Oleh : Ustadz Muhammad Fauzil Adhim
Jangan
remehkan dakwah kepada anak-anak !
Jika
telah terikat hatinya dgn Islam, mereka akan mudah bersungguh-sungguh menetapi
agama ini setelah dewasa.
Jika
engkau gembleng mereka untuk siap menghadapi kesulitan, maka kelak mereka tak
mudah ambruk hanya karena langkah mereka terhalang oleh kendala2 yg menghadang.
Tetapi
jika engkau salah membekali, mereka akan menjadi beban bagi ummat ini di masa
yg akan datang.
Cemerlangnya
otak sama sekali tidak memberi keuntungan jika hati telah beku dan kesediaan
untuk berpayah-payah telah runtuh.
Maka,
ketika engkau mengurusi anak anak di sekolah, ingatlah sejenak.
Tugas
utamamu bukan sekedar mengajari mereka berhitung. Bukan ... !!!
Engkau
sedang berdakwah.
Sedang
mempersiapkan generasi yg akan mengurusi ummat ini 30 tahun mendatang.
Dan
ini pekerjaan sangat serius. Pekerjaan yg memerlukan kesungguhan berusaha, niat
yg lurus, tekad yg kuat serta kesediaan untuk belajar tanpa henti.
Karenanya,
jangan pernah main main dalam urusan ini.
Apa
pun yg engkau lakukan terhadap mereka di kelas, ingatlah akibatnya bagi dakwah
ini 30-40 tahun yg akan datang.
Jika
mereka engkau ajari curang dalam mengerjakan soal saja, sesungguhnya urusannya
bukan hanya soal bagaimana agar mereka lulus ujian. Bukan...
Yang
terjadi justru sebaliknya, masa depan ummat sedang engkau pertaruhkan !!!
Tidakkah
engkau ingat bahwa induk segala dusta adalah ringannya lisan untuk berdusta dan
tiadanya beban pada jiwa untuk melakukan kebohongan.
Maka,
ketika mutu pendidikan anak anak kita sangat menyedihkan, urusannya bukan
sekedar masa depan sekolahmu. Bukan...
Sekolah
ambruk bukan berita paling menyedihkan, meskipun hal ini sama sekali tidak kita
inginkan.
Yang
amat perlu kita khawatiri justru lemahnya generasi yg bertanggung-jawab
menegakkan dien ini 30 tahun mendatang.
Apa
yg akan terjadi pada ummat ini jika anak anak kita tak memiliki kecakapan
berpikir, kesungguhan berjuang dan ketulusan dalam beramal ?
Maka...,
ketika engkau bersibuk dgn cara instant agar mereka tampak mengesankan, sungguh
urusannya bukan untuk tepuk tangan saat ini.
Bukan
pula demi piala piala yg tersusun rapi.
Urusannya
adalah tentang rapuhnya generasi muslim yg harus mengurusi umat ini di zaman yg
bukan zamanmu.
Kitalah
yg bertanggung-jawab terhadap kuat atau lemahnya mereka di zaman yg boleh jadi
kita semua sudah tiada.
Hari
ini, ketika di banyak tempat, kemampuan guru-guru kita sangat menyedihkan,
sungguh yg paling mengkhawatirkan adalah masa depan ummat ini.
Maka,
keharusan untuk belajar bagimu.
Wahai
Para Guru..., bukan semata urusan akreditasi.
Apalagi
sekedar untuk lolos sertifikasi.
Yang
harus engkau ingat adalah: Ini urusan ummat... Urusan dakwah.
Jika
orang orang yg sudah setengah baya atau bahkan telah tua, sulit sekali menerima
kebenaran, sesungguhnya ini bermula dari lemahnya dakwah terhadap mereka ketika
masih belia; ketika masih kanak kanak.
Mereka
mungkin cerdas, tapi Adab dan Iman tak terbangun.
Maka,
kecerdasan itu bukan menjadi kebaikan, justru menjadi penyulit bagi mereka
untuk menegakkan dien.
Wahai
Para Guru..., belajarlah dgn sungguh2 bagaimana mendidik siswamu.
Engkau
belajar bukan untuk memenuhi standar dinas pendidikan.
Engkau
belajar dgn sangat serius sebagai ibadah agar memiliki kepatutan menjadi
pendidik bagi anak anak kaum muslimin.
Takutlah
engkau kepada Allah Azza wa Jalla.
Sungguh,
jika engkau menerima amanah sebagai guru, sedangkan engkau tak memiliki
kepatutan, maka engkau sedang membuat kerusakan.
Sungguh,
jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, tunggulah saatnya (kehancuran)
tiba.
Ingatlah
hadist Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Bukhari:
Jika
amanah telah disia-siakan, maka tunggulah hari Kiamat.
Dia
(Abu Hurairah radhiyallahu anhu) bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimanakah
menyia-nyiakan amanah itu ?
Beliau
menjawab, Jika satu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah hari
Kiamat!
{HR. Bukhari}
Maka,
keharusan untuk belajar dengan sungguh sungguh, terus-menerus dan serius
bukanlah dalam rangka memenuhi persyaratan formal semata-mata.
Jauh
lebih penting dari itu adalah agar engkau memiliki kepatutan menurut Dien ini
sebagai seorang murabbi (guru).
Sungguh,
kelak engkau akan ditanya atas amanah yg engkau emban saat ini.
Wahai
Para Guru..., singkirkanlah tepuk tangan yg bergemuruh. Hadapkan wajahmu pada
tugas amat besar untuk menyiapkan generasi ini agar mampu memikul amanah yg
Allah Ta'ala berikan kepada mereka.
Sungguh,
kelak engkau akan ditanya di Yaumil-Qiyamah atas urusanmu.
Jika
kelak tiba masanya sekolah tempatmu mengajar dielu-elukan orang sehingga mereka
datang berbondong-bondong membawa anaknya agar engkau semaikan Iman di dada
mereka, inilah saatnya engkau perbanyak istighfar.
Bukan
sibuk menebar kabar tentang betapa besar nama sekolahmu.
Inilah
saatnya engkau sucikan nama Allah Taala seraya senantiasa berbenah menata niat
dan menelisik kesalahan diri kalau kalau ada yg menyimpang dari tuntunan-Nya.
Semakin
namamu ditinggikan, semakin perlu engkau perbanyak memohon ampunan Allah Azza
wa Jalla.
Wahai
Para Guru..., sesungguhnya jika sekolahmu terpuruk, yg paling perlu engkau
tangisi bukanlah berkurangnya jumlah siswa yg mungkin akan terjadi.
Ada
yg lebih perlu engkau tangisi dgn kesedihan yg sangat mendalam.
Tentang
masa depan ummat ini; tentang kelangsungan dakwah ini, di masa ketika kita
mungkin telah tua renta atau bahkan sudah terkubur dalam tanah.
Ajarilah
anak didikmu untuk mengenali kebenaran sebelum mengajarkan kepada mereka
berbagai pengetahuan.
Asahlah
kepekaan mereka terhadap kebenaran dan cepat mengenali kebatilan.
Tumbuhkan
pada diri mereka keyakinan bahwa Al-Quran pasti benar, tak ada keraguan di
dalamnya.
Tanamkan
adab dalam diri mereka.
Tumbuhkan
pula dalam diri mereka keyakinan dan kecintaan terhadap As-Sunnah Ash-Shahihah.
Bukan
menyibukkan mereka dgn kebanggaan atas dunia yg ada dalam genggaman mereka.
Ingat
doa yg kita panjatkan:
Ya Allah, tunjukilah kami bahwa yg benar itu
benar dan berilah kami rezeki kemampuan untuk mengikutinya.
Dan
tunjukilah kami bahwa yg bathil itu bathil, serta limpahilah kami rezeki untuk
mampu menjauhinya.
Inilah
doa yg sekaligus mengajarkan kepada kita agar tidak tertipu oleh persepsi kita.
Sesungguhnya
kebenaran tidak berubah menjadi kebatilan hanya karena kita mempersepsikan
sebagai perkara yg keliru.
Demikian
pula kebatilan, tak berubah hakekatnya menjadi kebaikan dan kebenaran karena
kita memilih untuk melihat segi positifnya.
Maka,
kepada Allah Taala kita senantiasa memohon perlindungan dari tertipu oleh
PERSEPSI SENDIRI.
Pelajarilah
dgn sungguh2 apa yg benar; apa yg haq, lebih dulu dan lebih sungguh2 daripada
tentang apa yg efektif.
Dahulukanlah
mempelajari apa yg TEPAT daripada apa yg MEMIKAT.
Prioritaskan
mempelajari apa yg BENAR daripada apa yg penuh GEBYAR.
Utamakan
mempelajari hal yg benar dalam mendidik daripada sekedar yg membuat sekolahmu
tampak besar bertabur gelar.
Sungguh,
jika engkau mendahulukan apa yg engkau anggap mudah menjadikan anak hebat
sebelum memahami betul apa yg benar, sangat mudah bagimu tergelincir tanpa
engkau menyadari.
Anak
tampaknya berbinar-binar sangat mengikuti pelajaran, tetapi mereka hanya
tertarik kepada caramu mengajar, tapi mereka tak tertarik belajar, tak tertarik
pula menetapi kebenaran.
Dakwah
terhadap anak harus kita perhatikan.
Kesalahan
mendidik terhadap anak kecil, tak mudah kelihatan.
Tetapi
kita akan menuai akibatnya ketika mereka dewasa.
Komentar
Posting Komentar