu yang
bermanfaat adalah ilmu yang membantu menuju ketaatan, mendatangkan rasa takut
pada Allah dan menjaga rambu2Nya. Ilmu yang paling bermanfaat adalah ilmu
tentang Allah. Orang yang banyak berbicara tentang tauhid, tetapi mengabaikan
syariat berarti telah mencampakkan dirinya dalam samudera kekufuran. Maka,
orang yang benar-benar alim adalah yang didukung oleh hakikat dan terikat oleh
syariat. Karena itu, seorang ahli hakikat tidak boleh hanya berada pada tingkat
hakikat atau berhenti pada tataran syariat lahiriah semata. Tapi, ia harus
berada pada posisi keduanya. Berhenti pada syariat lahiriah saja adalah syirik,
sedangkan hanya menetap pada hakikat tanpa terikat oleh syariat adalah sesat.
Petunjuk dan hidayah terletak pada keduanya.”
012). Syeikh Ibn Atha'illah As-Sakandari: “Hidup ini menjadi
sempit dan semakin sempit kerana kamu menjalani hidup ini untuk meraih
perhatian dan redha manusia di sekelilingmu. Apa yang kamu ingin lakukan, kamu
ukur dengan redha manusia atau kebencian mereka. Ia membuatkan kamu menjalani
sebuah kehidupan yang penuh dengan pendustaan”. Hikmah yang dipetik dari Kitab
klasik Al-Hikam tulisan Ulama Sufi terkenal Syeikh Ibn Atha'illah As-Sakandari.
Hikmah ini mengingatkan kita kepada sebuah hadith “Ihfazillah ha yahfazuka”
terjemahannya “Jagalah Allah nescaya Allah akan menjagamu”. Dari Ibnu Abbas ra,
berkata: Pada suatu hari aku berada di belakang Rasulullah saw lalu baginda
bersabda: “Wahai anak, peliharalah Allah nescaya (Dia) akan memelihara kamu,
peliharalah Allah nescaya (Dia) akan berada di hadapan kamu, dan jika engkau
memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan maka
mintalah pertolongan kepada Allah, dan ketahuilah bahawa sekiranya umat
berkumpul (bersepakat) untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, nescaya mereka
tidak akan mampu berbuat demikian melainkan dengan sesuatu yang telah
ditetapkan (ditakdirkan) oleh Allah, dan sekiranya umat berkumpul (bersepakat)
untuk mendatangkan mudarat ke atas kamu, nescaya mereka tidak akan mampu
melakukan melainkan dengan sesuatu yang telah ditetapkan (ditakdirkan) oleh
Allah”.
013). Ibnu Atha’illah: Nafsu dalam kemaksiatan itu jelas
nyata. Sedangkan nafsu di dalam ta’at, itu tersembunyi dan tidak nyata.
Mengubati yang tersembunyi itu sangat sulit terapinya.
014). Ibnu Atha 'illah As-Saqandari: “Siapa yang tidak
mensyukuri nikmat, akan kehilangan nikmat itu. Siapa yang mensyukurinya,
berarti ia telah mengikat nikmat itu dengan tali yang kuat”. Syukur nikmat akan
membuat nikmat itu abadi dan semakin bertambah. Allah swt. berfirman,
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu
dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”
(QS. Ibrahim 14:7). Sementara itu, kufur nikmat akan menyebabkan nikmat itu
hilang. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS.
Ar-Ra'd 13:11). Artinya, jika mereka mengubah ketaatan mereka, yaitu dengan
tidak mensyukuri nikmat yang diberikan-Nya, Allah tidak akan memberi mereka
kebaikan dan kemurahanNya. Syukur nikmat dapat diwujudkan dengan hati, yaitu
kau sadar bahwa semua nikmat berasal dari Allah. Allah swt. berfirman, “dan apa
saja nikmat yang ada pada kamu maka dari Allahlah (datangnya)”. (QS. An-Nahl
16:53). Dapat pula diwujudkan dengan lisan, yaitu dengan membicarakan nikmat
tersebut. Allah swt. berfirman,"Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah
kamu siarkan (bicarakan)”. (QS. Adh-Dhuha 93:11).
015). Telah berkata Ibnu Atha'illah As Sakandari, sekiranya
engkau tahu bahawa syaitan tidak pernah lupa padamu walau sejenak, maka
janganlah sedetik pun engkau lupa kepada Allah Taala yang nasibmu berada di
dalam kekuasaannya.
016). Ibnu Atha’illah al-Iskandari: “Engkaulah Tuhan yang
tiada tuhan, kecuali Engkau telah mengenalkan diri-Mu kepada segala sesuatu
sehingga tiada sesuatu yang tidak mengenal-Mu. Engkau pula yang mengenalkan
Diri kepadaku dalam segala sesuatu sehingga melihat-Mu jelas pada tiap segala
sesuatu maka Engkaulah yang lahir pada tiap sesuatu”.
017). Ibnu Atha'illah As Sakandari: Kesungguhanmu mengejar
apa yang sudah dijamin untukmu oleh Allah dan kelalaianmu melaksanakan apa yang
dibebankan kepadamu, itu merupakan tanda butanya basyirah (mata batin).
018). Ibnu Atha'illah As Sakandari: Allah menerangi Alam
Lahir dengan cahaya makhluk makhluknya, dan menerangi Alam Batin dengan
Sifat2Nya. Cahaya Alam Lahir pasti terbenam dan cahaya hati tak akan pernah
padam, kerana itu seorang Penyair berkata: “Matahari siang terbenam dengan
datangnya malam, matahari hati tak akan pernah sekali pun menghilang”.
019). Syekh Ibnu Atha’illah dlm kitab Taj Al-‘Arus: Hati yg
baik tidak akan dilalaikan dari Allah oleh sesuatu yang baik. Jika ingin sembuhkan
hatimu, keluarlah menuju medan taubat. Ubahlah keadaanmu dari yg sebelumnya
jauh dari Allah menjadi dekat kpd hadrat-Nya. Gunakan pakaian kerendahan dan
kehinaan. Ketahuilah, hati sesungguhnya dapat disembuhkan dari segala
penyakitnya. Namun, engkau terus menerus memenuhi perutmu dan membanggakan
kegemukanmu. Engkau tak ubahnya seperti keledai yg digemukkan utk disembelih.
Tidak sedarkah sebenarnya engkau telah menyembelih dirimu sendiri?!”
020). Ibnu Atha'illah As Sakandari: “Zikir adalah membebaskan
diri dari sikap lalai dan lupa dgn menghadir kan hati secara terus menerus
bersama Allah. Sebahagian kalangan mengatakan bahawa Zikir adalah menyebut
secara berulang2 dgn hati dan lisan nama Allah, salah satu SifatNya, salah satu
HukumNya, atau lainnya, yg dengannya seseorang rapat mendekatkan dirinya kepada
Allah”.
021). Ibnu Atha'illah As Sakandari: Jika engkau merasa berat
untuk taat dan beribadah serta tidak menemukan kenikmatan dalam hati, sementara
engkau merasa ringan bermaksiat dan menemukan kenikmatan di dalamnya,
ketahuilah bahawa engkau belum jujur dalam taubatmu. Andai pangkalnya benar,
pasti cabangnya juga benar.
022). Ibnu Atha'illah As Sakandari berkata di dlm Al Hikam:
Allah swt menganugerahkan 3 kemuliaan, iaitu: Pertama Dia membuat kamu ingat
padaNya, jika bukan kerana kurniaNya, maka engkau tidak layak atas limpahnya
zikir kpdNya dlm diri. Kedua Dia membuatmu ingat olehNya, kerana Dia menguatkan
hubungan Nya dgnmu. Ketiga Dia membuatmu ingat di sisiNya, maka Allah
sempurnakan nikmatNya kpdmu.
023). Ibnu Athaillah: Makrifat itu artinya dapat diperluas
menjadi cara mengetahui dan mengenal Allah melalui tanda kekuasaan-Nya yang
berupa makhluk ciptaan-Nya. Sebab dengan hanya memperhatikan tanda-tanda
kekuasaan-Nya kita dapat mengetahui akan Keberadaan dan Kekuasaan Allah Taala.
024). Ibnu Atha'illah rah ditanya bila beliau mendapatkan
kedamaian hati atau dengan apa beliau dapat meraih kedamaian hati. Beliau
menjawab: “Iaitu dengan memahami Haqul-Yaqin, iaitu Al-Quran, kemudian beliau
diberi Ilmul-Yaqin dan setelah itu beliau melihat Ainul-Yaqin”. Pada saat itu
hatinya akan merasa tenteram. Sedangkan ciri-cirinya adalah redha atas takdir
yang telah ditentukan-Nya dengan perasaan penuh wibawa dan cinta serta
menganggap-Nya sebagai Pelindung dan Zat yang diserahi tanpa ada perasaan
curiga yang mengganjal.
025). Syeikh Ibnu Athaillah berkata di dlm kitab Tajul Arus:
“Jangan mengira bahwa orang yang sial adalah yang tertawan dan ditahan. Namun,
orang yang sial adalah yang bermaksiat kepada Allah dan mengotori Kerajaan-Nya
Yang Suci dengan najis dosa. Sungguh kau bodoh jika diperlakukan dgn baik oleh
Tuanmu, tetapi kau membalasnya dgn penentangan”. Inilah salah satu akibat lain
yg diderita oleh pelaku maksiat. Allah swt menciptakan dan kemudian
menghidupkan kita di muka bumi, serta memerintahkan kita untuk mentaati-Nya.
Namun, manusia justru mengotori kehidupannya dgn najis maksiat, dosa,
penyelewengan, dan pembangkangan kepada Allah dan segala Perintah-Nya.
026). Ibnu Athaillah: “Engkau hendaknya berfikir untuk
melakukan amal sebaik mungkin, bukan sebanyak mungkin. Banyak amal jika tidak
dilakukan dengan baik adalah seperti pakaian yang banyak jumlahnya, tetapi
murah harganya. Sedangkan sedikit amal tetapi berkualiti (dikerjakan dengan
baik) adalah seperti sedikit pakaian tetapi mahal harganya. Amal yang
berkualiti (dikerjakan dgn baik) adalah seperti sebuah intan berlian, kecil
bentuknya tetapi mahal harganya. Orang yang menjadikan hatinya selalu ingat
kepada Allah swt dan berjuang utk melindungi hatinya dari pengaruh hawa nafsu,
maka itu lebih utama daripada banyak melakukan Solat dan Puasa Sunat (tetapi
hatinya dikuasai hawa nafsu). Orang yang melakukan Solat dengan hati lalai
adalah seperti seseorang yg menghadiahkan seratus peti kosong kepada seorang
Raja, tentunya Sang Raja akan marah dan selalu mengingat perbuatan buruknya
ini. Sedangkan org yg Solat dgn hati yg hadir (khusyuk), adalah seperti seorang
yang menghadiahkan sebutir intan berlian seratus dinar kepada seorang Raja,
Sang Raja pun akan mengingat dan memujinya selalu.”
027). lbnu Athaillah berkata: “Perumpamaan dosa bagi pemilik
mata hati adalah seperti bangkai yang dimakan anjing. Bagaimana menurutmu jika
ada org yg memasukkan bangkai ke mulutnya? Bukankah kau akan mencelanya?!
Apabila Allah Swt. telah menghadirkan neraca jual beli, bukankah Dia juga
menghadirkan neraca bagi berbagai kebenaran?! Orang yang kakinya kotor tentu
tidak layak menghadap, apalagi orang yang mulutnya kotor”. Dosa bagi orang
mukmin merupakan najis. Dosa itu akan menjadi pakaian yang dikenakan pelakunya.
Perumpamaannya seperti najis yang melekat pada pakaian putih. Dosa dapat
dibersihkan dgn taubat kepada Allah. Namun, org yg terus bergelimang dosa, org
kafir, dan munafik tidak merasakan dan tidak menyadari bahaya dosa. Sebab, hati
mereka laksana pakaian hitam yg membuat najis tidak tampak. Mereka terbiasa dgn
dosa dan lalai dari mengingat Allah azza wajalla. Inilah neraca hakikat yg
harus menjadi landasan hamba dlm berinteraksi dgn Tuhan dan penciptanya.
028). Ibn ‘Ata’illah membahagi Sabar kepada 3 jenis: 1.
Sabar terhadap perkara haram, 2. Sabar terhadap kewajiban, 3. Sabar terhadap
segala perencanaan (angan2) dan usaha. Sabar terhadap perkara haram adalah
sabar terhadap hak-hak manusia. Sedangkan Sabar terhadap kewajiban adalah sabar
terhadap kewajiban dan keharusan untuk menyembah kpd Allah. Segala sesuatu yg
menjadi kewajiban ibadah kpd Allah akan melahirkan bentuk Sabar yg ke 3 iaitu
Sabar yg menuntut Salik utk meninggalkan segala bentuk angan2 kpdNya. “Sabar
atas keharaman adalah sabar atas hak-hak kemanusiaan. Dan Sabar atas kewajiban
adalah sabar atas kewajiban ibadah. Dan semua hal yg termasuk dalam kewajiban
ibadah kpd Allah mewajibkan pula atas Salik utk meniadakan segala angan2nya
bersama Allah”. Sabar bukanlah suatu Maqam yg diperoleh melalui usaha Salik
sendiri. Namun, Sabar adalah suatu Anugerah yg diberikan Allah kpd Salik dan
org2 yg dipilih-Nya. Maqam Sabar itu dilandasi oleh keimanan yg sempurna
terhadap kepastian dan ketentuan Allah, serta menanggalkan segala bentuk
perencanaan (angan2) dan usaha.
029). Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandariy berkata: Di
antara tanda seseorang mengikuti hawa nafsu adalah bersegera melakukan amal
ibadah yg Sunnah namun malas utk menegakkan yg bersifat Wajib”
030). Ibnu Atha' illah al-Iskandari: Usahamu untuk
mencari-cari kekurangan yang tersembunyi di dalam dirimu lebih baik daripada
usahamu untuk menyelak tirai ghaib yang terhijab bagimu.
031). Ibnu Athaillah: “Tampilkanlah dgn sesungguhnya sifat-2
kekuranganmu, niscaya Allah menolongmu dgn sifat2 Kesempurnaan-Nya.
Bersungguh2lah dgn kehinaanmu, niscaya Dia menolongmu dgn Kemuliaan-Nya.
Bersungguh2lah dlm ketidakberdayaanmu, niscaya Dia menolongmu dgn Daya dan
Kekuatan-Nya.”
032). Ibnu Atha'illah as Sakandari: “Jika engkau berteman
dengan para pencinta dunia, mereka akan menyeretmu untuk mencintai dunia. Jika
engkau berteman dengan para pencinta akhirat, mereka akan membawamu untuk
mencintai Allah swt”.
033). Syeikh Ibnu Athaillah: “Tidak ada yang lebih memikat
Iblis daripada hati yang gelap, hitam, padam dan diselimuti karat.Tidak ada
yang lebih berat bagi Iblis daripada hati yang bercahaya, bersih, murni dan
bening. Tempat Iblis adalah kegelapan. Ketika hati dipenuhi cahaya, tidak ada
tempat yg tersisa bagi Iblis.”
034). Ibnu Atha’illah: “Antara hak Allah s.w.t. yg paling
sukar utk ditunaikan oleh seseorg hamba adalah “syukur kpdNya”. Sesungguhnya,
syukur itu ada zahir dan batinnya. Zahir kesyukuran itu adalah dgn melaksanakan
syariat Allah s.w.t. Adapun batin kesyukuran itu adalah dgn menyaksikan semua
kebaikan itu dtg dpd Allah s.w.t. (syuhud an-ni’mah). Seseorg tidaklah
bersyukur jika tidak menunaikan perintah2 Nya dan tidaklah menjaga kehambaannya
kpdNya jika ia mengabaikan perjanjian taat setianya kpdNya.
035). Orang yang sempurna akalnya adalah orang yang lebih
suka pada apa-apa yang kekal (bi maa huwa abqa’) daripada pada apa-apa yang
akan rosak (bi maa huwa yafna’). Sungguh telah bersinar terang nur di hatinya,
dan tampaklah buktinya pada akhlaknya. (Syekh Ibnu Atha'illah as-Sakandari
Rahimahullah Ta’ala).
036). ”Tatkala Allah membukakan mulut anda dengan bermohon
kepada-Nya, maka ketahuilah sesungguhnya Allah berkehendakkan doa anda
diperkenankan”. (Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari Rahimahullah Ta’ala).
037). “Perumpamaan dosa bagi pemilik mata hati adalah
seperti bangkai yang dimakan anjing. Bagaimana menurutmu jika ada orang yang
memasukkan bangkai ke mulutnya? Bukankah kau akan mencelanya?! Apabila Allah
s.w.t. telah menghadirkan neraca jual beli, bukankah Dia juga menghadirkan
neraca bagi berbagai kebenaran?! Orang yang kakinya kotor tentu tidak layak
menghadap, apalagi orang yang mulutnya kotor.” Dosa bagi orang mukmin merupakan
najis. Dosa itu akan menjadi pakaian yang dikenakan pelakunya. Perumpamaannya
seperti najis yang melekat pada pakaian putih. Dosa dapat dibersihkan dengan
taubat kepada Allah. Namun, orang yang terus bergelimang dosa, orang kafir, dan
munafik tidak merasakan dan tidak menyadari bahaya dosa. Sebab, hati mereka laksana
pakaian hitam yang membuat najis tidak tampak. Mereka terbiasa dengan dosa dan
lalai dari mengingat Allah s.w.t. Inilah neraca hakikat yang harus menjadi
landasan hamba dalam berinteraksi dengan Tuhan dan penciptanya. (Syeikh Ibnu
Athaillah as-Sakandari Rahimahullah Ta’ala).
038). ”Bagaimana hati dapat bersinar, sementara
gambar-gambar duniawi tetap terlukis dalam cermin hati itu? Atau bagaimana hati
dapat berangkat menuju Allah, kalau masih terbelenggu oleh syahwatnya? Atau,
bagaimana mungkin seseorang akan masuk menghadap ke hadirat Allah, apabila
hatinya belum suci dari ‘junub' kelalaiannya? Atau, bagaimana mungkin seorang
hamba dapat memahami kedalaman berbagai rahsia, sementara ia belum bertaubat
dari kesalahannya?” Ini lah belenggu yang menghalangi jalan menuju Allah s.w.t.
(Syeikh Ibn Athaillah as-Sakandari Rahimahullah Ta’ala).
039). Perumpamaan orang yang menuntut ilmu untuk mendapat
dunia dan kedudukan ialah seperti orang yang mengangkat kotoran dengan sendok
permata. Alatnya sungguh mulia, sementara isinya teramat hina. Perumpamaan
orang yang belajar selama 40 atau 50 tahun tetapi tidak pernah mengamalkannya
adalah seperti orang yang duduk selama itu untuk berwudhu dan berwudhu lagi
ketika batal namun ia tidak pernah sholat. (Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari
dalam Latha'iful Minan)
040). Lihatlah keEsaanNya pada setiap martabar wujud ini.
Allah s.w.t. membolehkan anda melihat (merenung) ke arah sesuatu yang ada ini
(alam sekitar anda), tetapi Dia tidak mengizinkan anda berhenti bersama dengan
zat alam benda yang ada ini, kerana kesemuanya itu adalah hijab. Sebagaimana
firman Allah s.w.t dalam surah Yunus ayat: 101, ”Katakanlah (wahai Muhammad):
Perhatikan dan fikirkanlah apa yang ada di langit dan dibumi…" Allah
s.w.t. akan membukakan pintu fahaman untuk anda. Dan dia tidak berfirman:
"Lihatlah langit!" supaya anda mengerti bahawa Allah s.w.t. tidak
menunjukkan kepada anda akan adanya benda-benda itu. (Syeikh Ibnu Athaillah
as-Sakandari Rahimahullah Ta’ala).
041). Banyak orang mengeluarkan dinar dan dirham. Namun,
sangat sedikit yang mengeluarkan air mata. Manusia saling berbangga dan
bersaing dalam kenikmatan dunia dan dalam mengeluarkan harta. Namun, mereka
tidak pernah bersaing dalam perjalanan menuju Allah dan dalam menangis kerana
takut dan rindu kepada-Nya. Mereka sibuk dengan dunia, padahal dunia itu
terlaknat sebagaimana sabda Nabi s.a.w. "Dunia ini terlaknat dan terlaknat
pula apa yang berada di dalamnya kecuali dzikrullah." (HR al-Tirmizi),
(Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari Rahimahullah Ta’ala).
042). Jika engkau merasa berat untuk taat dan beribadah
serta tidak menemukan kenikmatan dalam hati, sementara engkau merasa ringan
bermaksiat dan menemukan kenikmatan di dalamnya, ketahuilah bahawa engkau belum
jujur dalam taubatmu. Andai pangkalnya benar, pasti cabangnya juga benar.
(Syeikh Ibnu Atha'illah as-Sakandari Rahimahullah Ta’ala).
043). Tiada suatu nafas berhembus darimu, kecuali di situ
takdir Allah berlaku padamu. (Sheikh Ibn Athaillah As Sakandari dalam Kitab
al-Hikam). Dalam setiap kandungan nafas manusia itu biasa terjadi sesuatu
yang berkaitan dengan ketaatan mahupun kemaksiatan kepada-Nya. Demikian pula
dengan kejadian yang berkaitan dengan pemberian nikmat dan ujian. Dengan kata
lain, setiap helaan nafas yang keluar sebagai sarana (wadah) bagi suatu
peristiwa, maka jangan ia digunakan untuk berbuat kemaksiatan dan perbuatan
terkutuk lainnya kepada Allah s.w.t. Demikianlah pesanan Syeikh.
044). Kemuliaan yang dianugerahkan Allah kepada manusia.
Allah menjadikanmu berada di alam pertengahan antara alam materi(alam nyata)
dan malakut agar kau mengenali kedudukanmu yang tinggi di antara makhluk. Kau
adalah mutiara yang tersembunyi dalam kulit ciptaan-Nya. Kau tunduk kepada alam
selama tidak menyaksikan Sang Pencipta. Namun, jika kau telah melihat-Nya, alam
akan tunduk kepadamu. (Syeikh Ibnu Atha'illah as-Sakandari rah).
045). Dialah tuhanmu yang memberi dan menguji. "Agar
pedihnya ujian terasa ringan, hendaklah engkau tahu bahawa Allah-lah yang
mengujimu. Yang menimpakan takdir-Nya kepadamu dan adalah juga Yang biasa
Memberimu sebagus-bagus pilihan”. (Syekh Ibnu Atha'illah dalam kitab
Al-Hikam). Tiada Tuhan selain Allah, yang mentajallikan bentangan
sifat-sifat Jalal-Nya baik Jamal-Nya bagi menampakkan kekuasaan dan kesempurnaan-Nya
bahawa hanya Dialah Tuhan yang Maha Qahar... yang segalanya perlu berharap
hanya kepada-Nya dan segalanya perlu takut akan kemurkaan-Nya. (Tn Syeikh Haji
Alias asy-Syattari).
046). Barangsiapa yang menyangka dirinya tawaduk, maka
sebenarnya dialah orang yang takabbur. Kerana, anggapan bahawa diri tawaduk
tidak akan muncul melainkan dari sikap merasa diri itu tinggi dan besar. Maka,
bilamana kamu merasakan bahawa dirimu adalah seorang yang tawaduk, bererti kamu
benar-benar tergolong dalam kalangan orang yang sombong. (Syeikh Ibn
At'thoillah as-Sakandari rah).
047). Syeikh Abu al-Hasan al-Syadzili r.a berujar,
'Seseorang berkata kepadaku, "Hai Ali, bersihkan bajumu dari kotoran,
pasti pada setiap tarikan nafas kau akan dijaga dengan pertolongan Allah
s.w.t”. “Baju apakah?” Ia menjawab, "Allah telah memberimu pakaian
makrifat, kemudian pakaian tauhid, pakaian cinta, pakaian iman, dan pakaian
Islam. Barang siapa mengenal Allah, segala sesuatu menjadi kecil dalam
pandangannya. Barang siapa mencintai Allah, segala sesuatu menjadi remeh
baginya. Barang siapa yang mengesakan Allah, ia tidak akan menyengutukan-Nya
dengan sesuatu. Barang siapa beriman kepada Allah, ia akan selamat dari segala
sesuatu. Barang siapa yang patuh kepada Allah, ia akan sukar bermaksiat.
Kalaupun bermaksiat, pasti ia segera memohon ampunan. Dan kalau meminta
ampunan, nescaya diterima." Dari sana aku memahami firman Allah yang
berbunyi, “Bersihkan bajumu! (QS Al-Muddatstsir 74:4)”. (Syeikh Ibnu Athaillah
as-Sakandari rah).
048). Hati bagaikan sebatang pohon yang disirami air
ketaatan. Keadaan hati memengaruhi buah yang dihasilkan anggota tubuh badan.
Buah dari mata adalah perhatian untuk mengambil pelajaran. Buah dari telinga
adalah perhatian/pendengaran terhadap al-Quran. Buah dari lidah adalah dzikir.
Kedua tangan dan kaki membuahkan amal-amal kebajikan. Sementara, bila hati
dalam keadaan kering, buah-buahnya pun akan rosak dan manfaatnya hilang. Kerana
itu, ketika hatimu kering, siramilah dengan memperbanyakkan zikir. (Syeikh Ibnu
Athaillah as-Sakandari rah).
049). Cintailah Rasulullah s.a.w. Allah s.w.t mengumpulkan
seluruh kebaikan pada sebuah rumah. Kunci rumah itu berupa mengikuti Nabi
s.a.w. Ikutilah baginda s.a.w dengan selalu merasa cukup terhadap segala
kurniaan Allah s.w.t, bersikap zuhud terhadap milik orang, tidak rakus kepada
dunia, serta meninggalkan ucapan dan perbuatan tak berguna. Siapa yang
dibukakan pintu oleh Allah s.w.t untuk mengikuti Nabi s.a.w bererti ia telah
dicintai-Nya, 'Katakanlah (wahai Muhammad), "Jika kalian benar-benar
mencintai Allah s.w.t, ikutilah aku, nescaya Allah s.w.t mencintai kalian”. (QS
Ali-Imran 3:31). (Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari rah).
050). Suatu kali aku berada bersama Syeikh Abu al-Abbas
al-Mursi r.a. Aku berkata, 'Dalam nafsuku ada sesuatu.' Syeikh menjawab, 'Jika
nafsu adalah milikmu, berbuatlah sesuka hatimu. Namun, itu tidak mungkin kau
lakukan’. Kemudian ia berkata, 'Nafsu laksana cermin. Semakin kau musuhi, ia
akan semakin memusuhimu. Kerana itu, serahkanlah kepada Tuhannya agar Dia
memperlakukan nafsumu sesuai kehendak-Nya. Mungkin kau telah penat mendidik
nafsumu, tetapi ia tidak juga tunduk dan taat. Seorang muslim adalah yang
menyerahkan nafsunya kepada Allah s.w.t sesuai dengan firman-Nya: “Allah telah
membeli dari orang beriman, nafsu (diri) dan harta mereka untuk dibalas dengan
syurga”. (QS At-Taubah 9:111).(Syeikh Ibnu Athaillah as-Sakandari).
051). “Sesungguhnya yang menyebabkan kerisauan/kesusahan
hati para ‘Ubbad (orang-orang Ahli Ibadah) dan Zuhhad (orang-orang Ahli Zuhud)
dari segala sesuatu itu kerana mereka masih terhijab/tidak melihat Allah dalam
apa yang mereka lihat itu, tetapi andaikan mereka melihat Allah dalam segala
sesuatu (makhluk), pasti dia tidak akan risau dari/terhadap segala sesuatu”.
(Ibnu Atha'illah)
052). Andaikan nur keyakinan itu terbit dengan terang dalam
hatimu, pasti engkau dapat melihat akhirat itu dengan lebih dekat kepadamu
daripada perjalananmu ke sana. Engkau pasti dapat melihat segala keindahan
dunia ini diliputi oleh kehancuran yang bakal menimpanya kelak. (Ibnu
Atha’illah).
053). “Jangan sampai tertundanya kurniaan Tuhan kepadamu,
setelah engkau mengulang ulang doamu, membuatmu putus asa. Kerana Dia menjamin
pengabulan doa sesuai dengan pilihanNya, bukan sesuai dengan pilihanmu; pada
waktu yang diinginkanNya, bukan pada waktu yang engkau inginkan”. (Ibnu
Atha’illah).
054). Sedarilah sifat sifatmu, maka Allah membantumu dengan
Sifat SifatNya. Akui sajalah kehinaanmu, maka Allah membantumu dengan
KemuliaanNya. Akui saja ketidakberdayaanmu, maka Allah akan membantumu dengan
KekuasaanNya. Akui saja kelemahanmu, nescaya Allah akan membantumu dengan
KekuatanNya. (Ibnu Atha’illah).
055). “Ketika taat, kau lebih memerlukankan belas kasih-Nya
daripada ketika melakukan maksiat”. (Ibnu Atha’illah, Al Hikam). Seorang yang
taat biasa mengalami berbagai keadaan, seperti sombong, 'ujub, meremehkan orang
lain, menganggap dirinya layak mendapat pahala dan keadaan lainnya yang
mencerminkan kesombongan. Lain halnya dengan seorang ahli maksiat, boleh jadi
maksiatnya akan mendorongnya untuk berhati-hati, takut kepada Tuhannya,
berlindung kepada-Nya, tunduk dan memerlukan-Nya. Oleh sebab itu, seorang hamba
lebih memerlukan belas kasih Allah saat ia taat, melebihi keperluannya terhadap
belas kasih-Nya saat ia bermaksiat kepada-Nya. Hikmah ini merupakan peringatan
tambahan bagi orang yang merasa mampu sampai kepada Allah dengan
amalan-amalannya. Sikap ini adalah kesalahan dan kebodohan.
056). Ibnu Atha'illah As-Syakandary dalam bukunya,
Al-Hikam mengatakan: “Andaikan 'nur keyakinan' itu terbit dengan terang dalam
hatimu, pasti engkau dapat melihat akhirat itu lebih dekat kepadamu daripada
perjalananmu kesana. Engkau pasti dapat melihat segala keindahan dunia ini
diliputi oleh kehancuran yang bakal menimpanya kelak”.
057). Cahaya yang masuk dan cahaya yang sampai: Ibnu
Atha'illah berkata: “Ada cahaya yang diperkenankan masuk, dan ada cahaya yang
diperkenankan sampai. Kadang-kadang cahaya mendatangimu, tetapi hatimu dipenuhi
gambaran makhluk sehingga cahaya itu pergi lagi. Kosongkan hatimu dari segala
sesuatu selain Allah, nescaya Dia akan mengisinya dengan segala Makrifat dan
Rahsia.” (Ibnu Atha'illah: Tajul Arus).
058). Ketika engkau melakukan ibadah, tetapi tidak merasakan
takut dan tidak berfikir, berarti penyakit batin telah merasuki dirimu. (Ibnu
Atha’illah).
059). “Istirehatkan diri mu atau fikiran mu dari kerisauan
mengatur hajat keperluan dunia mu, sebab apa yang sudah dijamin atau
diselesaikan oleh lain mu, tidak usah kau sibuk memikirkannya”. (Ibnu
Atha’illah).
060). “Menunda/menangguh amal perbuatan (kebaikan) kerana
menantikan kesempatan yang lebih baik merupakan suatu tanda kebodohan yang
mempengaruhi jiwa”. (Ibnu Atha'illah As Sakandari).
061). “Pada setiap tarikan nafas terdapat takdir Allah yang
berlaku atas dirimu”. (Ibnu Atha'illah As Sakandari).
062). “Jika dilontarkan pujian kepada kamu, dan kamu
bukanlah pemiliknya, maka kembalikanlah pujian itu kepada Maha Empunya”. (Kalam
Ibnu Atha'illah As Sakandari).
063). “Zikir biasanya dilakukan dengan lisan, kalbu, anggota
badan ataupun dengan ucapan yang didengar orang. Orang yang berzikir dengan
menggabungkan semua cara tersebut berarti telah melakukan zikir secara
sempurna”. (Ibnu Atha’illah).
064). “Tiada sesuatu yang sangat berguna bagi hati (jiwa)
sebagaimana menyendiri untuk masuk ke medan berfikir (tafakur)”. (Al Hikam,
Ibnu Atha’illah).
065). “Ada cahaya yang hanya diizinkan Allah untuk sampai ke
hati. Dan ada pula cahaya yang diizinkan Allah masuk ke dalam hati”. (Ibnu
Atha'illah As Sakandri).
066). “Siapa yang bersinar di awal, akan bersinar pula di
akhir”. (Kalam Ibnu Atha'illah As Sakandari).
067). Ibnu Atha’illah ditanya, "Bila ia mendapatkan
kedamaian hati? atau dengan apa ia dapat meraih kedamaian hati?” la menjawab,
"Iaitu dengan memahami haqul-yaqin, iaitu Al-Qur'an, kemudian ia diberi
ilmul-yaqin dan setelah itu la melihat ainul-yaqin. Pada saat itu hatinya akan
merasa tenteram. Sedangkan ciri-cirinya adalah redha atas takdir yang telah
ditentukan-Nya dengan perasaan penuh wibawa dan cinta serta menganggap-Nya
sebagai Pelindung dan Dzat yang diserahi tanpa ada perasaan curiga yang
mengganjal.”
068). Menurut Ibnu Atha'illah, Allah s.w.t akan limpahkan 5
rahmat yang penting dalam solat yang khusyuk, iaitu:
• Hati dibersihkan dari kekotoran pelbagai dosa dan sifat
sifat kahat.
• Pandangan matahati (basirah) diperlihatkan berbagai ayat
ayat Allah di Alam Malakut.
• Hati merasa hampir dengan Allah hingga dapat munajat
kepadaNya.
• Sirr terasa dilimpahi berbagai hikmahillahiyah oleh Allah
SWT.
• Cahaya dalam hati kian terang benderang.
069). “Terbukanya matahati (celik basirah) akan
memperlihatkan kepada kamu akan hampirnya Allah SWT. Penyaksian matahati
(syuhud/musyahadah) memperlihatkan kepada kamu akan ketiadaan kamu di samping
wujud Allah SWT. Penyaksian hakiki (hakikat basirah) matahati memperlihat
kepada kamu hanya Allah SWT yang wujud, tidak terlihat lagi ketiadaan kamu dan
wujud kamu”. (Al Hikam, Ibnu Atha'illah As Sakandari).
070). “Datangnya pertolongan Allah itu sesuai dengan
persiapan, sedangkan turunnya cahaya Allah itu sesuai dengan kejernihan relung
relung batin”. (Al Hikam, Ibnu Atha’illah)
071). Al-Hikam: Salik, orang yang sedang menuju kepada Allah
telah mendapat hidayah dengan nur ibadat yang merupakan amalan untuk taqarub
kepada Allah (tawajjuh), sedang orang-orang yang telah sampai kepada Allah
tertarik oleh nur yang langsung dari-Nya, bukan sebagai hasil ibadat tetapi
semata-mata kerana kurnian Allah (muwajahah). Maka, orang-orang salik menuju ke
alam nur, sedangkan mereka yang telah sampai berkecimpung di dalamnya, sebab
mereka ini telah bersih dari segala sesuatu selain Allah. Firman-Nya,
“Katakanlah : Allah, .... Kemudian tinggalkan yang lain-lain di dalam kesibukan
mereka berkecimpung (bermain-main). (Qs. Al-An’aam :92)
Cahaya ibadat (tawajjuh) adalah cahaya yang berkaitan
dengan tingkatan Islam (“berserah”) dan tingkatan Iman (“percaya”), sementara
cahaya ma’rifat (muawajahah) adalah cahaya yang berkaitan dengan tingkatan
ihsan (“kebajikan spiritual”). Tingkatan yang disebut terakhir ini berkaitan
penyatuan dengan Tuhan di dalam Diri-Nya, sehingga segala sesuatu yang lain
menjadi tak berguna untuk dibicarakan.
072). Syeikh Ibnu Athaillah: “Engkau hendaknya berfikir
untuk melakukan amal sebaik mungkin, bukan sebanyak mungkin. Banyak amal jika
tidak dilakukan dengan baik adalah seperti pakaian yang banyak jumlahnya,
tetapi murah harganya. Sedangkan sedikit amal tetapi berkualiti (dikerjakan
dengan baik) adalah seperti sedikit pakaian tetapi mahal harganya. Amal yang
berkualiti (dikerjakan dengan baik) adalah seperti sebuah intan berlian, kecil
bentuknya tetapi mahal harganya. Orang yang menjadikan hatinya selalu ingat
kepada Allah swt dan berjuang untuk melindungi hatinya dari pengaruh hawa
nafsu, maka itu lebih utama daripada banyak melakukan shalat dan puasa sunat
(tetapi hatinya dikuasai hawa nafsu).”
073). Tuhanku, puaskanlah aku dengan aturan-Mu daripada
aturanku sendiri dengan pilihan-Mu daripada pilihanku sendiri. Dudukkanlah aku
ditempat-tempat kebutuhanku yang sesungguhnya .
(Doa, Ibn 'Athaillah Al-Iskandari QS).
074). “Ketika Allah menganugerahimu ketaatan dan engkau
merasa cukup dengan-Nya, berarti Dia mencurahkan nikmat-Nya, lahir dan
batin" (Ibnu Atha 'illah al-Iskandari). "Ketaatan" ialah
melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan secara lahir. adapun makna
"merasa cukup dengan-Nya" adalah kau tidak tergantung pada ketaatan
itu dalam mendapatkan keinginanmu, tetapi hanya bergantung kepada Tuhanmu dan
menyisihkan segala hal selain-Nya. Jika demikian, ketahuilah bahwa Allah telah
menganugerahkan segala karunia-Nya, baik yang lahir, seperti ketaatan, maupun
yang batin, seperti makrifat yang mewajibkanmu untuk mengabaikan dan tidak
melihat selain-Nya.
075). Al-Hikam: “Sinar mata hati (Al Basyirah) itu dapat
memperlihatkan dekatnya Allah kepadamu. Dan Mata Hati itu sendiri ('Ainul
Basyirah) dapat memperlihatkan kepadamu ketiadaanmu kerana wujud (adanya) Allah
dan Hakikat Mata Hati (Haqqul Basyirah) itulah yang menunjukkan kepadamu, hanya
adanya Allah, bukan ketiadaanmu ('adam) dan bukan pula wujudmu”. Syu'aa
'Ul Basyirah iaitu Cahaya Akal. Ainul Bashirah iaitu Cahaya Ilmu. Dan Haqqul
Basyirah iaitu Cahaya Ilahi. Maka org2 yg menggunakan akal mereka, masih merasa
adanya dirinya dan dekatnya kepada Tuhan (yakni, Allah selalu meliputi dan
mengurung mereka). Sedang org2 yg menggunakan Nurul Ilmu merasa dirinya tidak
ada jika dibanding dengan adanya Allah. Sedang Ahli Hakikat hanya melihat
kepada Allah dan tidak melihat apapun di samping-Nya. Bukannya mereka tidak
melihat adanya alam sekitarnya, tetapi kerana alam sekitarnya itu tidak berdiri
sendiri, tetapi selalu berhajat kepada Allah, maka adanya alam ini tidak
menarik perhatian mereka, kerana itu mereka menganggap bagaikan tidak ada.
076). Al-Hikam: Wahai orang yang menghadapkan hatinya kepada
pengaruh cengkaman alam benda yang palsu ini (aghyar)! Sucikanlah hatimu dengan
air istighfar. Campurkanlah ia pada kali yang ketujuh untuk menyucikan najis
ini dengan tanah tazallul (tunduk patuh) dan inkisar (lebur hati / rasa rendah
diri). Janganlah kamu menghadapkan hatimu kepada yang lain melainkan kepada Dia
saja. Janganlah kamu jatuhkan kehinaan dan inkisarmu (rasa rendah dirimu) itu
kecuali di hadapan-Nya saja.
077). Al-Hikam: Aduhai, betapa celakanya engkau jika kau
sangka dunia ini telah menjadi segala-galanya. Tidak, sahabat. Di sini, di
tempat bernama dunia ini, tidak ada yang segala-galanya. Hanya manusia yang tak
percaya keabadian akhirat yang akan menjadikan dunia ini segala-galanya.
Ingatlah, dunia yang kau lihat gemerlap ini hanya sekadar bayangan wujud. Hanya
setitis air. Hanya senafas kehidupan. Hanya beberapa tahun. Dan setelah itu,
engkau akan memasuki gerbang keabadian.
078). Sedutan Al Hikam: Di awal perjalanan menuju Allah swt,
seseorang itu kuat beramal menurut tuntutan Syariat. Dia melihat amalan itu
sebagai kenderaan yang boleh membawanya hampir dengan Allah swt. Semakin kuat
dia beramal semakin besarlah harapannya untuk berjaya dalam perjalanannya. Apabila
dia mencapai satu tahap, pandangan mata hatinya terhadap amal mula berubah. Dia
tidak lagi melihat amalan sebagai alat atau penyebab. Pandangannya beralih
kepada kurniaan Allah swt. Dia melihat semua amalannya adalah kurniaan Allah
swt kepadanya dan kehampirannya dengan Allah swt juga kurniaan-Nya. Seterusnya
terbuka hijab yang menutupi dirinya dan dia mengenali dirinya dan mengenali
Tuhannya. Dia melihat dirinya sangat lemah, hina, jahil, serba kekurangan dan
faqir. Tuhan adalah Maha Kaya, Berkuasa, Mulia, Bijaksana dan Sempurna dalam
segala segi. Bila dia sudah mengenali dirinya dan Tuhannya, pandangan mata
hatinya tertuju kepada Kudrat dan Iradat Allah swt yg menerajui segala sesuatu
dalam alam maya ini. Jadilah dia seorang Arif yang sentiasa memandang kpd Allah
swt, berserah diri kpdNya, bergantung dan berhajat kpdNya. Dia hanyalah hamba
Allah swt yg faqir.
079). Al-Hikam: Alam ini kesemuanya berupa kegelapan, sedang
yang meneranginya hanya kerana nampaknya Hak (Allah) padanya. Maka siapa
yang melihat alam kemudian tidak melihat Allah di dalamnya, atau padanya atau
sebelumnya, atau sesudahnya, maka benar-benar dia telah disilaukan ole Nur
Cahaya, dan tertutup baginya Nur Makrifat oleh tebalnya awan benda-benda alam
ini”.
080). Seorang sufi adalah ibnul waqti iaitu tiada melihat
pada masa akan datang atau menoleh pada masa lalu kerana bagi mereka masa itu
ialah apa yang ia berada padanya. (PakChu Dazze, dalam Syarah Hikam).
081). Sampaimu kepada Allah adalah sampaimu kepada
pengetahuan tentangNya, kerana mustahil Allah disentuh atau menyentuh sesuatu.
(Al Hikam).
082). “Bagaimana akan dapat terhijab oleh sesuatu, sedangkan
Dia (Allah) lebih dekat kepada mu dari segala sesuatu”. (Al Hikam).
083). Maksiat (dosa) yang menjadikan rendah diri dan
mengharapkan rahmat dari Allah itu lebih baik dari perbuatan taat yang
membangkitkan rasa sombong, 'ujub dan merendahkan orang lain. (Al Hikam).
084). Alam ini kesemuanya berupa kegelapan, sedang yang
meneranginya hanya kerana nampaknya hak (Allah) padanya, maka siapa yang
melihat alam kemudian tidak melihat Allah di dalamnya, atau padanya atau
sebelumnya, atau sesudahnya, maka benar-benar dia telah disilaukan oleh Nur
Cahaya, dan tertutup baginya Nur Makrifat oleh tebalnya awan benda-benda alam
ini”. (Al Hikam).
Komentar
Posting Komentar