Imam Syahid Hasan Al-Banna merupakan seorang ulama Islam yang memiliki pengaruh besar di Abad ini. Gerakan dakwah Al-Ikhwanul Muslimun yang dipimpinnya terbukti telah memberikan kontribusi besar bagi kebangkitan Umat Islam dari tidur mereka yang panjang.
Sebagai
qiyadah/pemimpin jamaah dakwah, Imam Hasan Al-Banna telah menjadikan gerakan
dakwahnya sebagai sebuah organisasi yang dinamis dan aktif dalam melakukan
perubahan di tengah-tengah umat di seluruh dunia. Fikrah ikhwaniyah yang
digagas Imam Syahid sangat mudah diterima dan telah menjadi pegangan bagi para
mujahid di seluruh medan dakwah.
Dalam
mengarahkan para ikhwah untuk lebih giat berdakwah, Imam Syahid sering
memberikan wejangan yang amat praktis dan mudah diamalkan. Di antaranya adalah
yang dikenal sebagai 10 wasiat Hasan Al-Banna. Wejangan Imam Syahid yang
sepuluh ini bersifat sederhana dan mudah dihafal. Layaknya seperti kiat-kiat
aktifitas rutin harian yang setiap saat harus dihayati dan dilaksanakan oleh
setiap anggota Jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun.
10
Wasiat Imam Syahid adalah sebagai berikut ;
- Bangunlah segera untuk melaksanakan sholat apabila mendengar adzan
walau bagaimanapun keadaanmu.
- Baca, telaah, dan dengarlah Al-Qur-an, berdzikirlah kepada Allah
Subhanahu Wa Ta’ala dan janganlah engkau senang menghambur-hamburkan
waktumu dalam masalah yang tidak ada faedahnya
- Bersungguh-sungguhlah untuk bisa dan berbicara dalam bahasa Arab
dengan fasih.
- Jangan memperbanyak perdebatan dalam berbagai bidang percakapan karena
hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan.
- Jangan banyak tertawa, sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan
Allah (berdzikir) adalah tenang dan tenteram.
- Jangan suka bergurau, karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali
dengan bersungguh-sungguh terus menerus.
- Jangan mengeraskan suara di atas suara yang diperlukan pendengar,
karena hal itu akan mengganggu dan menyakiti.
- Jauhilah ghibah (menggunjing) atau menyakiti hati orang lain dalam
bentuk apa pun dan janganlah berbicara kecuali yang baik.
- Berkenalanlah dengan saudaramu yang engkau temui walaupun dia tidak
meminta, sebab prinsip dakwah kita adalah cinta dan taawun (kerjasama).
- Pekerjaan rumah (PR) kita sebenarnya lebih bertumpuk daripada waktu
yang tersedia, maka tolonglah saudaramu untuk memanfaatkan waktunya dan
apabila kalian mempunyai keperluan maka sederhanakan dan cepatlah
diselesaikan.
Bagi
para aktivis dakwah, sepuluh wasiat ini bagaikan resep yang sangat manjur untuk
mengobati penyakit yang terdapat dalam hati mereka. Hal ini telah teruji
sepanjang perjalanan dakwah Ikhwan sejak dikumandangkan oleh Imam Syahid sampai
ke masa kita sekarang ini.
Wasiat
Imam Syahid merupakan rangkuman pemahaman beliau terhadap kandungan Al-Qur’an
dan Sunnah yang semestinya mendapat prioritas utama dalam hal pengamalannya.
Berikut
ini penjelasan lebih lanjut dari perintah harian Imam Syahid Hasan
Al-Banna.
Wasiat
Pertama: “Bangunlah
segera untuk melaksanakan shalat apabila mendengar adzan walau bagaimanapun
keadaanmu.”
Wasiat
ini mengandung perintah agar setiap Al-akh mendahulukan shalat lima waktu
daripada perkara lainnya. Karena shalat di awal waktu merupakan amal Islam yang
paling utama.
Dari
Ummu Farwah, dia berkata; “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
ditanya, ‘Amalan apakah yang paling utama?’ Beliau menjawab: ‘Shalat di awal
waktu!’” (HR. Abu Daud)
Wasiat
ini juga mengharuskan Jamaah Ikhwan untuk selalu menanti waktu-waktu shalat.
Akan lebih utama bila seorang akh itu selalu dalam keadaan berwudlu beberapa
saat sebelum adzan berkumandang sehingga dia dengan segera dapat mendatangi
masjid dan shalat berjamaah. Al-Akh tidak boleh memprioritaskan hal lain selain
dari waktu shalat ini.
Wasiat
Kedua: “Baca,
telaah, dan dengarlah Al-Qur-an berdzikirlah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
dan janganlah engkau senang menghambur-hamburkan waktumu dalam masalah yang
tidak ada faedahnya.”
Setiap
akh diwajibkan untuk selalu berinteraksi dengan Kitabullah Al-Qur-an. Mereka
wajib membacanya di mana ada kesempatan. Di setiap pertemuan yang
diselenggarakan ikhwah hendaknya dimulai dengan membaca Al-Qur-an.
Selain
itu ikhwah juga diminta untuk menelaah atau mentadabburi isi Kitabullah
sesering mungkin. Ini bisa dilakukan dengan membaca Kitab-kitab tafsir atau
buku-buku Manhaj Islam yang menguraikan nilai-nilai Al-Qur-an. Bukankah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang
belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Imam
Syahid juga mengingatkan agar waktu dimanfaatkan untuk berdzikir dalam segala
keadaan. Surat-surat tertentu dan ayat-ayat pilihan biasa dapat dibaca dalam
berbagai keadaan. Disamping itu ada bacaan-bacaan dzikir seperti tasbih,
tahmid, takbir, tahlil, dan hauqallah yang sangat
penting dilakukan dalam setiap keadaan ikhwah. Misalnya ketika berkendaraan,
menunggu sesuatu, atau tengah diam.
Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah
(dengan menyebut nama) Allah, dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan
bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang hari”. (QS. Al-Ahzab: 41)
“(Yaitu) Mereka yang berdzikir (mengingat)
kepada Allah saat berdiri, duduk dan saat berbaring”. (QS. Ali Imran, 3: 191)
Ikhwah
hendaknya tidak menyia-nyiakan waktu bagi hal-hal yang tidak bermanfaat karena
di antara ciri orang-orang mukmin adalah,
“Dan
orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna.” (QS.
Al-Mu’minin, 23: 3)
Wasiat
Ketiga: “Bersungguh-sungguhlah
untuk bisa dan berbicara dalam bahasa Arab dengan fasih.”
Setiap
akh diwajibkan belajar Bahasa Arab fushah (baku) dan mempraktekkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Beliau mewajibkan hal ini karena Bahasa Arab
merupakan salah satu syiar dakwah Islam. Hal ini senada dengan apa yang
disampaikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah,
“Bahasa
Arab adalah syi’ar Islam dan syi’ar kaum muslimin.”[1]
Bahasa
Arab itu bahasa Al-Qur-an dan bahasa Ahlul Jannah (Ahli Syurga). Di antara
sumber kekuatan ummat Islam adalah persatuan mereka yang bersifat mendunia.
Kunci persatuan adalah kemampuan berkomunikasi cepat, dengan bahasa yang
merupakan warisan Rasulullah shllallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabatnya. Sementara itu orang-orang di luar Islam berusaha sekuat
tenaga menjauhkan umat Islam dari bahasa induk mereka. Mereka mempopulerkan
bahasa Inggris dan menyatakan bahwa bahasa Arab itu terbelakang. Mereka bahkan
ingin ummat Islam tak lagi mampu membaca Al-Quranul Karim atau memahami
kandungan maknanya ketika membaca Al-Qur-an tersebut.
Wasiat
Keempat: “Jangan
memperbanyak perdebatan dalam berbagai bidang percakapan karena hal itu tidak
akan mendatangkan kebaikan.”
Imam
Syahid mengingatkan para ikhwah untuk menjauhi perdebatan dan berdiskusi
tentang hal-hal yang tak perlu. Ikhwah dianjurkan banyak bicara tetapi tentang
hal-hal yang penting atau mendesak untuk dibicarakan.
Perdebatan
lebih sering melukai orang yang didebat karena setiap orang selalu berusaha
mempertahankan pendapatnya kendati salah. Al-Qur-an sendiri mengingatkan kita
dari bicara serampangan karena syaitan itu memecah belah manusia dari perkataan
yang buruk.
“Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku:
‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya
syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagi manusia.’” (QS. Al-Ira, 17: 53)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Saya memberikan jaminan rumah di pinggiran
surga bagi orang yang meningalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar.
Saya memberikan jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meningalkan
kedustaan walaupun dia bercanda. Saya memberikan jaminan rumah di surga yang
tinggi bagi orang yang membaguskan akhlaqnya.” (HR. Abu Dawud, no. 4800)
Jika pun
harus berdebat, maka perhatikanlah rambu-rambunya sebagaimana disebutkan dalam
firman Allah Ta’ala berikut,
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS.
An-Nahl, 16: 125)
Wasiat
Kelima: “Jangan
banyak tertawa, sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan Allah (berdzikir)
adalah tenang dan tenteram.”
Imam
Syahid melarang para ikhwah banyak tertawa untuk memelihara dan menjaga
kesucian hati mereka agar selalu berdzikir kepada Allah Ta’ala. Banyak
tertawa bisa timbul karena ada yang membanyol, atau menceritakan sesuatu yang
membuat orang-orang tertawa terbahak-bahak. Biasanya tidak jauh dari mengejek
dan menghina orang lain baik secara langsung atau tidak. Karena itulah Al-Imam
mengingatkan bahaya orang-orang yang banyak tertawa dan sedikit menangis. Hal
ini sesuai dengan hadits yang disampaikan dari Abu Hurairah radhiallahu
anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian banyak tertawa, karena
banyak tertawa akan mematikan hati.” (HR. At-Tirmizi no. 2227, Ibnu Majah)
Wasiat
Keenam: “Jangan
suka bergurau, karena ummat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan
bersungguh-sungguh terus menerus.”
Imam
Syahid Hasan Al-Banna juga melarang para ikhwah banyak bercanda atau membanyol
yang membuat orang lain tertawa baik dengan ucapan, cerita, atau tingkah laku
yang lucu. Beliau menyatakan bahwa sikap pejuang Islam adalah
bersungguh-sungguh atau serius.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri memperingatkan hal ini, terlebih lagi jika
diiringi dusta,
“Celakalah
orang yang berbicara kemudian dia berdusta agar suatu kaum tertawa karenanya.
Kecelakaan untuknya, Kecelakaan untuknya.” (HR. Abu Dawud no. 4990)
Wasiat
Ketujuh: “Jangan
mengeraskan suara di atas suara yang diperlukan pendengar, karena hal itu akan
mengganggu dan menyakiti.”
Imam
Syahid Hasan Al-Banna mengingatkan para ikhwah agar memperhatikan adab
berbicara di antaranya dengan merendahkan suara dari segi volume dan
merendahkan hati dari segi isi pembicaraan. Islam memerintahkan ummatnya untuk
memiliki kelembutan hati dan hal itu dimulai dari kelembutan dalam berbicara
atau berdialog.
Allah Ta’ala menyebutkan
nasihat Luqman kepada anaknya tentang adab berbicara di ayat berikut,
“Dan rendahkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (QS. Luqman, 31: 19).
Wasiat
Kedelapan: “Jauhilah
ghibah (menggunjing) atau menyakiti hati orang lain dalam bentuk apa pun
dan janganlah berbicara kecuali yang baik.”
Dalam
wasiat ini Imam Syahid mengingatkan agar para ikhwah tidak menggunjingkan orang
lain. Bergunjing adalah membicarakan sesuatu tentang orang lain yang tidak
disukai orang tersebut bila dia mendengar pernyataan itu. Bergunjing adalah
larangan keras dalam berbicara.
Di dalam
Al-Qur’an orang yang suka menggunjing disamakan dengan orang yang memakan
daging saudaranya sendiri.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.” (QS.
Al-Hujaraat, 49: 12)
Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tahukah kalian apakah ghibah itu?”. Sahabat menjawab: “Allah
dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata: “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang
tidak disukai oleh saudaramu”, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Bagaimanakah
pendapat anda, jika itu memang benar ada padanya ?” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab: “Kalau memang sebenarnya begitu
berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak
benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya”. (HR. Muslim no 2589, Abu
Dawud no 4874, At-Tirmidzi no 1999 dan lain-lain)
Wasiat
Kesembilan: “Berkenalanlah
dengan saudaramu yang engkau temui walaupun dia tidak meminta, sebab prinsip
dakwah kita adalah cinta dan taawun (kerjasama).”
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa
– bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujarat, 49: 13)
Untuk
meraih hati, langkah pertama adalah dengan memperkenalkan diri dan mengenal
orang lain. Dengan perkenalan itu maka jembatan antara hati akan terjalin.
Setelah itu potensi untuk saling tolong menolong dan bekerjasama akan terbuka
lebar.
Wasiat
Kesepuluh: “Pekerjaan
rumah (PR) kita sebenarnya lebih bertumpuk daripada waktu yang tersedia, maka
tolonglah saudaramu untuk memanfaatkan waktunya dan apabila kalian mempunyai
keperluan maka sederhanakan dan cepatlah diselesaikan.”
Imam
Syahid mengingatkan bahwa tugas dan agenda dakwah para ikhwah demikian banyak.
Bahkan lebih banyak dari waktu yang tersedia. Umur dakwah ini lebih panjang
dari umur para juru dakwah itu sendiri. Mereka tidak boleh menunda-nunda
pekerjaan yang sudah ada di depan mata, disebabkan pekerjaan lain akan segera
menyusul.
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu
urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS. Al-Insyirah, 94: 7)
Karenanya
ikhwah harus bekerja sama untuk saling memudahkan pekerjaan mereka,
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah, 5: 2)
Dalam
gerakan dakwah ini kita harus saling melayani dan membantu mempermudah urusan
saudara kita sehingga pekerjaan dakwah akan menjadi ringan dan menyenangkan.
Wallahu
a’lam.
[1] Lihat: Iqtidha’ Shirath
Al-Mustaqim.
IQROBOOKSTORE –
HP/SMS/WA : 08128091926 -
081398971757
( Menyediakan buku buku Harakah, Fikriyah dan Tsaqofah Islamiyah )
Komentar
Posting Komentar